Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Pilihan

Menjadi Atlet E-Sport Tanpa Toxic: Hormati Pemenang dan Nikmati Manfaatnya

22 Februari 2022   13:58 Diperbarui: 22 Februari 2022   14:06 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi eSPort. (Foto: RODNAE Productions/Pexels)

ESport atau gim elektronik mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Pasarnya pun begitu menjanjikan, bersamaan dengan tantangan yang harus dihadapi.

Jika mengacu data Newszoo, mengutip situs Indonesia.go.id, maka kita bakal tahu bahwa pasar eSport di Indonesia mencapai USD880 juta pada 2017. Tidak sampai di situ, pendapatan tersebut meningkat menjadi USD941 juta pada 2019.

Antusiasme orang Indonesia sangat tinggi terhadap gim elektronoik. 

Sebagai contoh, turnamen PUBG Mobile tingkat internasional didominasi oleh penonton tayangan berbahasa Indonesia dengan 2,1 juta lebih orang pada 26 Januari 2021, melansir hybrid.co.id mengutip eSports Charts.

Seiring pertumbuhan itu, profesi atlet eSport sudah menjadi cita-cita anak-anak muda. Ini adalah pencapaian positif di tengah kemajuan era digital dan internet cepat.

Di setiap kemajuan, tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari hal klasik, seperti anggapan buruk beberapa orang dalam menilai gim elektronik. 

Banyak waktu terbuang percuma, demikian bunyi yang jamak terdengar. 

Ini menjadi salah satu pendapat toxic yang menekan orang untuk mudah menyerah pada zaman internet andal.

Keraguan tersebut dapat terbantahkan. Gim elektronik membutuhkan keterampilan, kerja sama tim, kemampuan membangun strategi dan berpikir kritis.

Kita juga melihat saat ini sejumlah institusi menawarkan program untuk membina para pemain gim elektronik untuk mematangkan mereka sebagai atlet terbaik. Mereka punya kesempatan untuk membangun karir menjadi atlet profesional.

Salah satunya adalah Akademi eSport LEAD by IndiHome yang merupakan penyedia internet andal. Ada 14 akademia yang menerima pembinaan dari mentor profesional, mencakup aspek fisik dan mental. 

Lagipula, ada satu hal yang perlu mendapat perhatian serius, entah dari atlet maupun orang-orang di luar ekosistem eSport itu sendiri. Apa itu? Perilaku toxic.

Kita tanpa sadar berpotensi menjadi toxic

Praktik toxic tidak dapat terhindarkan. Dia seperti bagian dari keseharian manusia yang tersembunyi ketika menyaksikan streaming gim di platform seperti Twitch TV, YouTube, Facebook, dan lain-lain.

Kita bisa melihat beberapa pemain maupun penonton sesuka hati menyampaikan komentar dengan kasar, kotor dan terkadang sampai pada level melecehkan. 

Sebagian orang mungkin dapat memaklumi bahwa ujaran toxic tersebut datang secara tidak sengaja alias spontan. 

Ada pemakluman, tetapi di situ juga terjadi sebuah pembiaran. Sekarang, kita seolah terbiasa dengan hal semacam itu.

Semakin berjalannya waktu, kita tahu bahwa praktik toxic saat ini seperti mendarah daging. Sulit untuk dihilangkan? Tidak. Kita hanya butuh waktu untuk membenahinya. 

Menghormati pemenang

Perlahan, kita memang perlu mengendalikan situasi. Jika awalnya kita memaklumi orang-orang toxic, maka sekarang, harus berani mengatakan tidak dan membatasi waktu bersama mereka, sebagaimana tertulis dalam artikel di gramedia.com.

Pemain gim elektronik itu sendiri punya peran utama. Ia adalah pusat perhatian dan perilakunya menjadi atensi sehingga dapat mempengaruhi penggemarnya.  

Tapi, persaingan dan kompetisi tinggi bisa membuat keadaan menjadi tidak mengenakan. Ada yang menang, ada juga yang kalah saat main game.

Pemain bisa menciptakan situasi penuh teror, intimidasi, fitnah dan kontroversi lain sebagai bayaran atas kekalahan.

Di sini, penting sekali bagi komunitas untuk membiasakan diri menerima kekalahan sekaligus menghormati pemenang. 

Ingat apa yang membuat atlet-atlet terdahulu begitu disegani? 

Mereka memiliki kemampuan untuk bersikap sportif dan berlatih tanpa batas untuk menghormati pemenang karena mereka tahu bahwa mereka ingin diperlakukan demikian. 

Manfaat paripurna menjadi atlet eSport

ESport tidak saja tentang hiburan atau rekreasi di tengah perkembangan internet cepat. Kita juga perlu merasakannya sebagai sumber kesenangan dan bermanfaat bagi pemain.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa gim elektronik dapat mengurangi sedikit kecemasan sosial dan kesepian yang cukup umum terjadi dalam dunia internet cepat saat ini.

Pemain gim telah memperoleh manfaat psikologis. Belum lagi, keuntungan yang dapat mereka peroleh dari peningkatan keterampilan, kecakapan komunikasi, kerjasama, sampai pada pengambilan keputusan yang akan sangat berguna bagi kedewasaan dan karir di masa depan.

Kita juga berharap bahwa sikap-sikap demikian dapat tumbuh dari pemain binaan Akademi eSport LEAD. 

Para atlet eSport binaan LEAD by IndiHome adalah Henry Nathaniel Reynard, Harry Nathanael Rainier, Muhammad Sholeh Salamudin Putra Pratama, Dewa Fabian, Michael Daniel Tabaraka, Tedy Prihanto, Steven Verdianta, Andrew Kusuma, Justin Welly Panvito, Farid Andika, M Bevi Arianda Anwar, Sultan Yudha Patra, Hizkia Noel Songgigilan dan Muhamad Tabina Widyatna.

Pada akhirnya, akademia LEAD by IndiHome ini membuahkan hasil manis. Dalam turnamen eSport tingkat Asia Tenggara, Wild Rift Champion SEA (WCS), perwakilan akademia LEAD by IndiHome berhasil masuk di enam besar di Indonesia.


Mereka mengemban tanggung jawab untuk mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. 

Prestasi dan peringkat adalah sebuah target dan keutamaan. Tetapi bagaimana atlet eSport mampu menunjukan sikap sportifitas adalah harga mahal yang dapat membuat mereka menjadi pemenang yang sesungguhnya di hadapan negara-negara lain. 

Beruntunglah, benih positif tersebut menjadi keseriusan LEAD by IndiHome. Dari salah satu mentor LEAD by IndiHome, Indra Sjafri, para akademia diajak untuk tetap menjaga mental sportif dan merawat serta menjunjung tinggi rasa nasionalisme. 

Dan kita tahu bahwa zaman sekarang, main game dapat mengenalkan Indonesia secara lebih luas di ajang Wild Rift Champions SEA (WCS).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun