Mohon tunggu...
Efri Cahyanti
Efri Cahyanti Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga / Freelancer

Senang dengan dunia anak dan berita. Suka menulis dan menambah pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kenali Diri, Gapai Mimpi

5 Februari 2024   08:18 Diperbarui: 5 Februari 2024   08:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Nanti kalau sudah besar mau jadi apa ??"
Pertanyaan ini sering kali kita dapatkan saat usia kita masih anak-anak. Sewaktu kecil, sepertinya dengan adanya pertanyaan ini seolah kita sedang digiring untuk menjadi sesuatu, untuk mengejar sesuatu, untuk mendapatkan sesuatu.

Pertanyaan ini sering saya dapatkan kala saya bahkan masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang tentu belum begitu paham tentang tanggung jawab dan konsekuensi sebuah profesi. Dan dewasa ini, anak-anak yang baru menginjakkan kaki di Taman Kanak-Kanak bahkan di Pendidikan Anak Usia Dini sudah diberi pertanyaan ini. Mereka dikenalkan dengan berbagai macam profesi dan kemudian di tanya, "Nanti kalau sudah besar mau jadi apa??"

Bahkan ada seorang anak TK yang saya temui, yang ingin menjadi Dokter lantas kemudian dia berkata, "Aku mau jadi dokter, aku mau ke Rumah Sakit, aku ga mau sekolah. Kan dokter di Rumah Sakit, gak pergi ke sekolah TK." Lucu sekali yaa pernyataannya, hehe.
Nah, tak jauh berbeda dengan saya yang bahkan sampai lulus SMA belum menemukan jati diri "Mau Jadi Apa"

Sewaktu SD ingin menjadi Dokter karena terlihat keren. Kemudian mengetahui kalau ada profesi sebagai guru yang familiar dengan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" akhirnya ingin juga menjadi Guru.

Pernah juga ingin menjadi ahli gizi karena merasa sepertinya seru jika kita mengkonsumsi suatu makanan kemudian kita tau kandungan gizinya secara lengkap.
Pernah juga ingin menjadi Pengusaha. Yang identik dengan "Banyak Uang". Namun kalau ditanya "Mau jadi pengusaha di bidang apa?" Saya pun kembali bingung, hehe.

Beraneka ragam jenis profesi pernah membuat diri ini bingung ingin menjadi apa. Pemahaman yang keliru yang selama ini tersimpan didalam memori otak saya.
Seharusnya jauh sebelum memutuskan "ingin jadi apa" kita paham dulu potensi kita ada dimana.

Yang saya rasakan, saya pernah ingin menjadi dokter namun saya tidak memahami bahwa melihat darahpun sudah gemetar, apalagi dengan ilmu yang super banyak rumus serta hafalan, belum lagi sisi penakut yang melekat dalam diri ini. Saya hanya sekedar ingin, tapi belum menemukan potensi disana. Entah potensinya yang masih terpendam atau memang tak ada.

Akhirnya dengan modal "Yang penting ada kegiatan positif dari pada terjemurus pada kegiatan yang tidak baik" saya pun dalam satu diri ini menjalani berbagai peran.

Saya pernah saat pagi menjadi Guru, mengajar di sebuah Sekolah Menengah Atas. Saat siang menjadi Pedagang, buka lapak di kantin Sekolah Menengah Pertama. Sore harinya, saya mengajar Taman Pendidikan Anak lanjut mengajar Private ke rumah-rumah anak didik. Sesekali saya pun menjadi seorang kuli bantu di Warung Makan untuk cuci piring, dan di usaha Snack untuk penyiapan bahan baku.

Makin kesini saya semakin memahami bahwa untuk "Menjadi Seseorang" perlu benar-benar mengetahui potensi diri dan memaksimalkan disana.
Ibarat kata, misal nilai matematika rendah namun potensi kita di bidang olahraga, maka yang perlu dilatih yaa yang ada potensinya itu, tak perlu justru mati-matian les matematika untuk menaikkan nilai, fokus saja menaikkan nilai yang memang sudah ada potensi disana.

Namun, atas pemahaman itupun saya masih sering gelisah, khawatir "Tidak jadi apa-apa". Sampai suatu ketika saya menyimak salah satu dawuh nya Bapak KH. Bahaudin Nursalim bahwa "Tidak menjadi apapun tidak masalah. Tidak dikenal orang pun tidak masalah. Tidak diakui keberadaannya pun tidak masalah. Tidak dihormati juga bukan masalah. Justru bisa bersembunyi dari perhatian banyak orang malah bisa leluasa dan santai."

Dan dari sini saya mulai terbuka. Saya pernah ada diposisi ingin dikenal, ingin dianggap hebat, ingin dihormati karena mampu berada di posisi tertentu, dan semua itu ternyata membuat lelah.

Hingga akhirnya saya mencoba mengenali diri saya sendiri. Dari mana saya diciptakan. Oleh siapa saya diciptakan. Siapa yang menguasai diri saya. Saya mencoba mengenali untuk apa saya diciptakan. Dan dari proses belajar mengenal diri itu, saya mulai memahami bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi yang pasti ada dalam diri manusia itu adalah potensi penghambaan pada Dia yang menciptakan diri ini.

Saya mulai menemukan diri saya. Dan saya mulai mengenal diri bukan lagi "Ingin menjadi apa?" namun sudah mengenal bahwa "Disini potensi saya, ini mimpi saya, ini yang selama ini saya cari, ini yang selama ini saya dambakan"

Saya pernah mencoba berbagai hal untuk menjadi suatu profesi tertentu. Sampai akhirnya setelah mengalami berulang kegagalan, saya meraih mimpi saya. Saya pernah terjun di bisnis peringkat namun setelah tenaga, pikiran, hati, dikerahkan seluruh peluh tetap saja tidak naik peringkat. Saya pernah usaha dengan modal lumayan diawal untuk membeli berbagai properti pendukung  yang wajib ada sebelum usaha dimulai namun juga berhenti ditengah jalan.

Kini saya menyadari, dan teringat. Bahwa beberapa tahun lalu saya pernah berucap kalau impian saya adalah "Menjadi Ibu Rumah Tangga dengan Keluarga yang Utuh" sesuatu sederhana yang nampak seperti bukan impian. Dan impian itu saya rasakan saat ini. Saya merasakan sudah meraih mimpi itu saat saya mencoba melepas segala ambisi dengan ikhlas. Ambisi untuk dianggap hebat, ambisi untuk dihormati, ambisi untuk dipandang orang lain, dihargai orang lain.

Dan impian yang sekilas seperti bukan sebuah cita-cita ini ternyata adalah harapan besar bagi orang-orang diluar sana. Bahkan tidak hanya satu dua atau tiga rekan saya yang begitu menginginkan kehidupan seperti yang saya jalani saat ini "Menjadi Ibu Rumah Tangga dengan Keluarga yang Utuh" terlebih bagi mereka yang saat ini menjadi single parents.

Dan dengan keikhlasan serta kebahagiaan menjalani peran cita-cita ini ternyata Allaah bukakan potensi lain dalam diri saya. Saya yang bahkan tidak memahami potensi saya, Allaah tunjukkan melalui orang lain. Kadang untuk mengenali siapa diri kita, kita juga perlu mendengar dari orang lain, menerima masukan dari orang lain.

Dengan profesi sebagai Ibu Rumah Tangga yang sesekali menulis story' WhatsApp Allaah hadirkan seseorang yang memberi masukan "Kenapa tidak menulis buku saja, atau menjadi penulis media?" Akhirnya sayapun memberanikan diri mengasah tajam potensi dalam merangkai kata ini berharap bisa menjadi suatu karya yang mencerahkan, dan tentu berharap juga bernilai ibadah bagi Dia yang menciptakan saya. Dan dengan ini saya pun merasa seolah seperti meraih mimpi diatas mimpi, seperti Allaah bukakan jalan.

Pernah ingin mendapatkan rezeki yang cukup tanpa harus meninggalkan fitrah sebagai seorang wanita yang tak menonjolkan diri, pernah ingin berdiam diri dirumah namun tetap produktif, pernah ingin menjadi Ibu yang bukan hanya full time untuk keluarga tapi juga full heart, dan kali ini Allaah tempatkan diposisi yang mencakup itu semua. Menjadi Ibu Rumah Tangga dengan Keluarga yang Utuh, dan mendapat penghasilan dari menulis di media bahkan menerbitkan buku sendiri, dan semua ini dilakukan bahkan tanpa keluar rumah.

Ada rencana indah dari sang penulis skenario kehidupan. Setiap kita dihadapkan pada suatu kondisi, yakinlah memang ini yang terbaik, jika memang gagal, jika memang kita tidak menemukan jalan, bukan takdirnya yang salah, karena kita tetap bisa mengambil pelajaran dari hal itu.

Jika dulu saya tidak mempelajari tentang belajar dan mengajar belum tentu saat ini saya bisa ada anak didik yang bisa saya temani belajar secara private dirumah. Jika dulu saya tidak gagal dalam bisnis konvensional, bisnis online, bahkan bisnis peringkat, belum tentu saya saat ini bisa menjadi agen e-course pelatihan dan pengembangan bisnis. Jika dulu saya tidak pernah menjadi karyawan, belum tentu saya bisa turut hadir secara hati apabila ada teman karyawan yang bercerita. Jika dulu kita tidak jatuh, belum tentu kita bisa ada diposisi saat ini.
Pada akhirnya saya memahami bahwa untuk menjadi sesuatu kita harus paham dulu potensi kita ada dimana. Jika potensi kita berenang maka maksimalkan.

Jangan menilai ikan dari bagaimana dia terbang, karena potensinya bukan disana.

Pernah ada kalimat yang saya dengar "Gonta-ganti profesi hanya akan membuat kita menua tanpa hasil" yaa memang ada benarnya juga. Untuk itulah kita perlu mengenali potensi diri kita ada dimana dan maksimal saja potensi tersebut. Fokus pada potensi dan passion kita. Apa kemampuan kita dan apa hal yang kita sukai.

Namun jika ternyata didalam diri kita ada banyak potensi, kenapa tidak ??

Apapun profesi atau impian yang sedang kita perjuangkan saat ini atau bahkan sudah kita raih, satu yang tak boleh dilupakan, kita harus mengenal diri kita, mengenal siapa yang menciptakan dan meniatkan menjalani peran kehidupan di dunia ini sebagai bukti penghambaan kepada-Nya.

Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun