"Nanti kalau sudah besar mau jadi apa ??"
Pertanyaan ini sering kali kita dapatkan saat usia kita masih anak-anak. Sewaktu kecil, sepertinya dengan adanya pertanyaan ini seolah kita sedang digiring untuk menjadi sesuatu, untuk mengejar sesuatu, untuk mendapatkan sesuatu.
Pertanyaan ini sering saya dapatkan kala saya bahkan masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang tentu belum begitu paham tentang tanggung jawab dan konsekuensi sebuah profesi. Dan dewasa ini, anak-anak yang baru menginjakkan kaki di Taman Kanak-Kanak bahkan di Pendidikan Anak Usia Dini sudah diberi pertanyaan ini. Mereka dikenalkan dengan berbagai macam profesi dan kemudian di tanya, "Nanti kalau sudah besar mau jadi apa??"
Bahkan ada seorang anak TK yang saya temui, yang ingin menjadi Dokter lantas kemudian dia berkata, "Aku mau jadi dokter, aku mau ke Rumah Sakit, aku ga mau sekolah. Kan dokter di Rumah Sakit, gak pergi ke sekolah TK." Lucu sekali yaa pernyataannya, hehe.
Nah, tak jauh berbeda dengan saya yang bahkan sampai lulus SMA belum menemukan jati diri "Mau Jadi Apa"
Sewaktu SD ingin menjadi Dokter karena terlihat keren. Kemudian mengetahui kalau ada profesi sebagai guru yang familiar dengan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" akhirnya ingin juga menjadi Guru.
Pernah juga ingin menjadi ahli gizi karena merasa sepertinya seru jika kita mengkonsumsi suatu makanan kemudian kita tau kandungan gizinya secara lengkap.
Pernah juga ingin menjadi Pengusaha. Yang identik dengan "Banyak Uang". Namun kalau ditanya "Mau jadi pengusaha di bidang apa?" Saya pun kembali bingung, hehe.
Beraneka ragam jenis profesi pernah membuat diri ini bingung ingin menjadi apa. Pemahaman yang keliru yang selama ini tersimpan didalam memori otak saya.
Seharusnya jauh sebelum memutuskan "ingin jadi apa" kita paham dulu potensi kita ada dimana.
Yang saya rasakan, saya pernah ingin menjadi dokter namun saya tidak memahami bahwa melihat darahpun sudah gemetar, apalagi dengan ilmu yang super banyak rumus serta hafalan, belum lagi sisi penakut yang melekat dalam diri ini. Saya hanya sekedar ingin, tapi belum menemukan potensi disana. Entah potensinya yang masih terpendam atau memang tak ada.
Akhirnya dengan modal "Yang penting ada kegiatan positif dari pada terjemurus pada kegiatan yang tidak baik" saya pun dalam satu diri ini menjalani berbagai peran.
Saya pernah saat pagi menjadi Guru, mengajar di sebuah Sekolah Menengah Atas. Saat siang menjadi Pedagang, buka lapak di kantin Sekolah Menengah Pertama. Sore harinya, saya mengajar Taman Pendidikan Anak lanjut mengajar Private ke rumah-rumah anak didik. Sesekali saya pun menjadi seorang kuli bantu di Warung Makan untuk cuci piring, dan di usaha Snack untuk penyiapan bahan baku.
Makin kesini saya semakin memahami bahwa untuk "Menjadi Seseorang" perlu benar-benar mengetahui potensi diri dan memaksimalkan disana.
Ibarat kata, misal nilai matematika rendah namun potensi kita di bidang olahraga, maka yang perlu dilatih yaa yang ada potensinya itu, tak perlu justru mati-matian les matematika untuk menaikkan nilai, fokus saja menaikkan nilai yang memang sudah ada potensi disana.
Namun, atas pemahaman itupun saya masih sering gelisah, khawatir "Tidak jadi apa-apa". Sampai suatu ketika saya menyimak salah satu dawuh nya Bapak KH. Bahaudin Nursalim bahwa "Tidak menjadi apapun tidak masalah. Tidak dikenal orang pun tidak masalah. Tidak diakui keberadaannya pun tidak masalah. Tidak dihormati juga bukan masalah. Justru bisa bersembunyi dari perhatian banyak orang malah bisa leluasa dan santai."