Aristotle, seorang filsuf Yunani kuno, menekankan pentingnya kebajikan (virtue ethics) dalam kehidupan manusia. Kebajikan, dalam pandangan Aristotle, tidak hanya berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum secara literal, tetapi juga melibatkan tindakan yang didasari oleh moralitas dan nilai-nilai kebaikan. Dalam konteks CRM, nilai kebajikan ini bisa diterjemahkan menjadi sebuah budaya organisasi yang mengedepankan integritas, transparansi, dan tanggung jawab moral dalam mematuhi aturan dan regulasi.
Di era modern, konsep kebajikan dari Aristotle tetap relevan, terutama dalam membangun budaya kepatuhan di perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan tidak hanya harus mengikuti aturan pajak dan regulasi yang berlaku, tetapi juga bertindak berdasarkan prinsip etika yang baik dalam mengelola laporan keuangan dan transaksi bisnis. Ini memastikan bahwa kepatuhan tidak hanya sekedar formalitas, tetapi juga mencerminkan niat baik dalam tindakan sehari-hari.
Why: Mengapa Etika Kebajikan Penting dalam CRM
Pemikiran Aristotle relevan dalam CRM karena etika kebajikan mengajarkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh individu maupun organisasi harus didorong oleh tujuan untuk mencapai kebaikan bersama, bukan hanya untuk menghindari hukuman atau mendapatkan keuntungan sesaat. Dalam konteks bisnis, organisasi yang berfokus pada etika kebajikan akan lebih mampu membangun kepercayaan jangka panjang dengan pemangku kepentingan, termasuk regulator, pemerintah, pelanggan, dan masyarakat luas.
Sebagai contoh, dalam menghadapi audit pajak berbasis risiko, perusahaan yang memiliki budaya kepatuhan yang kuat tidak hanya berusaha mematuhi aturan perpajakan, tetapi juga berusaha untuk bertransparansi dalam setiap aspek operasionalnya. Dengan demikian, risiko terkait ketidakpatuhan dapat diminimalisir, dan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih lancar tanpa adanya gangguan dari otoritas pajak.
How: Menerapkan Etika Kebajikan dalam CRM
Untuk menerapkan etika kebajikan dalam CRM, organisasi perlu membangun sistem yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam setiap proses bisnis dan keputusan strategis. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
- Membangun budaya perusahaan yang berbasis pada nilai-nilai etika. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan kepatuhan yang berkelanjutan, sosialisasi nilai-nilai moral, serta penerapan kode etik yang kuat.
- Melibatkan kepemimpinan yang berintegritas. Para pemimpin perusahaan harus menjadi contoh dalam hal kepatuhan dan etika bisnis. Ketika pemimpin bertindak berdasarkan nilai-nilai kebajikan, karyawan dan pihak lain di dalam perusahaan cenderung mengikuti.
- Mengembangkan sistem pengawasan yang etis. Proses audit internal dan eksternal perlu diarahkan tidak hanya untuk memverifikasi kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga untuk menilai apakah perusahaan telah bertindak secara etis dalam seluruh proses bisnisnya.
Kritik terhadap Pemikiran Aristotle dalam CRM
Walaupun pendekatan berbasis etika kebajikan memiliki manfaat, terdapat beberapa kelemahan dalam penerapannya di dunia bisnis modern. Kebajikan seringkali dianggap sebagai konsep yang subjektif dan sulit diukur secara objektif. Di sisi lain, perusahaan berada dalam tekanan untuk bersaing secara efisien dan cepat, sehingga mendorong nilai-nilai kebajikan mungkin tidak selalu menjadi prioritas. Selain itu, pendekatan ini mungkin terlalu idealis dalam situasi yang membutuhkan keputusan yang lebih praktis dan pragmatis.
2. Pemikiran Cartesian dalam Compliance Risk Management