Absennya Lewandowski akibat cedera lutut memang suatu tantangan, tetapi ini bukan alasan utama. Sebab, Paris juga tak diperkuat pemain inti.
Paris bermain tanpa Florenzi (Covid-19), Juan Bernat (suspended), Verratti (Covid-19) dan Paredes (suspended). Ditambah lagi, Marquinhos harus menepi akibat cedera di tengah babak pertama.
Praktis, pertahanan Paris pada laga itu bertumpu pada Kimpembe. Tak lupa pula, Navas adalah kiper yang terampil untuk menyapu bersih dan responsif dalam membaca arak pergerakan bola.
Lemahnya sebagian komposisi Paris ini mungkin dimanfaatkan Flick untuk terus mengulangi pola serangan. Tetapi, yang harus diperhitungkan adalah kehati-hatian Paris.
Paris memilih bermain aman, tak mau mengambil resiko untuk membangun serangan selain bertahan mengingat posisi pemain Munchen sangat rapi untuk melakukan interception. Artinya, Paris justru bermain dengan terorganisir dan bersabar menghadapi nafsu pemain Munchen.
Di sisi lain, gol pertama Mbappe membangkitkan kepercayaan diri pemain Paris. Unggul 2-1 pada babak pertama sudah cukup menguatkan efektivitas permainan Paris.
Itu sebabnya, dengan formasi tetap yang dimainkan Munchen pada babak kedua, artinya Flick juga mengulangi kesalahan yang sama dengan membiarkan Mbappe dan Neymar mendapat ruang untuk membangun serangan balik.
Pergantian Goretzka dan Sule dengan Davies dan Jerome Boateng, lalu menukar posisi Hernandez mundur ke daerah pertahanan tak berarti banyak.
Boateng dan Hernandez tak cukup cakap untuk dapat mengimbangi kecepatan dan kelincahan Mbappe sehingga membuat gawang Neuer bobol untuk kali ketiga. Skema serangan balik yang sama seperti proses gol pertamanya yang berlangsung selama belasan detik.
Dengan hasil ini, Munchen setidaknya harus menciptakan dua gol pada leg kedua nanti. Flick masih punya peluang untuk membalikkan keadaan. Sementara Paris dengan keunggulan ini tampaknya akan tetap mengupayakan permainan bertahan seperti halnya saat melawan Barcelona pada 16 besar lalu.