Mohon tunggu...
Ega Ardiana
Ega Ardiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Love about art

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rembulan, Teman Perjalanan

12 Mei 2024   16:56 Diperbarui: 12 Mei 2024   17:31 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: PEXELS/ Nacho Monge

Pukul delapan malam, suasana luar sudah sepi, dan hanya ada suara angin yang berhembus. Begitu juga toko roti Lusi, hanya ada dia, bangku-bangku kosong, serta etalase roti yang hampa. Tapi Lusi bahagia karena hari ini tidak banyak roti yang tersisa. Hanya ada dua donat dengan toping keju dan coklat. 

"Aku bisa membawa donat ini pulang, untuk makan malam hari ini," Ucap Lusi, senyum bahagia terpancar dari wajahnya. 

Segera dia bersiap-siap untuk meninggalkan toko. Tapi Lusi si rajin, dia tidak ingin meninggalkan toko dengan keadaan berantakan. Lusi menyapu ruangan hingga bersih kembali, setelah itu dia mematikan lampu-lampu yang tidak digunakan. Baru kemudian, Lusi keluar dan mengunci pintu toko.

Sejenak Lusi terdiam, melihat suasana Selasa malam ini. Sangat sepi, semua orang mungkin sudah sampai rumah dan istirahat. Tidak berpikir untuk keluar rumah karena sepanjang hari yang melelahkan.

"Sepi tidak masalah, ada bulan yang bersinar terang. Jalanan akan terasa berbeda malam ini, lampu-lampu jalanan yang redup dibantu sinar bulan yang sangat terang. Aku bisa sedikit bernyanyi saat menyetir motor nanti."

"Meong, meong, meong," Suara kucing,

"Wah, kucing ini lagi. Kenapa kamu datang saat toko sudah ditutup?"

"Meong," 

Kucing putih dengan kedua telinga berwarna orange, sepertinya sengaja datang setiap hari setelah toko ditutup. Kucing berbulu tebal bersuara lembut, menyapa Lusi yang terlihat letih saat sampai di tempat parkir. 

"Aku mungkin terlihat lelah kucing, tapi aku bahagia hari ini. Apa kamu mau donat?" Lusi mencuil setengah bagian donat dan diberikan ke kucing. 

"Segini saja, kamu akan kenyang dan bisa tidur malam dengan nyenyak." Ucap Lusi, ukuran donat cukup besar. Setengah bagian saja pasti sudah membuat kucing kenyang.

"Meong," Setelah itu kucing lari dan membawa donat dengan dia gigit di mulutnya.

Lusi tersenyum, dia lanjut menuju motor, memakai helm, lalu menyalakan motor kesayangannya. Perlahan-lahan dia keluar dari wilayah toko roti miliknya menuju jalanan sepi dengan lampu-lampu redup yang entah sampai kapan akan tetap redup seperti itu.

"Sudah aku duga, lebih terang karena cahaya rembulan." 

Benar yang Lusi pikir, dia lalu menepati ucapannya dengan bersenandung kecil.

"Suara senandungku bagus juga ya, merdu," 

Sengaja Lusi tidak mempercepat laju motornya, dia ingin menikmati waktu malam ini. Malam rembulan terang-benderang, sebut saja malam bulan purnama. 

"Auuuuuuuuuuu,"

"Apa itu suara serigala? Mengaum? Kenapa seperti di film-film? Aku seperti pemeran utama yang sendirian dan melewati jalan sepi di iringi auman serigala. Apa karena itu banyak orang yang tidak keluar malam ini? Tapi tenang saja Lusi, suara itu jauh. Dan kamu ingin bersantai saat ini."

Lusi mengajak bicara dirinya sendiri, hal itu agar dia tidak takut. Karena perjalanan menuju rumah juga masih cukup jauh. 

"Loh, loh,...kok motornya jalannya aneh," Akhirnya Lusi memutuskan untuk berhenti, turun dari motor, dan melihat ke arah motornya.

"Wah, bannya kempes. Kempes di jalanan yang sepi begini,"

Lusi terkejut, lalu dia terdiam. Setelah itu Lusi duduk di pinggir jalan memikirkan solusi agar dia cepat pulang.

"Aku memang suka suasana malam ini, tapi bukan begini. Ban tiba-tiba bocor, jalanan sepi, dan sekarang perutku berbunyi." 

Lusi duduk termenung sambil melihat ke arah langit. Melihat ke arah bulan dan bintang, juga merasakan dinginnya suasana yang semakin malam. Bahkan dia lupa mencopot helm yang dia pakai.

"Aku harap tidak ada cerita horor seperti di film-film. Bus hantu, kabut tebal tiba-tiba datang, atau suara serigala yang bersahutan. Oh, aku lapar" Lusi masih saja mengeluh lapar, tanpa mengingat kalau ada donat yang dia bawa dari toko.

"Oh, iya. Untung aku tadi bawa bekal dari toko." Lusi mengambil donat yang ditaruh di jok motornya tadi. "Aku makan setengah donat saja, sisa berbagi dengan kucing tadi untuk mengganjal rasa lapar."

Dia makan donat dengan lahap, hanya setengah bagian tapi cukup untuk mengurangi rasa laparnya, "Ternyata makan malam hari ini benar-benar ditemani sinar rembulan dengan drama ban kempes. Pemandangan alam yang indah, tapi hal yang menimpaku tidak menyenangkan," Kemudian Lusi mengambil handphone yang ada dalam tas. 

"Ternyata sinyal di jalanan ini juga buruk. Mungkin di sekitar sini ada bengkel, aku tuntun saja motornya."

Keputusan yang Lusi ambil adalah menuntun motornya hingga dia bertemu bengkel. Akan melewati jalan yang sepi di jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. 

Kring...kring...kring... Suara bel sepeda

"Bel sepeda?" Lalu Lusi menengok ke belakang.

"Kenapa motornya?" Seorang pria muda berkumis tipis dan memakai topi berwarna biru, bertanya pada Lusi.

"Bannya kempes, bocor terkena paku."

"Dan kamu sendirian di jam begini, untung saja tidak dibegal."

"Dan saya harap kamu bukan salah satu anggota begal," Balas Lusi

"Tampang anak baik seperti aku tentu bukan begal. Justru aku bisa membantu wanita yang kesusahan ini. Biar aku saja yang menuntun motor milikmu dan kamu naik sepeda punyaku. Bengkel tidak jauh dari sini, sekitar lima ratus meter juga sudah sampai,"

"Tapi, saya tidak pernah lihat bengkel di sekitar sini."

"Memang tidak tepat di pinggir jalan, tapi di samping pertokoan sana. Kelihatan 'kan lampu-lampu itu?" Ucap si pria muda sambil menunjuk ke arah pertokoan.

"Oh, begitu ya, terima kasih sudah membantu,"

"Sama-sama, ini kunci motornya. Biar kamu yakin kalau aku bukan anggota begal," Pria itu memberikan kunci motor pada Lusi. 

Sebenarnya Lusi agak heran, dari mana pria itu datang. Kenapa malam-malam dia bersepeda sendirian. Tapi kalau dia tidak membantu Lusi, mungkin Lusi akan benar-benar olahraga malam ini. Mendorong motor sejauh yang tidak dia kira.

Pria muda itu menuntun motor Lusi, disusul Lusi yang membuntuti dari belakang. Lusi mengayuh sepeda dengan pelan-pelan agar tidak menyalip orang yang sudah membantunya.

Tidak terasa lama, akhirnya sampai di bengkel. Berkali-kali Lusi melewati jalan yang sama, dia baru sadar jika ada pertokoan di sana.

"Kamu bisa duduk dulu, akan saya perbaiki ban motornya,"

"Iya, hmm Pak."

"Kenapa panggil Pak?! Sepertinya kita seumuran,"

"Karena baru kenal," 

"Mau tanya apa?"

"Kenapa malam-malam bersepeda sendirian?"

"Saya cuma mau lihat pemandangan malam, mumpung bulan bersinar terang. Jalanan juga tidak ramai, jadi bisa lebih bebas naik sepeda."

"Oh, iya. Ya sudah, saya tunggu perbaikan motornya,"

Lusi menunggu sekitar tiga puluh menit, untung saja ban motornya hanya perlu ditambal saja. Selesai diperbaiki, Lusi membayar dengan uang lebih ke pria yang sudah membantunya.

"Ini kebanyakan,"

"Anggap saja rezeki yang memang harus kamu terima,"

"Akan saya gunakan untuk berbagi saja,"

"Ide yang bagus, terima kasih banyak ya."

"Saya juga terima kasih, hati-hati di jalan. Atau kalau merasa takut, lihat saja pemandangan langit, rembulan bisa jadi teman perjalanan yang spesial." Ucap pria muda itu,

Lusi tersenyum dan kembali menaiki motornya lagi. Tangan kirinya sempat melambai ke arah orang yang membantunya. Lalu dia melanjutkan perjalanan yang semakin malam ini dengan harapan tidak ada cobaan. Agar dia benar-benar bisa pulang ke rumah tanpa menunggu waktu yang lama.

Memang tidak ada cobaan yang tidak menyenangkan untuk perjalanan Lusi. Tapi Lusi terpesona dengan pemandangan langit di atas sana. Dia pun mengendarai motor dengan pelan dan senandung kecilnya  dimulai kembali. Benar-benar rembulan yang menemani perjalanan Lusi malam ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun