Mohon tunggu...
Ega Farrel Habibullah
Ega Farrel Habibullah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Saya Ega Farrel Habibullah, seorang mahasiswa S1 Teknik Material dan Metalurgi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang memiliki ketertarikan yang kuat pada penelitian industri. Saat ini, saya merupakan anggota aktif dari INDOCOOR ITS SC, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam ilmu korosi dan metode pencegahannya. Saya juga memiliki pengalaman langsung dari magang saya sebagai perancang teknis CAD dan sebagai mentor AutoCAD Pro.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Moderasi Beragama Indonesia:Peran Generasi Muda dalam Membangun Harmoni Masyarakat Pluralis

24 Desember 2024   11:36 Diperbarui: 24 Desember 2024   11:36 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Pluralisme antar Umat Beragama

Indonesia sebagai negara dengan keragaman budaya, agama, suku, dan ras, memiliki tantangan besar dalam menjaga keharmonisan sosial di tengah masyarakat yang pluralis. Moderasi beragama menjadi kunci untuk memfasilitasi pemahaman dan toleransi antar umat beragama dalam menghadapi perbedaan ini. Pelaksanaan moderasi dalam berbagai aspek kehidupan merupakan langkah yang penting dan harus diterapkan, dengan tujuan menghindari perilaku ekstrim dan mendorong sikap positif dalam masyarakat yang beragam agama. Pendekatan moderasi agama memiliki peran penting dalam mencegah dan mengatasi konflik serta klaim absolut, subjektivitas, dan penolakan yang dogmatis terhadap keyakinan agama. Selain itu, ini juga merupakan upaya untuk melawan radikalisme dan pandangan sekuler. Prinsip utama dari moderasi agama adalah memupuk sikap toleransi sebagai cara terbaik untuk menangani pandangan yang absolut dalam agama, serta menyikapi sektarianisme yang dapat mengganggu harmoni dalam kehidupan beragama. Pemahaman ini penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan sosial, kebangsaan, dan negara. Generasi muda memiliki peran penting dalam membangun kerukunan, karena mereka adalah agen perubahan yang dapat membawa nilai-nilai toleransi ke dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah telah mengatur dalam UUD NKRI tahun 1945 pasal 281 ayat 1 dan UU no 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 22 ayat 1 dan 2. Secara garis besar kedua pasal tersebut telah mengatur dan menjamin hak seluruh masyarakat Indonesia untuk bebas memilih dan menentukan agama manapun yang mereka percayai tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun dan harus berasal dari hati nurani. Dalam kehidupan politik kebangsaan, konflik yang menggunakan kekerasan merupakan suatu realitas yang tidak membutuhkan pembenaran moral, karena kekerasan memiliki kualitas pembaruan, membebaskan manusia untuk mengikuti ketentuan tidak rasional dari sifat bawaannya sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi bagaimana generasi muda, khususnya melalui inisiatif moderasi beragama, dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Terdapat tiga perspektif utama yang menonjol dari pemikiran Ibn Khaldun mengenai konflik, ketiga perspektif tersebut berkaitan langsung dengan kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat pada masa hidupnya. Pertama, perspektif psikologis yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial diantara berbagai kelompok manusia (keluarga, suku, dan lainnya). Kedua, fenomena politik yang berhubungan dengan tujuan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, dan negara. Ketiga, fenomena ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi baik Tingkat individu, keluarga, maupun kelompok Masyarakat dan Negara. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2019), moderasi beragama di Indonesia dipandang sebagai langkah yang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan keberagaman. Penelitian ini menggambarkan bagaimana Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Surabaya menjadi salah satu contoh implementasi moderasi beragama yang efektif. Rohmawati (2019) menekankan bahwa pendekatan moderat tidak hanya sekadar teori, tetapi sebuah praktik yang harus diterjemahkan dalam bentuk kegiatan konkret, seperti diskusi lintas agama, pelatihan, dan edukasi yang melibatkan generasi muda. Generasi muda, dalam hal ini, diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam memperjuangkan harmoni, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan saling menghormati. Rohmawati (2019) juga menyebutkan pentingnya peran media dan teknologi digital dalam mendukung pendidikan toleransi kepada anak muda yang berada dalam dunia yang semakin terhubung secara global. Selain itu, Luthfiah (2024) dalam jurnalnya yang berjudul "Moderasi Beragama di Indonesia: Membangun Toleransi dan Kerukunan dalam Masyarakat Pluralis" menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah pendekatan yang dapat menjembatani perbedaan, baik dalam agama, budaya, maupun sosial. Luthfiah (2024) menekankan bahwa moderasi beragama harus terintegrasi dalam pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dengan tujuan untuk membentuk sikap toleran dan demokratis di kalangan generasi muda. Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, pendidikan multikultural dan pengembangan karakter toleransi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga keutuhan bangsa. Luthfiah (2024) juga mengungkapkan bahwa generasi muda perlu dilibatkan dalam berbagai platform untuk memperkenalkan moderasi beragama, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal. Ini sejalan dengan pendapat Rahmawati (2019), yang juga menekankan pentingnya ruang dialog dan kolaborasi antarumat beragama di kalangan pemuda sebagai fondasi bagi terciptanya masyarakat yang harmonis. Forum Komunikasi Generasi Muda antar Umat Beragama atau yang lazim disebut FORKUGAMA provinsi Jawa Timur, beranggotakan para pemuda yang merupakan wakil dari tiap- tiap majelis Agama di provinsi Jawa Timur, dari pemuda Hindu (Organisasi Perada Provinsi Jawa Timur), pemuda Budha (Organisasi Buddhis Muda Indonesia/BUMI), pemuda Konghucu (Organisasi Gerakan Pemuda Konghucu/ Gema Konghucu), Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, dan dari perwakilan pemuda Islam (Organisasi pemuda NU dan Muhammadiyah). Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA) hadir dalam masyarakat untuk memberi contoh kepada masyarakat yang masih intoleran terhadap masyarakat lain agar mereka bisa berubah menuju sikap toleransi. Sebagai individu maupun kelompok harus memiliki kesadaran bahwa tujuan dari sebuah masyarakat adalah keseimbangan kehidupan di tengah kemajemukan yang ada. Oleh karena itu, menjadi bagian dari sistem, individu maupun kelompok harus berfungsi dengan baik untuk menjaga keseimbangan kehidupan bermasyarakat seperti konsep syarat yang ditawarkan oleh Talcott Parsons, dan konsep ini telah dipraktekkan oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA). Komunitas Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama inilah yang akan menjadi fokus kajian pada penelitian ini, tentang bagaimana komunitas ini dapat berfungsi sebagai penjaga toleransi dalam Membangun Harmoni Masyarakat Pluralis. Esai ini akan membahas bagaimana moderasi beragama dapat diimplementasikan oleh generasi muda Indonesia dalam membangun harmoni masyarakat pluralis. Dengan mengeksplorasi perspektif berbagai kajian dan inisiatif, termasuk yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA), esai ini akan menyoroti pentingnya toleransi, kerja sama, dan peran strategis generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman. Permasalahan Utamanya merupakan Moderasi beragama secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan dalam beragama yang menekankan pada sikap tenggang rasa, penghargaan terhadap perbedaan yang ada, serta mendukung dialog antaragama. Moderasi beragama berusaha mendorong untuk mampu memahami dan menerima bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai universal yang didalamnya mengajarkan cinta, perdamaian, dan kebaikan. Di Indonesia, walaupun penduduknya menganut agama Islam, namun juga diharuskan untuk hidup berdampingan dengan agama-agama lainnya, sehingga moderasi beragama merupakan sebuah keharusan dan kehadirannya memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan dan kedamaian sosial. Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama, etnis, dan budaya, yang menjadikannya salah satu contoh pluralisme terbesar di dunia. Dalam konteks ini, moderasi beragama menjadi sangat signifikan untuk menjaga stabilitas sosial dan politik. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa keberagaman yang ada tidak menimbulkan gesekan sosial, tetapi justru memperkaya kehidupan bermasyarakat. Tanpa moderasi beragama, potensi konflik antar kelompok agama dapat meningkat, yang berpotensi mengganggu keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, moderasi beragama memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian, menyatukan perbedaan, dan memperkuat rasa persatuan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Tujuan utama dari moderasi beragama adalah untuk menciptakan harmoni di tengah-tengah keberagaman yang ada, khususnya antar umat beragama. Selain itu, moderasi beragama juga berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat hubungan sosial antar individu, menciptakan ruang dialog, dan memfasilitasi kerjasama lintas agama dalam menyelesaikan isu-isu sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi bangsa. Indonesia adalah negara multikultural, Keberagaman tersebut dapat bersatu diatas perbedaan yang ada sehingga menjadi negara yang merdeka pada tahun 1945, hal tersebut bisa terjadi karena para pendiri bangsa meletakkan bhineka tunggal ika sebagai semboyan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masa depan keberagaman menjadi sesuatu yang sangat penting, mengingat banyak tantangan di era perkembangan zaman yang semakin berkembang, sehingga generasi penerus bangsa khususnya pemuda harus memiliki jiwa nasionalisme dan jangan mudah terpengaruh dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Hal tersebut menjadi sangat penting untuk menjadi pusat perhatian, karena derasnya arus informasi yang berkembang di media sosial. Keberagaman yang ada di Indonesia memang memberikan banyak potensi bagi perkembangan budaya, tetapi juga membawa tantangan besar dalam menciptakan kehidupan yang harmonis. Salah satu tantangan utama adalah terjadinya konflik antar kelompok yang berbeda agama atau etnis. Perbedaan pandangan dan interpretasi agama dapat memicu ketegangan, bahkan kekerasan, yang merusak perdamaian dan stabilitas sosial. Konflik ini seringkali disebabkan oleh ketidakpahaman terhadap ajaran agama lain, atau ketakutan akan kehilangan identitas budaya dan agama. Selain itu, diskriminasi terhadap kelompok tertentu, baik berdasarkan agama, ras, maupun status sosial, masih sering terjadi di Indonesia. Diskriminasi ini bisa dalam bentuk pengucilan, stereotip negatif, atau perlakuan tidak adil dalam bidang pendidikan, pekerjaan, atau akses terhadap layanan publik. Tak kalah penting, ketidaksetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi dan politik, juga sering menjadi sumber ketegangan antar kelompok, yang memperburuk hubungan sosial di masyarakat. Tantangan-tantangan ini menuntut adanya upaya yang lebih serius dalam membangun kesadaran tentang pentingnya moderasi beragama dan keberagaman sebagai bagian dari identitas bangsa. 

Gambar Pluralisme antar Umat Beragama
Gambar Pluralisme antar Umat Beragama
Dalam masyarakat yang pluralis seperti Indonesia, menjaga toleransi dan persatuan adalah hal yang sangat krusial untuk menghindari perpecahan. Toleransi adalah pondasi utama dalam menciptakan ruang yang aman bagi setiap individu untuk menjalani kepercayaan dan budaya mereka masing-masing tanpa rasa takut atau terancam. Dengan mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati, kita dapat mencegah ketegangan yang dapat berujung pada konflik atau kekerasan. Generasi muda memiliki peran yang sangat penting sebagai agen perubahan dalam moderasi beragama karena mereka merupakan kelompok yang lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Di tengah tantangan keberagaman yang ada, generasi muda memiliki kemampuan untuk mengubah paradigma lama yang cenderung eksklusif dan intoleran, menjadi lebih inklusif dan menghargai perbedaan. Mereka lebih banyak terpapar dengan informasi yang beragam melalui teknologi, sosial media, dan pendidikan, yang memungkinkan mereka untuk memiliki pemahaman yang lebih luas dan kritis terhadap perbedaan agama. Pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk karakter toleransi di kalangan pemuda. Sejak dini, pendidikan dapat mengenalkan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman sebagai bagian dari pembelajaran kehidupan. Di sekolah dan perguruan tinggi, pemuda tidak hanya memperoleh ilmu pengetahuan akademis, tetapi juga pembelajaran tentang bagaimana hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang agama, budaya, dan suku yang berbeda. Melalui kurikulum yang mengajarkan tentang pluralisme, sejarah Indonesia, serta pentingnya moderasi beragama, pendidikan dapat memberikan dasar yang kuat bagi pemuda untuk memahami dan menghargai perbedaan. Banyak generasi muda di Indonesia yang aktif menginisiasi berbagai kegiatan yang mendukung moderasi beragama. Salah satu contoh yang menonjol adalah kegiatan diskusi lintas agama yang melibatkan pemuda dari berbagai latar belakang agama untuk berbagi pandangan dan pengalaman mereka dalam hidup berdampingan. Diskusi semacam ini membuka ruang untuk saling memahami dan mengurangi ketegangan antar kelompok agama. Selain itu, kegiatan sosial yang melibatkan berbagai kelompok agama juga sering digelar, seperti bakti sosial bersama, penyuluhan kesehatan, atau membantu korban bencana, yang mencerminkan semangat gotong royong tanpa memandang perbedaan. Kampanye toleransi yang dilakukan oleh pemuda melalui media sosial juga semakin banyak ditemukan, di mana mereka menyebarkan pesan-pesan damai dan menghargai perbedaan. Misalnya, dengan membuat video, poster, atau tulisan yang menekankan pentingnya saling menghormati, serta mengajak teman-teman sebayanya untuk ikut serta dalam gerakan moderasi beragama. Inisiatif-inisiatif ini sangat membantu dalam memperkenalkan konsep moderasi beragama kepada masyarakat luas, serta menunjukkan bahwa generasi muda dapat menjadi motor penggerak perubahan positif. Studi kasus mengenai Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Surabaya, yang diteliti oleh Rahmawati (2019), menunjukkan bagaimana generasi muda dapat berperan aktif dalam moderasi beragama melalui platform diskusi dan kolaborasi antar umat beragama. Forum ini menjadi wadah bagi pemuda dari berbagai agama untuk bertemu, berdiskusi, dan merumuskan solusi bersama terhadap isu-isu sosial yang berkaitan dengan keberagaman. Melalui forum ini, para peserta tidak hanya membahas masalah-masalah agama, tetapi juga mengangkat isu-isu sosial lainnya, seperti ketidaksetaraan, diskriminasi, dan kekerasan antar agama. Radikalisme dan intoleransi di kalangan pemuda menjadi tantangan besar dalam membangun masyarakat yang harmonis, terutama di negara seperti Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemuda yang terpapar dengan ideologi ekstrem sering terjebak dalam pola pikir yang menganggap kelompok mereka lebih unggul, yang berujung pada sikap intoleransi terhadap perbedaan. Proses radikalisasi ini diperburuk oleh pengaruh media sosial yang dapat memperburuk polarisasi sosial. Di platform digital, narasi radikal dan kebencian sering mendapat perhatian lebih, memperkuat kesenjangan antar kelompok dan menciptakan "echo chambers" yang hanya mengizinkan interaksi dengan pandangan yang sama. Media sosial juga mempermudah penyebaran hoaks dan informasi menyesatkan yang memperburuk ketegangan antar kelompok agama. Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai moderasi beragama menjadi salah satu akar masalah, di mana pemuda yang tidak memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya saling menghargai perbedaan lebih mudah terpengaruh oleh pandangan ekstrem. Tanpa pendidikan yang menekankan moderasi dan toleransi, pemuda dapat dengan mudah terjebak dalam sikap intoleransi. Selain itu, faktor politik dan ekonomi turut mempengaruhi persepsi toleransi di masyarakat. Ketegangan politik seringkali dimanfaatkan untuk memecah belah masyarakat dengan memainkan isu agama, sementara ketidaksetaraan ekonomi menciptakan rasa ketidakpuasan yang dapat dimanfaatkan untuk memperburuk polarisasi. Semua faktor ini saling berkaitan dan memperburuk situasi, namun dengan pendidikan yang tepat, pemahaman tentang moderasi beragama, dan upaya bersama untuk memperbaiki kondisi sosial-politik-ekonomi, generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang mempromosikan toleransi dan keharmonisan di tengah keberagaman. Penguatan peran pendidikan dalam mengajarkan moderasi beragama sangat penting untuk menciptakan pemuda yang memiliki wawasan luas dan sikap toleran terhadap perbedaan. Pendidikan yang menekankan nilai-nilai moderasi dapat mengajarkan pentingnya hidup berdampingan secara damai, menghargai perbedaan keyakinan, dan menghindari sikap ekstrem.Kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran tentang keberagaman dan toleransi beragama akan membantu membentuk karakter pemuda yang lebih terbuka dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan. Di sisi lain, pemanfaatan media sosial dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk kampanye toleransi dan moderasi. Dengan akses yang luas ke platform digital, pesan-pesan positif yang mengedepankan toleransi dan menghargai perbedaan dapat dengan mudah disebarkan kepada audiens yang lebih besar. Generasi muda, yang sangat aktif di media sosial, dapat memanfaatkan ruang ini untuk mengedukasi dan menyebarkan narasi yang mendukung kerukunan antar umat beragama. Selain itu, program dan inisiatif yang diambil oleh organisasi pemuda dan komunitas agama juga sangat berperan dalam menciptakan suasana toleransi. Kegiatan diskusi lintas agama, pelatihan toleransi, serta kolaborasi dalam aksi sosial dapat menjadi sarana untuk mempererat hubungan antar kelompok yang berbeda. Terakhir, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial sangat diperlukan untuk mengoptimalkan upaya ini. Pemerintah bisa mendukung melalui kebijakan yang mendukung moderasi beragama, lembaga pendidikan berperan dalam menyampaikan materi pendidikan yang inklusif, dan organisasi sosial dapat membantu menjembatani komunikasi antar komunitas. Sinergi antara ketiga pihak ini akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis, di mana toleransi dan moderasi beragama dapat tumbuh dengan baik.  Oleh karena itu, untuk membangun masyarakat Indonesia yang harmonis dan toleran di tengah keberagaman, perlu adanya upaya kolektif yang melibatkan berbagai pihak, terutama generasi muda. Radikalisme dan intoleransi yang semakin meningkat di kalangan pemuda harus segera diatasi dengan memperkuat pendidikan yang mengajarkan moderasi beragama, serta memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk kampanye toleransi. Pendidikan yang menekankan nilai-nilai keberagaman dan toleransi akan membentuk karakter pemuda yang bijaksana dalam menyikapi perbedaan. Selain itu, pemuda juga harus dilibatkan dalam berbagai program dan inisiatif yang mendukung moderasi beragama, seperti kegiatan lintas agama dan aksi sosial. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial menjadi kunci penting untuk mewujudkan lingkungan yang lebih inklusif dan harmonis. Melalui sinergi ini, kita dapat menciptakan generasi muda yang tidak hanya toleran, tetapi juga aktif berperan dalam memperkuat moderasi beragama dan menjaga keharmonisan sosial. Moderasi beragama memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan masyarakat Indonesia yang multikultural. Seiring dengan semakin berkembangnya keragaman sosial, budaya, dan agama, moderasi beragama menjadi kunci untuk membangun toleransi dan mengurangi potensi konflik di antara umat beragama. Generasi muda memiliki posisi yang sangat strategis dalam menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama, terutama melalui pendidikan dan kegiatan sosial yang mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan. Melalui forum-forum lintas agama seperti yang diinisiasi oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Surabaya (Rohmawati, 2019), generasi muda dapat berperan aktif dalam mempromosikan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan kerukunan. Selain itu, dengan pemanfaatan media sosial dan teknologi digital, generasi muda dapat memperluas jangkauan pendidikan moderasi beragama secara lebih efektif di seluruh lapisan masyarakat. Namun, meskipun upaya moderasi beragama telah banyak dilakukan, tantangan dan hambatan seperti radikalisasi, intoleransi, dan polarisasi masih sering muncul, terutama di kalangan pemuda. Luthfiah (2024) dalam penelitiannya juga menyoroti pentingnya integrasi moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan formal, dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, guna membentuk karakter toleransi yang lebih kuat di kalangan pemuda. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai moderasi beragama di kalangan generasi muda, yang dapat dilakukan melalui berbagai saluran pendidikan dan media. Untuk memperkuat moderasi beragama di kalangan generasi muda, ada beberapa langkah yang perlu diambil. Pertama, integrasi moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan formal harus diperkuat, dengan menekankan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan. Pendidikan multikultural yang berbasis pada Pancasila dapat menjadi landasan yang kuat untuk membentuk generasi yang lebih inklusif dan demokratis. Kedua, lembaga pendidikan, baik formal maupun non-formal, perlu lebih aktif dalam menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan pemuda dalam dialog lintas agama, seminar, dan proyek sosial yang mengedepankan nilai-nilai moderasi. Melalui kegiatan ini, pemuda dapat dilatih untuk berkolaborasi dan bekerja sama meskipun memiliki perbedaan keyakinan. Selain itu, penggunaan media sosial yang semakin meluas dapat dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk menyebarkan pesan-pesan toleransi dan moderasi beragama. Generasi muda, yang cenderung aktif di dunia digital, dapat menjadi agen penyebar informasi yang benar dan konstruktif, menghindari informasi yang bersifat provokatif dan membangun polarisasi. Inovasi dalam penggunaan platform digital untuk kampanye toleransi dan moderasi beragama dapat menjadi solusi yang efektif dalam membentuk sikap inklusif di kalangan generasi muda. Akhirnya, kolaborasi antara pemerintah, organisasi sosial, dan komunitas pemuda sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung moderasi beragama. Program-program pemerintah yang mendukung dialog antaragama dan pelatihan toleransi bagi generasi muda perlu diperluas, agar lebih banyak pemuda yang terlibat dalam upaya menjaga harmoni sosial. Inovasi dalam bentuk kursus, lokakarya, dan seminar lintas agama yang melibatkan berbagai pihak akan semakin memperkuat kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat tetap menjadi negara yang menjunjung tinggi keragaman, toleransi, dan persatuan di tengah perbedaan.

Daftar Pustaka

Rohmawati, D. (2019). Toleransi Beragama Perspektif Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Surabaya. Tesis, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Lauer, R.H., 1989. Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Aksara.

Albert Tito Setiawan, Rr Nanik Setyowati, "Implementasi Strategi Komunitas Gusdurian Surabaya Dalam Menanamkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Pada Para Anggota Melalui Kelas Pemikir Gus Dur",Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume. 06, Nomor 2, jilid II, (2018), 459.

Hakimul Ikhwan Affandi, Konflik Sepanjang Zaman : Elaborasi Pemikiran Ibn.Khaldun (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004),

Lampiran SK Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Jawa Timur periode 2013-2016 tentang Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Provinsi Jawa Timur Periode 2013-2016.

Widiatmaka, P., Hidayat, M.Y., Yapandi, R., & Rahnang, R. (2022). Pendidikan multikultural dan pembangunan karakter toleransi. JIPSINDO (Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia), 9(2), pp. 119-133.

Luthfiah, N. (2024). Moderasi Beragama di Indonesia: Membangun Toleransi dan Kerukunan dalam Masyarakat Pluralis. Journey-Liaison Academia and Society, Vol. 3, No. 1, pp. 64--86.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun