Mohon tunggu...
Egan Amriel
Egan Amriel Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Pengusaha, Traveller

Pembelajar yang aktif dalam kegiatan pendidikan dan dunia bisnis. Senang dengan kegiatan pendakian, bagian dari merefleksikan diri sebagai hamba Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip

GUNUNG RAUNG: Antara Lanjut dan Nanti-Nanti Saja, Seekstrim Itukah?

6 Oktober 2024   12:00 Diperbarui: 6 Oktober 2024   12:07 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-7905-jpg-6702101e34777c4c582bf834.jpg
img-7905-jpg-6702101e34777c4c582bf834.jpg
                                                                                             Kaldera Gunung Raung (Dokumen Pribadi)

Apakah saya menulis ini untuk menakut-nakuti atau meremehkan jalur pendakian Raung? Justru saya menulis artikel ini sebagai bentuk keseruan pendakian kali ini. Beberapa lokasi memiliki suasana yang unik, bahkan ketika summit memiliki tantangan yang berbeda, tidak melulu hamparan pasir yang terus menanjak.

Menantang para pendaki, untuk mengalahkan keterbatasan pikirannya.

Walau begitu saya setuju bahwa Raung bukan untuk pendaki pemula.

Hal ini sama seperti dalam kehidupan kita, sering sekali kita mendapatkan banyak informasi agar kita waspada dan hati-hati namun ternyata itu bukan untuk kita menjadi mawas diri tetapi malah menjadikan respon kita jadi takut untuk melangkah.

Dalam dunia NLP (Neuro Linguistic Programming), dalam menyerap informasi eksternal, ada beberapa proses dalam pikiran manusia sampai akhirnya manusia akan memberikan respon. Awalnya kita sebagai manusia menggunakan panca indera yang sering dikenal VAKOG (Visual, Auditory, Kinesthtic, Olfactory, dan Gustatory) untuk memproses informasi-informasi tersebut. Sampai sistem ini mengkodekan informasi kedalam benak manusia dan kita akan memberikan respon, hindari atau lakukan.

Bahkan menurut Adi Gunawan, seorang pakar Hipnotherapy, Informasi maupun pengaruh yang kita terima bisa menjadi belief. Sesuatu hal yang bisa kita yakini sebuah kebenaran atas persetujuan kita. Jika sudah masuk system belief ini akan mempengaruhi perilaku kita baik itu negative atau positif. Belief membantu kita memprediksi akibat atau hasil dan membuat keputusan-keputusan untuk kedepannya.

Kita sudah bisa merasakan, semengerikan apa sehingga ada “alarm” di dalam otak kita untuk menghindari bahaya itu walau sebenarnya kita secara NYATA belum merasakan bahaya tersebut.

Memang disinilah pikiran manusia diuji, banyak dari kita yang sudah membatasi pikiran terlebih dahulu. Hal-hal seperti ini sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita. Pentingnya untuk menyaring informasi-informasi yang ada termasuk bagaimana kita merespon informasi-informasi yang ada karena itu akan menciptakan belief dan mempengaruhi perilaku kita.

Hari terakhir pendakian tepat waktu magrib sambil menunggu ojek basecamp menjemput, saya sempatkan untuk menyeruput kopi gratis dari Bu Sunarya. Rasa kopi lokal Raung dengan tambahan sedikit gula memang pas buat saya. Sungguh nikmat menyeruput kopi sambil berimajinasi pendakian selanjutnya kemana. Melewati batas-batas ketidak mampuan manusia padahal sebenarnya mereka mampu. Sering sekali kita yang membatasi itu, dari berbagai informasi yang menakutkan, nampaknya tidak mungkin padahal bisa kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun