Terakhir kali berkunjung ke masjid ini tuh sekitar bulan November 2019.
Masjid Cipari ini adalah masjid yang unik, bergaya kolonial atau lebih tepatnya bergaya art deco. Kata orang-orang sih masjid ini mirip dengan gereja. Mungkin karena lihat bentuk bangunan dan menaranya...
Masjid Cipari berlokasi di Garut Timur. Tepatnya di kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut.
Masjid Cipari ini nama aslinya Masjid Asy-Syuro atau Al-Syuro. Tulisan dulunya "Masdjid Sjoero", sebagaimana tertulis pada plakat yang berada di atas pintu (lokasi plakat ditunjukkaan oleh anak panah). Untuk pintunya, pakai pintu geser semua.
Nah, pesona art deco-nya sendiri, selain dari bentuk masjid dan adanya menara, terlihat juga pada pola-pola dekorasi geometris yang berulang diatas material batu kali, atau jika kita lihat disamping kanan maupun kiri dari bangunan, itu terdapatnya garis horizontal halus. Itu juga salah satu ciri khasnya.
Nah ini lebih jelasnya, untuk plakat yang di atas pintu (foto sebelumnya). Mulanya saya berfikir, mengira-ngira kemungkinan diambilya nama Sjoero itu adalah karena didirikannya masjid ini pada bulan syuro (dalam kalender Jawa). Tapi ternyata itu salah.Â
Nama Syuro itu dipilih, karena memang ada sejarah di balik berdirinya masjid ini, yang mana dulu sering dipakai untuk tempat rapat atau musyawarah. Baik para pejuang ataupun para ulama.
Ini potret pintu sebelah kiri (ini tuh selatan apa utara ya, hmmm), masjid dan terdapat nama Al-Syuro yang terbuat dari besi. Dan kalau kita cari tempat untuk wudhu, nah dari depan pintu ini tinggal terus ke sebelah kanan saja.
Menara dengan tinggi sekitar 20 meter ini menjadi salah bagian yang sangat eye catching pada bangunan masjid ini. Di menara ini juga masih tersimpan saksi sejarah, bahwa masjid ini dulu pernah dibombardir oleh Pasukan Kartosuwiryo. Namun karena sudah dilakukan perbaikan, sudah apada ditambal, jadi hanya tersisa beberapa lubang bekas peluru di penutup seng menara di bagian telinganya (yang dilingkari).
Nah ini lebih jelasnya. Karena pada waktu saya berkunjung kebetulan tidka diizinkan untuk naik ke menara dan memfoto lebih dekat, hanya di beri foto ini oleh salah satu pengurus masjid dan pesantren. Untuk lubang yang ditunjukkan itu diperjelas, jadi kelihatan tampak lebih besar. Kalau foto aslinya kecil (ukuran diameter peluru).
Tampak luar, jendelanya memiliki ciri khas sendiri. Dengan jumlah yang relatif banyak daripada masjid-masjid pada umumnya. Untuk kusennya sendiri, itu adalah hasil renovasi (kalau yang dulu sudah lapuk katanya).
Sayangnya pada waktu berkunjung, saya tidak emnghitung, dan lupa bertanya, sebenarnya ada berapa sih jendelanya itu. 32 kah? Atau lebih?
Auditorium tertutup ini adalah bagian tambahan bangunan masjid (bukan bagian utama) yang biasanya digunakan untuk shalat dan mengaji para santriwati.
Kalau berdasarkan penuturan salah satu pengurus sih, auditorium ini biasa dipakai untuk kegiatan pengajian ataupun kegiatan-kegiatan para santri. Kebetulan pada waktu kesini, itu sedang ada kreasi seni dari para santri. Coba lihat saja dari banyaknya sandal disana. Ada yang lagi nonton juga tuh diluarnya ((hehe)).
Di sekeliling masjid, terdapat bangunan sekolah. Ada Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyah. Jadi selain mempelajari ilmu agama, para santri juga belajar ilmu umum. Yang ditunjukkan panah, merupakan akses masuk atua jalan untuk menuju masjid. Jadi kalau kalian nanti berkunjung kesini otomatis ya lewat sana. Kalau ada yang tanya jalan alternatif selain itu, ane gatau.
***
Notes: sebagian besar foto ini saya ambil dari tulisan saya yang terhimpun dalam antologi "writingthon jelajah kota garut"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H