Mohon tunggu...
efriyan syah
efriyan syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jadilah diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Pedagang Gerabah yang Tak Kenal Lelah (Usia Hanyalah Angka)

28 Juli 2022   22:16 Diperbarui: 29 Juli 2022   11:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: foto Siska Herlina

Mengenal Pedagang Gerabah yang Tak        Kenal Lelah

(Usia hanyalah angka)

Berawal dari industri gerabah yang ada di desa banyumulek, papuq hayudin ( 70+ ) warga banyumulek, dusun mekar sari, kec. Kediri, lombok barat. sejak dahulu berprofesi sebagai pengerajin gerabah, papuq hayudin membuat aneka jenis gerabah.

Berbagai variasi gerabah tersebut mulai dari celengan, Kendi maling, kuali, cobek dan lain-lain. papuk hayudin biasanya menerima pesanan dan menjualnya dengan berkeliling ke berbagai pasar terdekat, "gerabah yang di diperjualbelikan bisa dalam kondisi setengah matang, gerabah sudah jadi dan gerabah yang bermotif" Ujar papuq hayudin saat saya mewawancarainya pada 24 april 2022
Kemaren.

Papuq hayudin adalah salah satu pengerajin sekaligus pedagang gerabah yang tak kenal lelah di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia berjualan untuk menghidupi keluarganya.

Adapun pendapatan yang diperoleh papuq hayudin dalam menjual gerabah bisa dibilang hampir cukup memadai dengan usaha dan kerja kerasnya, "Harga di desa dengan di luar desa berbeda, keuntungan yang saya dapat di luar desa lebih banyak", Ungkap papuq hayudin.

Dicontoh pada jenis gerabah celengan berukuran besar, papuq hayudin menjelaskan "jika di desa dijual seharga Rp. 15.000 maka diluar desa dijual sampai Rp. 20.000. 

Sebelumnya penghargaan gerabah juga tergantung pada kondisi yang diperjualbelikan, kondisi setengah matang dijual dengan harga yang relatif murah, gerabah sudah jadi diberikan harga yang sebenarnya dan gerabah yang bermotif memiliki harga yang paling tinggi diantara dua jenis kondisi gerabah yang diperjualbelikan tersebut".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun