Mohon tunggu...
Efrydinata Putra
Efrydinata Putra Mohon Tunggu... -

Ybs punya banyak keinginan yang belum kesampaian dan belum diperjuangkan. Ybs, sejak mengisi Deskripsi Profil ini berniat untuk bertaubat dan lebih rutin menulis, salah satu dari banyak keinginan yang belum kesampaian dan belum diperjuangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polisi Tidur

12 Oktober 2013   07:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:39 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja selesai bersepeda. Keliling komplek, main ke jalan raya, gowes-rem, gowes-rem, belok, berhenti untuk membeli sarapan, gowes-rem, gowes-rem, belok, berhenti, parkir sepeda, masuk rumah.

Selama di perjalanan saya menyadari (sebenarnya saya  tahu sudah lama, saya tidak secuek itu tapi ya baru kepikiran sekarang keanehannya) betapa banyak polisi tidur di lingkungan perumahan saya. Bukan Pak Polisi atau Bu Polisi yang berbaring tidur di jalan, bukan. Saya yakin anda tahu maksud saya.

Begitu banyaknya sampai-sampai rasanya setiap 10-20 meter pasti ada polisi tidur. Ini menyebalkan. Kemudian setelah menerima wangsit entah dari mana, saya berpikir. Dari mana asalnya sebutan polisi tidur ini. Padahal kan  (setahu saya) bahasa Inggrisnya speed bump atau road hump, atau yang lain lah yang saya tidak tahu juga. Saya tidak begitu paham betul lah itu yang namanya bahasa Inggris.

Mengenai penamaan "polisi tidur" ini, beberapa melayangkan joke mengenai polisi yang kerjanya tidur-tiduran malas dinyatakan pantas untuk digilas oleh kendaraan yang melintas (wow, rima). Tapi saya tidak begitu sependapat.

Menurut saya penamaan ini lebih kepada kondisi masyarakat Indonesia yang tidak tertib berlalu-lintas. Terobos lampu merah, bikin SIM pakai calo, ngebut di daerah padat atau perumahan, belok sembarangan, dll. tidak perlu saya jabarkan satu-persatu lah. Anda tambahkan sendiri.

Tapi masyarakat Indonesia masih hormat (baca:takut) dengan yang namanya polisi lalu-lintas. Jadi kalau ada polisi dalam jangkauan pandangan mata, maka niscaya masyarakat menjadi taat lalu-lintas. Tidak berani ngebut, tidak berani tidak pakai helm, tidak berani ugal-ugalan.

Dari situlah polisi tidur dinamakan polisi tidur. Kita seolah diawasi, tidak bisa ngebut seenaknya. Mau ngebut juga? Siap-siap terbang.

Jadi begitu. Menurut saya. Potret buram kesadaran masyarakat Indonesia dalam berkendara di jalan raya, yang mesti diawasi dulu supaya rapi. Sedih ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun