Mohon tunggu...
Ega Kenanga
Ega Kenanga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan Mahasiswa dari Universitas Negeri Malang yang sedang menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis program studi Ekonomi Pembangunan. Saya suka menulis baik artikel atau cerita fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetaraan Gender: Bukan Gendernya yang Salah tapi Pola Pikirnya

22 Juni 2023   20:35 Diperbarui: 22 Juni 2023   20:38 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Timbulnya patriarki membuat perempuan sulit untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial lainnya dan membuat eksistensi perempuan seolah diacuhkan. 

R.A Kartini menjadi salah satu pahlawan yang berusaha memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia, yang pada kenyataannya sampai sekarang masih banyak ketimpangan gender, itu menandakan bahwa perjuangan yang selama ini dilakukan oleh R.A Kartini belum sepenuhnya berhasil. 

Setiap perempuan berhak untuk mengekspresikan dan mengembangkan potensi kemampuan yang ada dalam dirinya. Namun, belenggu budaya lah yang seolah menahan perempuan untuk terus maju. Pemikiran bahwa seorang perempuan akan berakhir menjadi seorang ibu rumah tangga menjadi alasan banyak perempuan Indonesia tidak dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Stigma buruk terhadap perempuan yang bersekolah tinggi juga menjadi salah satu akar permasalahannya. Perempuan yang bersekolah tinggi dianggap terlalu mandiri sehingga membuatnya sulit mendapatkan jodoh, lantaran laki-laki akan merasa minder jika disandingkan dengan perempuan ber-intelektual tinggi. 

Perempuan seolah berada pada masyarakat kelas dua, sehingga eksistensinya tidak terlihat di masyarakat. Jika kita telaah lebih lanjut, seorang perempuan yang memiliki intelektual tinggi tentunya dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga atau bahkan negara. 

Seperti kutipan yang di ucapkan oleh Menteri Keuangan Indonesia bahwa perempuan memiliki andil besar dalam membantu meningkatkan perekonomian melalui pasar tenaga kerja. Bayangkan saja, jika perempuan diberi kesempatan yang sama untuk meningkatkan potensi dirinya maka itu akan menambahkan SDM yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia pekerjaan. Dimana hal ini dapat membantu meningkatkan perekonomian Indonesia baik melalui bisnis-bisnis baru atau melalui kontribusi perempuan sebagai pekerja.

Banyak aksi-aksi demontrasi yang bertujuan membela hak perempuan, namun tidak sedikit juga aksi-aksi tersebut tidak membuahkan hasil. Nyatanya, aksi demontrasi yang dilakukan oleh masyarakat hanya dianggap 'rengekan seorang bayi' oleh pemerintah. Lantas apa yang harus kita lakukan untuk memperjuangkan hak perempuan-perempuan Indonesia?.

Kita sebagai perempuan harus lebih berani dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Kita sebagai perempuan tidak boleh sekalipun putus semangat dalam mengejar cita-cita. Tuntutan orang tua yang seolah tidak mengikhlaskan anak perempuannya bersekolah tinggi dengan mengatas namakan agama seolah menjadi pagar penghalang perempuan untuk mengejar cita-citanya. Bukankah tuhan menyukai orang-orang yang berpikir cerdas?

Lagipula tidak ada larangan dalam agama manapun, yang mengatakan bahwa seorang perempuan tidak boleh bersekolah tinggi. Perempuan perlu lebih berani dalam menentukan jalan hidupnya, jangan lagi terpaku pada budaya. Bukan berarti harus melupakan budaya di tanah kelahiran, namun perempuan harus mampu memilah budaya mana yang harus di ikutinya. Serta perlunya peningkatan kesadaran atas hak kesetaraan gender bagi calon pekerja perempuan, dapat berupa seminar-seminar yang mengangkat tema kesetaraan gender.

Last but not least,  kesetaraan gender merupakan permasalahan global yang harus kita tangani secara global pula. Perjuangan perempuan Indonesia tidak boleh terhenti pada perjuangan R.A Kartini saja. Kesenjangan gender masih terus terjadi, diskriminasi pada perempun juga masih terus terjadi, itu menjadi tanda kita sebagai perempuan zaman ini untukterus menumbuhkan kartini-kartini muda dalam diri kita demi memperjuangkan hak perempuan. Predikat 'perempuan' bukan menjadi sumber masalah melainkan pada pola pikir masyarakat lah yang masih tertahan dalam budaya yang kolot. Jika demontrasi tidak mampu membantu perempuan menyuarakan haknya bukan berarti perempuan harus menyerah.

Melainkan perempuan harus terus maju sampai hak-hak tersebut didapatkan. Jadilah ibu yang berpikir kritis, sehingga menghasilkan pemikiran-pemikiran kritis lainnya kelak. 

"Sampai kapanpun, kemajuan perempuan itu ternyata menjadi faktor penting dalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun