Mohon tunggu...
Ega Rifdah Sugiharto
Ega Rifdah Sugiharto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta

bees enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Positif melalui Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia

1 November 2023   10:28 Diperbarui: 1 November 2023   10:28 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketika membaca istilah "kesehatan reproduksi", apa yang terlintas di benak kita? Mungkin sebagian besar dari kita akan menjawab bahwa kesehatan reproduksi adalah serangkaian isu yang berkaitan dengan aspek kesehatan yang berhubungan dengan sistem reproduksi manusia. Hal ini mencakup pemahaman tentang anatomi dan fisiologi reproduksi, perawatan kesehatan selama kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, pengendalian kelahiran, pencegahan penyakit menular seksual, isu-isu yang berkaitan dengan seksualitas, hak-hak reproduksi, dan upaya untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang adil dan setara terhadap layanan kesehatan reproduksi. 

Isu yang berkaitan dengan remaja (dalam kelompok usia 10-19 tahun) merupakan sebuah permasalahan yang membutuhkan perhatian serius dalam upaya pembangunan nasional Indonesia. Jumlah populasi remaja di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Permasalahan yang dihadapi oleh remaja ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya persiapan dalam memberikan pengetahuan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masalah kesehatan remaja mencakup beragam aspek, seperti yang bersifat fisik biologis, mental, dan sosial.

Periode remaja sering kali menandai perkembangan yang signifikan dalam kehidupan seseorang, yang mencakup pencapaian kemandirian dan penentuan identitas pribadi. Pada tahap ini, remaja mulai mengembangkan kemampuan berpikir lebih logis, abstrak, dan idealis. Mereka juga cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di luar lingkungan keluarga.

Remaja dihadapkan pada masalah kesehatan yang kompleks, meskipun sering kali dianggap sebagai kelompok yang umumnya sehat. Data dari berbagai survei mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh remaja, seperti yang terlihat dalam hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007. Hasil survei ini mengindikasikan bahwa sekitar 17% dari perempuan yang saat ini berusia antara 45 hingga 49 tahun telah menikah pada usia 15 tahun. Selain itu, terdapat peningkatan yang signifikan dalam usia perempuan ketika pertama kali menikah. Sebagai contoh, sekitar 9% perempuan usia 30-34 tahun telah menikah pada usia 15 tahun, sedangkan sekitar 4% perempuan usia 20-24 tahun juga menikah pada usia yang sama. Data ini menggambarkan permasalahan pernikahan dini di kalangan remaja perempuan di Indonesia yang memerlukan perhatian serius.

Tak hanya itu, remaja pada masa perkembangannya ini sering kali dihadapkan pada tekanan yang berasal dari berbagai sumber, seperti keluarga, guru, teman sebaya, dan masyarakat sekitar. Hal ini membuat mereka sering kali harus menghadapi berbagai tuntutan dan pilihan hidup yang mungkin saling bertentangan. Di antara permasalahan yang mungkin muncul, salah satunya adalah berbagai risiko kesehatan reproduksi. Risiko-risiko ini termasuk perilaku seks bebas, potensi kehamilan yang tidak diinginkan, praktek aborsi, penularan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, tindakan kekerasan seksual, serta masalah akses terbatas terhadap informasi dan pelayanan kesehatan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh I Made Kusuma Wijaya pada tahun 2014.

Kesehatan reproduksi, seperti yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengacu pada kondisi fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh, yang mencakup semua aspek yang terkait dengan struktur, fungsi, dan proses sistem reproduksi. Konsep ini lebih dari sekadar ketiadaan penyakit atau kecacatan, tetapi juga terkait dengan kondisi di mana individu dapat menikmati kehidupan seksual yang sehat dan aman, serta mampu memenuhi fungsi reproduksinya. Kesehatan reproduksi terkait erat dengan berbagai tahapan siklus hidup manusia, yang masing-masing melibatkan risiko yang terkait dengan penyakit dan kematian (BKKBN, 2013). 

Menjaga kesehatan reproduksi sangat penting, terutama bagi remaja. Masa remaja merupakan masa yang tepat untuk membangun kebiasaan dan kesadaran akan kesehatan reproduksi. Memiliki kesehatan reproduksi yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan kemandirian, terutama dalam mengelola fungsi dan proses reproduksi, serta terhindar dari kekerasan seksual. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dapat menyebabkan perilaku seksual yang berisiko. Oleh karena itu, mengedukasi remaja tentang kesehatan reproduksi termasuk hal yang harus diperhatikan dalam bimbingan di seekitar lingkungan hidupnya. 

Kesehatan reproduksi adalah isu krusial di Indonesia, dengan berbagai permasalahan yang memengaruhi masyarakat. Salah satu masalah utama adalah tingginya angka kehamilan remaja. Remaja seringkali kurang mendapatkan pendidikan seks yang memadai, dan akses terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi terbatas. Hal ini berpotensi menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi ilegal, dan risiko kesehatan reproduksi yang tinggi bagi para remaja.

Penyakit Menular Seksual (PMS) juga merupakan masalah serius di Indonesia. Penyakit seperti HIV/AIDS, sifilis, dan gonore masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan reproduksi masyarakat. Faktor-faktor seperti kurangnya akses ke perawatan kesehatan, stigma sosial, dan ketidakpedulian terhadap penggunaan kondom menyebabkan penyebaran PMS tetap menjadi permasalahan yang belum terselesaikan.

Masalah kesehatan reproduksi di Indonesia juga terkait dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Meskipun telah ada upaya untuk meningkatkan perawatan ibu hamil, masih banyak wilayah di Indonesia yang kurang mendapatkan perawatan yang memadai. Ini menyebabkan banyak perempuan dan bayi menghadapi risiko tinggi selama proses kelahiran.

Akses terbatas terhadap kontrasepsi adalah masalah penting dalam kesehatan reproduksi di Indonesia. Banyak perempuan dan pasangan yang tidak memiliki akses yang memadai ke metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kelahiran yang tidak diinginkan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kesejahteraan perempuan dan keluarga.

Pendidikan seksual yang efektif harus sesuai dengan usia, budaya, dan konteks kehidupan remaja dan memberikan informasi yang akurat. Mengedukasi remaja tentang kesehatan reproduksi juga dapat membantu mereka menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan HIV/AIDS. Orang tua dan wali harus memberikan pendidikan dan pengawasan kepada anak-anak mereka tentang kesehatan reproduksi. 

Namun, masih banyak tantangan dalam mengimplementasikan edukasi tentang kesehatan reproduksi, karena banyak orang yang masih menganggapnya sebagai topik yang tabu. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja sejak usia dini untuk membantu mereka membuat keputusan penting tentang kehidupan seksual mereka. 

Dalam melaksanakan kebijakan untuk mewujudkan kesehatan produksi, ada beberapa faktor penghambat yang menjadi sebuah tantangan yang harus kita hadapi bersama, yaitu seperti : 

  • Kemiskinan: Kemiskinan memiliki potensi untuk berdampak negatif pada kesehatan reproduksi dengan membatasi akses ke layanan dan informasi kesehatan.
  • Pendidikan yang bias gender: Pendidikan yang bias gender dapat menyebabkan penurunan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, yang dapat mengakibatkan perilaku seksual berisiko.
  • Tempat tinggal di wilayah terpencil: Adanya residensi di daerah terpencil sering kali menghadirkan kendala dalam mencapai layanan dan pengetahuan seputar kesehatan, termasuk yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
  • Tradisi-tradisi kultural yang merugikan kesehatan reproduksi: Praktik-praktik tradisional yang memiliki dampak negatif pada kesehatan reproduksi dapat berdampak pada pelaksanaan kebijakan kesehatan reproduksi.
  • Informasi yang ambigu: Kekurangan klaritas dalam penjelasan mengenai fungsi dan mekanisme reproduksi bisa memengaruhi pelaksanaan kebijakan kesehatan reproduksi.
  • Keyakinan akan manfaat memiliki banyak keturunan: Keyakinan bahwa memiliki banyak anak akan membawa kebahagiaan dan kemakmuran dapat memengaruhi pelaksanaan kebijakan kesehatan reproduksi.
  • Permasalahan kekerasan seksual: Kekerasan seksual merupakan permasalahan signifikan di Indonesia dan dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan reproduksi.
  • Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi yang terjangkau : Memastikan bahwa individu memiliki akses yang terjangkau ke layanan kesehatan reproduksi merupakan hal penting dalam menjaga kesehatan reproduksi. Sayangnya, di Indonesia, banyak yang tidak dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan reproduksi yang terjangkau. 

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu memastikan ketersediaan layanan kesehatan reproduksi yang terjangkau dan meningkatkan akses masyarakat ke layanan tersebut. Selain itu, pendidikan mengenai kesehatan reproduksi, khususnya untuk remaja, adalah hal yang sangat penting. Pendidikan seksual yang efektif harus disesuaikan dengan usia, budaya, dan konteks kehidupan remaja, dan harus memberikan informasi yang akurat. Selain itu, pemerintah juga harus mengatasi faktor-faktor budaya dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi. 

Demi meningkatkan kesehatan reproduksi di kalangan remaja di Indonesia, ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Beberapa upaya tersebut adalah: 

  • Memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif dan efektif kepada remaja: Pendidikan seksual yang efektif harus sesuai dengan usia, budaya, dan konteks kehidupan remaja dan memberikan informasi yang akurat. Mengedukasi remaja tentang kesehatan reproduksi dapat membantu mereka menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan HIV/AIDS.
  • Memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual: Kekerasan seksual adalah masalah yang signifikan di Indonesia, dan dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi. Memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual dapat membantu mencegah bahaya lebih lanjut dan mendorong penyembuhan.
  • Meningkatkan ketersediaan layanan kesehatan reproduksi yang aman, berkualitas tinggi, dan terjangkau: Akses terhadap layanan kesehatan reproduksi sangat penting untuk menjaga kesehatan reproduksi. Namun, banyak orang di Indonesia tidak memiliki akses ke layanan kesehatan reproduksi yang terjangkau. Meningkatkan ketersediaan layanan ini dapat membantu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan HIV/AIDS.
  • Gunakan media dan teknologi: Media sosial, situs web, dan aplikasi seluler dapat digunakan untuk memberikan informasi dan edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja. Platform-platform ini dapat digunakan untuk berbagi informasi yang akurat, menjawab pertanyaan, dan memberikan dukungan.

Implementasi kebijakan kesehatan reproduksi di Indonesia mencerminkan upaya serius dalam merealisasikan komitmen negara untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksual bagi warganya. Hal ini melibatkan sejumlah aspek kunci yang berkaitan dengan perkembangan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu dampak positif yang dapat dilihat adalah dalam konteks perkawinan usia muda. Kebijakan kesehatan reproduksi yang mendukung pendidikan dan akses yang lebih baik ke informasi tentang kesehatan reproduksi telah membantu mengurangi angka perkawinan usia muda di Indonesia. Ini memiliki konsekuensi positif terutama terhadap kesejahteraan perempuan yang sekarang memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengejar pendidikan, karier, dan memiliki pengendalian atas hidup mereka. 

Selanjutnya, pelaksanaan kebijakan kesehatan reproduksi juga memiliki dampak signifikan pada Total Fertility Rate (TFR), yang mengukur rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh setiap perempuan. Melalui inisiatif-inisiatif kesehatan reproduksi, penyediaan akses kontrasepsi, serta edukasi kesehatan reproduksi, TFR di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Fenomena ini berkontribusi pada pengendalian pertumbuhan populasi dan memberikan dampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan. Selain itu, implementasi kebijakan kesehatan reproduksi juga turut memengaruhi Angka Kematian Ibu (AKI), yang mencerminkan tingkat risiko kematian ibu saat menjalani proses persalinan. Dengan memberikan akses yang lebih baik kepada perawatan kesehatan reproduksi, pemantauan kehamilan yang lebih baik, dan penyediaan fasilitas medis yang berkualitas, AKI di Indonesia dapat terus diperbaiki. Hal ini mencerminkan upaya konkret untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh perempuan selama masa kehamilan dan proses persalinan, seiring dengan peningkatan keselamatan dan kesejahteraan ibu-ibu di Indonesia.

Pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman tentang reproduksi di kalangan remaja Indonesia. Melalui pendidikan seks yang lebih terbuka, peningkatan akses terhadap informasi yang akurat, dan dukungan yang positif, remaja dapat menjadi lebih sadar dan mandiri dalam mengelola kesehatan reproduksi mereka. Hal ini akan membantu mereka membuat keputusan yang lebih bijak dan mengurangi risiko kesehatan reproduksi yang tidak diinginkan.

Pemerintah Indonesia telah merumuskan beberapa kebijakan sebagai respons terhadap permasalahan kesehatan reproduksi remaja di negara ini. Beberapa kebijakan tersebut mencakup:

1. Kebijakan Kesehatan Reproduksi Nasional: Kebijakan ini dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk remaja. Fokus utama kebijakan ini adalah memberikan layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif, seperti keluarga berencana, perawatan kesehatan ibu dan anak, serta upaya pencegahan dan pengobatan infeksi menular seksual.

2. Layanan Kesehatan Reproduksi Esensial: Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi lima area utama dalam layanan kesehatan reproduksi yang meliputi perawatan ibu dan anak, program keluarga berencana, upaya pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual, serta penyediaan layanan aborsi yang aman.

3. Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR): PIK-KRR berfungsi sebagai pusat yang memberikan informasi terkait kesehatan reproduksi remaja, kontrasepsi, dan penyuluhan terkait infeksi menular seksual. Selain itu, PIK-KRR juga menawarkan layanan konseling khusus untuk remaja.

4. Program Tegar Remaja: Program ini bertujuan untuk mendorong perilaku sehat di kalangan remaja, termasuk mengedukasi mereka tentang pentingnya menunda aktivitas seksual dan menghindari perilaku seksual yang berisiko. Selain itu, program ini menekankan pentingnya keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

5. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Berbasis Sekolah: Pemerintah juga melaksanakan program pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah untuk memberikan informasi yang akurat kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas. Program-program ini bertujuan untuk mempromosikan perilaku yang sehat dan mencegah kehamilan remaja dan penyebaran infeksi menular seksual.

Semua kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia dan mengatasi berbagai kendala yang mereka hadapi dalam mengakses layanan kesehatan reproduksi. Meskipun demikian, pelaksanaan kebijakan-kebijakan ini masih menantang dan memerlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa remaja memiliki akses yang memadai ke layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif.

Transformasi positif melalui kebijakan kesehatan reproduksi remaja tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan individu, tetapi juga akan berdampak pada pembangunan berkelanjutan Indonesia. Dengan memitigasi masalah kesehatan reproduksi remaja, negara dapat mengendalikan pertumbuhan populasi, meningkatkan kualitas hidup remaja, dan memastikan bahwa generasi muda memiliki peluang yang lebih baik untuk masa depan yang lebih cerah. 

Dengan implementasi yang tepat dan berkelanjutan, kebijakan kesehatan reproduksi di Indonesia dapat memiliki dampak positif yang signifikan pada perkawinan usia muda, TFR, dan AKI, serta pada kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Keberhasilan implementasi kebijakan kesehatan reproduksi remaja akan membawa dampak positif yang signifikan dalam jangka panjang, tidak hanya bagi remaja, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ini adalah langkah yang penting dalam memajukan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual serta pembangunan berkelanjutan di negara ini.

SUMBER :

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH "PENTINGNYA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI REMAJA" (2020) 

https://dp3appkb.kalteng.go.id/artikel/pentingnya-pengetahuan-kesehatan-reproduksibagi-remaja.html 

Zainal Fatoni, Yuly Astuti, Sari Seftiani, Augustina Situmorang, Widayatun, Sri Sunarti Purwaningsih "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA: SEBELUM DAN SESUDAH REFORMASI" (2015)

 Rindang Ekawati "Karakteristik Sosial Ekonomi dan Kesehatan Maternal" (2011) 

https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/download/104/105

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun