Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Quo Vadis, Aida? Kisah Nyata Genosida Srebrenica yang Mengoyak Hati

4 Mei 2021   16:57 Diperbarui: 4 Mei 2021   17:02 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuplikan film Quo Vadis, Aida? (Foto: Youtube/Super LTD)

Film Quo Vadis, Aida? mengisahkan detik-detik peristiwa menjelang eksekusi pasukan Serbia Bosnia terhadap warga sipil lelaki di Srebrenica, Bosnia dan Herzegovina pada 1995.

Dirilis pada 2020, film ini diangkat berdasarkan kisah nyata, mengambil sudut pandang seorang staff PBB bernama Aida Selmanagic. Dalam pusaran konflik, Aida berprofesi sebagai penerjemah bahasa untuk United Nations in operation United Nations Protection Force (UNPROFOR) dari Belanda.

Bagi orang yang mengetahui riwayat genosida Srebrenica, mudah untuk mengikuti alur cerita. Meski demikian, alur cerita dibuat seringkas mungkin dengan fokus pada penokohan Aida.

Hal ini tentunya membantu penonton yang belum mengetahui sejarah genosida Srebrenica dan memiliki keinginan untuk menelusuri lebih jauh gelapnya periode perang saudara pasca runtuhnya Yugoslavia.

Quo Vadis Aida? (Kita) Akan kemana, Aida? Ini adalah pertanyaan yang dilontarkan ribuan warga sipil Srebrenica yang mengungsi di pangkalan PBB.

Peperangan membuat keadaan tak menentu dan mereka selalu di bawah bayang-bayang ancaman serangan pasukan Serbia Bosnia. Walau Dewan Keamanan PBB menyatakan Srebrenica sebagai daerah aman, hal itu tak menjamin keselamatan mereka.

Mereka menganggap Aida yang juga warga setempat sebagai penyambung lidah dari keputusasaan mereka. Namun, Aida hanyalah penerjemah. Ia bekerja untuk PBB, tak punya wewenang dan kuasa untuk mengambil keputusan yang bisa membantu para pengungsi.

Demikian pula komandan UNPROFOR Kolonel Thom Karremans. Kewenangannya terbatas untuk mengambil langkah militer menghadapi pasukan Serbia yang sudah memasuki kota.

Jika harus mengambil keputusan, ia selalu berunding tanpa memberikan kepastian, sementara pengungsi terus dihantui kepasrahan lewat sikap lempar bola panas di antara mereka. Praktis  pasukan Belanda hanya berjaga di sekitar pangkalan dengan jumlah pasukan yang jelas tak sebanding dengan pasukan Serbia Bosnia.

Detik-detik yang menentukan datang ketika pimpinan pasukan Serbia Bosnia Jenderal Ratko Mladic masuk ke Srebrenica. Ia meminta perwakilan warga sipil dari pangkalan PBB untuk datang menemuinya melakukan perundingan.

Tiga warga ditunjuk, salah satunya suami Aida, Nihad Selmanagic. Jenderal Mladic bermaksud menawarkan warga sipil hidup dalam damai usai kemenangan pasukan Serbia Bosnia.

Ia mengatakan sebagai seorang lelaki dan jenderal, akan menjamin keselamatan warga sipil Muslim Bosnia. Setelah keputusan tercapai, perwakilan sipil dan pasukan PBB kembali ke pangkalan dan memberitahukannya ke pengungsi yang membuat mereka lega bisa pergi dari barak pengungsian.

Namun, keputusan di lapangan melenceng dari kesepakatan. Pengungsi diarahkan meninggalkan kota padahal dalam perundingan, warga diberi pilihan untuk tetap tinggal di Srebrenica.

Dalam film Quo Vadis, Aida? para pengungsi mengikuti kemauan Mladic. Ratusan bus diparkir di depan pangkalan yang akan mengangkut mereka pergi. Sebelum berangkat, Jenderal Mladic terlebih dahulu menemui warga Muslim Bosnia.

Kehadiran Mladic jelas mengejutkan warga Muslim Bosnia yang menimbulkan keriuhan. Tindakannya untuk menerobos area pangkalan termasuk pelanggaran sebab area tersebut steril dari militer. Tetapi, setelah melewati perundingan, ia bersama sejumlah pasukannya berhasil masuk ke dalam.

Di sana, ia mendapati seorang Ibu yang menggendong bayinya yang menangis. Ternyata, para pengungsi ini mengalami kelaparan. Mladic kemudian memerintahkan pasukannya memberikan roti kepada semua warga di pangkalan.

Dari sini, Jenderal Mladic menyindir cara PBB yang selalu menyalahkan Serbia namun membiarkan para pengungsi kelaparan. Ketika menyaksikan wajah pria di sana, ia mencoba menahan amarah dan menginterogasi mereka sebagai pembunuh orang Serbia. 

Tujuan kedatangannya ingin memastikan tak ada pasukan Muslim Bosnia menyusup di antara warga sipil.

Tiba akhirnya untuk memobilisasi warga sipil menuju bus. Wanita dan anak-anak diutamakan, rombongan lelaki dipisahkan.

Aida punya firasast Mladic merencanakan sesuatu yang licik. Pikiran Aida berbeda dari kebanyakan orang, terutama Kolonel Karremans yang menganggap semua mobilisasi akan berjalan baik karena rombongan mendapat pengawalan pasukan PBB.

Mendapat penjelasan itu, Aida tetap pada pendiriannya. Sebagai seorang Ibu, Aida terus mencari cara untuk menyelamatkan keluarganya dari ancaman pasukan Serbia Bosnia. Kekhawatirannya semakin menjadi kuat setelah mengetahui beberapa pria dieksekusi di belakang pangkalan.

Sebagai staff PBB, Aida mendapat tempat khusus untuk pergi bersama rombongan PBB. Aida berusaha memanfaatkan posisinya agar suami dan dua putranya, Hamdija dan Sejo, diizinkan ikut dalam rombongan PBB.

Namun, sang Kolonel melarang keikutsertaan keluarga Aida meski berkali-kali diminta. Jangan ada perlakuan khusus terhadap keluarga Aida. 

Ia memastikan kepada Aida bahwa keluarganya dan warga sipil lainnya tetap aman dalam pengawasan pasukan PBB sehingga suami dan anak-anak lelakinya harus ikut ke rombongan sipil.

Hingga akhirnya, suami dan anak-anak Aida terangkut ke dalam truk yang telah disiapkan. Dengan tangan terlipat di belakang kepala, para pria dari muda hingga lanjut usia diantar menuju sebuah bangungan bertingkat menyerupai flat.

Mereka masuk ke dalam kamar kosong diiringin teriakan pasukan bersenjata Serbia Bosnia. Mereka tampak tak berdaya menghadapi situasi dan kenyataan yang akan datang. Pasukan keluar ruangan dan mengambil ancang-ancang untuk melepaskan tembakan ke para lelaki dari ventilasi. Eksekusi dilakukan. Suami dan anak-anak Aida, bersama lelaki lainnya tewas.

Film Quo Vadis, Aida? memperlihatkan bagaimana dua sifat kekejaman dan kebaikan hampir sulit dikenali dalam konflik mengerikan. Dua sisi saling bertolak ini justru tampil dalam wajah Mladic.

Ia semula tampil meyakinkan sebagai orang baik, menjamin keselamatan dan hidup damai kepada warga Muslim Bosnia justru pada akhirnya memperlihatkan sisi bengis darinya. Kolonel Karremans kadung mempercayai Mladic yang mengantarkan pengungsi berada dalam jurang maut.

Politik, kekuasaan dan sikap etnisitas berlebihan mengurat kuat di dalam kepala Mladic dan pasukannya. Film Quo Vadis, Aida? menerangkan genosida secara jelas sebagai perbuatan biadab dari nafsu seorang Jenderal bernama Mladic. Sayangnya, film ini tak membingkai muatan politik di belakang kejadian sehingga menguatkan bahwa pelaku tunggal pembantaian adalah pasukan Serbia Bosnia sendiri.

Sisi lain yang cukup menggetarkan hati, bagaimana keakraban dan kerukunan warga terpecah selama konflik. Ketika pasukan Serbia Bosnia datang ke pangkalan, Aida sempat bertegur sapa dengan salah satu pasukan yang merupakan muridnya semasa SMA.

Senyum terlontar di antara keduanya mengenang masa lalu yang hangat. Dalam pertemuan dengan muridnya, Aida tampak terkejut mengetahui posisi anak didiknya justru menjadi seorang yang sangat ditakutinya. Si murid menjadi bagian dari tewasnya 8.372 orang selama genosida Srebrenica dari 1 hingga 13 Juli 1995.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun