Alasan tersebut berakhir. Neymar, Messi dan kawan-kawan kembali, namun Paris tetap saja bermain apa adanya.
Selanjutnya, laga internasional menjadi biang keladi. Tenaga pemain terkuras untuk membela timnas sehingga kurang prima ketika kembali ke klub. Ini pun sulit menjadi alasan.Â
Lainnya, Messi mungkin butuh waktu untuk beradaptasi. Argumen ini terdengar lucu untuk dialamatkan kepada pemain yang sudah mengolah si kulit bundar selama 16 tahun lebih.
Jika terus mencari alasan, maka akan ada banyak daftar kosa kata untuk memaklumi.Â
Pochettino mau tidak mau harus memahami posisinya. Ia mungkin berusaha mencari jalan keluar. Hanya saja, semakin ia berusaha, tampaknya ia seperti menggali lubang untuk mengubur dirinya.
Ini yang membuat jalan kepelatihannya di Paris akan terjal. Klub mungkin masih menerima pencapaian tim. Tahun depan, ceritan bisa berbeda. Menunggu waktu bagi Pochettino untuk dipecat bila tren seperti ini tetap bertahan.Â
Apalagi pada 16 besar UCL nanti, PSG bakal menghadapi klub kuat Spanyol, Real Madrid.
Kabar buruk hanya sesaat saja. Meski hasil imbang melawan Lorient tidak begitu menyenangkan, Pochettino masih memberikan kado terbaik. Paris menjadi juara Ligue 1 paruh musim dengan perolehan 46 poin hasil 14 kemenangan, 4 seri dan sekali kalah.Â
Penampilan Paris melawan FC Lorient menggenapi kesimpulan pencapaian Paris tahun ini, 50:50. Tidak bagus, tidak pula jelek. Pas di tengah sehingga sulit  memprediksi hasil ke depan.
Ander Herrera sur Canal+ : "Marseille n'a pas gagn, Lyon non plus, Rennes a perdu. La L1 est forte. Il n'y a pas assez de respect envers la Ligue 1. Lille a gagn contre Sville, Monaco a gagn contre la Sociedad. La L1 est plus difficile. Le niveau monte chaque anne."--- Hadrien Grenier (@hadrien_grenier) December 22, 2021
