Terkait dengan isu global diantaranya perubahan iklim, efek gas rumah kaca (GRK), Pemanasan global maka negara-negara dunia sepakat untuk mendukung dan melaksanakan program Protokol Kyoto, Paris climate agreement maupun target untuk NZE- (Net Zero Emission). Indonesia termasuk salah satu negara yang telah bergabung dan mendukung program tersebut. Bahkan dalam tahun 2060 target NZE menjadi 0 %. Dalam roadmap transisi energi Indonesia menuju NZE 0 %, diantaranya adalah dari sisi permintaan (demand) berupa pencapaian target kendaraan listrik (EV) yang cukup besar sampai tahun 2060. Proyeksi Kementerian ESDM dalam Grand Strategi Energi Nasional, pada tahun 2030 jumlah mobil listrik ditargetkan sekitar 2 juta unit, dan motor listrik sekitar 13 juta unit. Pada tahun yang sama, target penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sekitar 30 ribu unit dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik (SPBKLU) sekitar 67 ribu unit [1].
Menurut data terbaru dari Asosiasi Industri Otomotif Indonesia (AIOI), penjualan kendaraan listrik telah melampaui kendaraan konvensional dalam enam bulan terakhir. Ini menandai pergeseran signifikan dalam preferensi konsumen terhadap mobilitas yang ramah lingkungan. Salah satu faktor utama di balik peningkatan ini adalah dorongan pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan polusi udara. Kebijakan insentif dan subsidi untuk kendaraan listrik telah mendorong lebih banyak produsen mobil dan sepeda motor untuk memasuki pasar ini dengan penawaran yang inovatif dan terjangkau.
"Kendaraan listrik bukan hanya tentang mengurangi emisi, tetapi juga memberikan kinerja yang superior dan biaya operasional yang lebih rendah dalam jangka panjang,". "Dengan teknologi baterai yang terus berkembang, masalah jangkauan juga semakin teratasi." Infrastruktur pengisian daya untuk kendaraan listrik menjadi penting, rencananya akan digencarkan 3 skema, yaitu dengan
- Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU),
- Sistem Home Charging dan
- Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Untuk itu, Pemerintah akan terus menambah jumlah SPKLU di berbagai lokasi. Pertumbuhan jumlah SPKLU ini ditargetkan mencapai 24.720 unit pada tahun 2030.
Sebagai Gambaran perbandingan keuntungan penggunaan BEV (Battere Electric Vehicle) dengan ICE (Internal Combustion Engine) dapat dilihat pada gambar berikut ini,
Â
Kendaraan Bermotor
ICE (Internal Combustion Engine)
Kendaraan Listrik
BEV- Batere Electric Vehicle
Sumber Energy
Bahan bakar 70% import
Sumber listrik 100% produk domestic (PLN)
Emisi CO2
(tiap kendaraan)
Rata-rata jarak tempuh 10 km
Emisi CO2 1 lt BBM = 2,4 Kg CO2
2,4 kg CO2/ 10 km **
**asumsi MPV/SUV (hijauku.com) PT PLN
1,3 kWh = untuk jarak 10 km *
Emisi listrik CO2 1 kWh = 0,85 kg CO2 **
Emisi CO2 EV = 1,3 kWh x 0,85 kg CO2.
             = 1,105 Kg CO2/ 10 km
*= rata2
**source PLN
Harga energi
Harga BBM = 13.000/ lt
(pertamax RON 92)
Harga Listrik = 2.466/kwh x 1,3 kwh/ltr
 = 3.206 / ltr ekivalen
Konsumsi energi per kendaraan
Konsumsi energi = 125 lt/bln
Harga energi = 125 x 13rb= 1.625rb/bln
(asumsi 1250 km/bln)
Konsumsi energi = 162,5 kwh/bln
Harga energi = 400.725 rp/bln
Â
Â
Kesimpulan : kend ICE , +- 4x dari kend BEV
Gambar 3. Perbandingan keuntungan dan kerugian Kendaraan Listrik (BEV-Batere Electric Vehicle) dan kendaraan bermotor ICE (Internal Combustion Engine)
Kalau dilihat dari table tersebut, sebenarnya dengan pemakaian Kendaraan Listrik (BEV) lebih hemat 4 kali lipat daripada kendaraan berbasis konvensional (ICE). Disamping itu juga emisi CO2 tiap kendaraan (mobil listrik), menghasilkan emisi 1/2 kalinya (0,46) dari kendaraan berbasis BBM (ICE). Terlihat sekali penghematan dan emisi karbon yang dihasilkan oleh BEV. Bayangkan jika puluhan ribu bahkan jutaan kendaraan Listrik yang sudah digunakan di jalan raya.
Efri Suhartono
Prodi S3-Teknik Elektro-Fakultas Teknik Elektro- Univ Telkom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H