Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bagaimana Aku Merayakan Hidup - Bab 2 Pengumuman Jalur Undangan

25 Februari 2023   00:29 Diperbarui: 25 Februari 2023   00:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Medan, 11 Mei 2012

Penampilan adalah cerminan yang dapat mengungkapkan lebih banyak tentang seseorang dan membantu orang lain mengenali siapa manusia sebenarnya. Demikian juga penampilanku, yang mudah dikenali keunikannya karena tampak berbeda dari kebanyakan lelaki lainnya.

Satu hal umum bagiku yang membuat aku sama seperti lainnya adalah potongan rambut bergaya undercut mengait ke kepala, cukup jamak pada anak sekolahan. Aku selalu memastikan potongan tersebut terlihat mekar setiap sebulan sekali.

Namaku tidak seberapa besar dan seperti sekolah ini, aku dikenal banyak siswa dan guru tanpa tahu mengapa. 

Satu yang selalu ada di hari-hari sekolah, Miss Linda, seorang guru bahasa Inggris yang baru mengajar setahun setelah kelulusannya dari Universitas Negeri Medan.

Para siswa memanggil namanya akrab mengabaikan sopan santun, terdengar seperti teman sepantaran. Hampir seluruh orang akan mengalihkan pandangannya dengan terpaku pada paras manisnya.

Kadang-kadang, dalam kesempatan tertentu, beberapa siswa mencoba mengambil spot di teras depan sekolah demi dapat melihat kemunculan Miss Linda dari ruang guru. Ini adalah kebiasaan bagi mereka.

SMA Laksana Mulia adalah sekolah yang sulit diterka, tetapi aku merasa bersyukur dapat menjalani masa-masa remaja di sini. 

Sekolah ini memang terkenal dan menjadi pilihan bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang tidak dapat masuk ke SMA Negeri 1 Medan. Atau bahasa yang selalu akrab, sekolah titipan pejabat.

Sekolah ini tidak terlalu menonjol, namun memiliki hal istimewa bagi masyarakat. Dalam artian singkat, sedang-sedang saja.

Bila memperhatikan keadaan di sekitar, mudah mengenali derajat sekolah ini. Saat memasuki halaman sekolah, terdapat beberapa tanaman menyejukkan hati seperti mawar tanah bersama sekumpulan ilalang menjulang tidak terawat.

Penataannya berantakan, tetapi siapapun melintas di depannya akan menangkap kesan bagus yang sulit diterjemahkan.

Segalanya serba tanggung. Para guru adalah pilihan elit. Mereka dipilih meskipun dalam praktiknya, harus berhadapan dengan setengah siswa kelas yang arogan. Murid baik dan buruk berkumpul dalam satu ruangan, menciptakan suasana tidak menentu.

Ketika keinginan mengajar muncul, guru harus mengabaikan kenakalan beberapa siswa di dalam kelas. Mereka tidak ingin menghukum, karena itu tindakan sia-sia.

Namun jika mereka membiarkan perilaku buruk, maka mereka juga harus mempertimbangkan siswa yang patuh yang akhrinya merasa sia-sia pula melakukannya.

Kisah tentang kenakalan remaja adalah hal yang biasa di setiap sekolah. Tetapi, yang terjadi dengan Miss Linda adalah sesuatu yang unik.

Dia adalah guru, tetapi di luar fakta bahwa dia pengajar anak didik, Miss Linda tampil sebagai gadis manis 25 tahun. 

Perilakunya tidak biasa sebagaimana membayangkan idealnya seoarng guru, dengan memiliki gairah muda. 

Suaranya yang kecil merdu menjadi penenang rindu bagi siapapun yang tidak berkesempatan untuk melihat wajahnya.

Para lelaki di sekolah ini mencoba memberi makan fantasi mereka. Dari semua kegenitan siswa laki-laki, tidak ada yang lebih menggelitik dari fakta tersembunyi selama berbulan-bulan. 

Aku dan Miss Linda menjalin hubungan secara diam-diam enam bulan lamanya.

Mungkin berpacaran adalah definisi yang terdengar terlalu kaku untuk menggambarkan kami. 

Akan tetapi, menyebutnya sebagai teman dekat merupakan sesuatu yang aneh karena memang kami tidak mau mengesankan adanya kelonggaran.

Siang ini, aku memintanya melalui pesan singkat agar bertemu sepulang sekolah di lorong menuju kantin. Dia bergegas lebih cepat menata barang di mejanya sambil memperhatikan di sekitar.

"Sudah baca? Hasilnya gimana?" tanya Linda kepadaku.

"Aku belum baca, tapi Pak Alvin tadi di kelas sudah ngasih tahu."

"Lalu, gimana?"

"Diterima." 

Aku menjawabnya dengan jeda beberapa saat, memikirkan bagaimana tanggapan dia akan mendengarkan nada konyol di luar perkiraan.

"Wih, baguslah. USU kan?"

"Ngga. Di Jawa."

Enam bulan lamanya aku dan Linda merajut asmara secara diam-diam sampai tiba masa kelulusan kami dari SMA.

Dalam waktu dekat, kami akan lebih leluasa menjalani semuanya. Aku akan bebas menggenggam tangannya kapanpun di antara pagi, siang, sore atau malam tanpa harus memperkirakan waktu menemuinya di atas jam 2 siang.

Tetapi, apa yang telah diberitahu sang Wakil Kepala Sekolah tentang pengumuman penerimaan mahasiswa baru jalur undangan memberi kejutan lain. Langkah ke depan menjadi tidak pasti. 

Aku dan Linda akan terpisah oleh jarak. Perbincangan kami menjadi lebih dingin, meninggalkan senyuman dengan getir menjepit bibir.

Ini tidak seperti yang diinginkan. Aku ingin bersamanya dengan kebebasan, setiap hari melihat senyum dan rona manisnya. Membelai rambut pendek yang bergelombang. 

Aku menginginkannya, namun entah apa yang harus kukatakan karena menjadi orang yang sama yang membangun jalan menuju penguburan mimpi tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun