Mohon tunggu...
Efron Dwi Poyo
Efron Dwi Poyo Mohon Tunggu... -

Fanatik FC Bayern München. Mia San Mia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menanti Kejatuhan EPL

23 Februari 2016   07:21 Diperbarui: 8 Mei 2016   13:22 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebangkitan Bundesliga dan Gejala Kejatuhan EPL

Buah regenerasi pemain lokal Bundesliga mulai tersembul pada akhir musim 2008/09. Bundesliga naik satu tangga ke peringkat empat UEFA menggusur Ligue 1, Perancis. EPL melejit dan merebut peringkat teratas dari tangan La Liga satu musim sebelumnya.

Dalam pada itu UEFA secara tegas menerapkan Financial Fair Play (FFP) yang satu di antara aturannya adalah dana belanja pemain oleh klub tidak boleh lebih besar daripada pendapatan. Liga yang terkena dampak FFP paling terasa adalah Serie A. Kurangnya suntikan dana (bukan utang) dari sponsor dan pemilik klub membuat sejumlah klub besar menjual pemain-pemain bintang dan mencari pemain murah atau gratis (free agent) guna menyehatkan neraca keuangan klub.

Bundesliga yang pada awal 2000-an melakukan perubahan radikal paling diuntungkan dengan aturan FFP, karena membina banyak pemain muda lokal dan pemain muda berbakat dari Eropa Timur yang tentu saja murah. Sebut saja Mladen Petrić, Robert Lewandowski, Edin Džeko, dan Mario Mandžukić. Serie A yang sudah kelelahan akhirnya merelakan posisi ke-3 direbut oleh Bundesliga pada akhir musim 2010/11 sehingga sejak musim 2012/13 Bundesliga mendapat tambahan satu tiket menjadi empat ke Liga Champions. Hal sebaliknya untuk Serie A.

EPL yang makinjor-joran dalam pembelanjaan pemain dinilai pengamat makin ngawur menentukan harga pemain yang dibeli. Sepertinya klub EPL berlomba besar-besaran belanja pemain, tetapi acap didapati pemain yang dibeli dengan harga tak rasional itu tak-tergabungkan (uncompatible) dengan tim. Dengan kata lain terjadi inflasi harga. Akibatnya Klub EPL berkesulitan bersaing di Eropa seperti yang dikatakan oleh Thomas Müller di atas. Klub EPL terlalu “bermurah hati” menyetujui bandrol harga yang kelewat tinggi.  Contoh terbaru: Kevin de Bruyne dibeli oleh City dengan harga sedikitnya €50 juta dari Wolfsburg, sedang Wolfsburg mendapat pengganti yang lebih baik pada diri Julian Draxler yang dibeli dari Schalke dengan setengah harga de Bruyne.

Setelah empat tahun EPL bertengger di peringkat teratas UEFA, pada musim 2012/13 EPL melorot ke peringkat kedua didongkel oleh La Liga. Sementara Bundesliga terus merangkak naik lewat konsistensi klub-klub yang berkiprah di kompetisi Eropa. Pada awal musim ini (2015/16) Bundesliga mengambil alih posisi EPL di peringkat kedua. Serie A yang mulai bangkit lagi dalam dua tahun terakhir sudah mengintai posisi EPL dari peringkat keempat.

Peringkat empat besar UEFA per 18 Februari 2016 sebagai berikut:

La Liga 96.713
Bundesliga 76.463
EPL 72.909
Serie A 69.605 

Mari kita berhitung mengenai nasib EPL. Saya membuat dua skenario.

(1) Jika kompetisi Eropa berakhir sekarang, maka pada awal musim 2016/17 peringkat UEFA: La Liga 75.856, Bundesliga 61.213, Serie A 58.248, dan EPL 57.659. Dengan berasumsi musim 2016/17 hasil pemeringkatan adalah konsisten, maka EPL pada musim 2018/19 berkurang satu tiket ke Liga Champions.

(2) Jika pada musim ini Italia konsisten mendulang poin seperti musim lalu, maka pada akhir musim ini Serie A naik ke peringkat ketiga, sedang EPL turun ke peringkat keempat. Dengan demikian pada musim 2017/18 EPL berkurang satu tiket ke Liga Champions.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun