Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amanda Gadis Pemberontak (Bagian 3)

9 Maret 2021   04:36 Diperbarui: 9 Maret 2021   04:36 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami terpencar ke segala arah. Apa lacur, dua polisi berlari ke arahku. Aku sudah kehabisan tenaga tetapi tidak ingin tertangkap dalam keadaan bodoh. Tidak ada kata menyerah, aku berlari sejauh dan sesanggup yang kubisa.

Salah satu polisi rupanya menyamar sebagai intel berambut gondrong dan dekil, berdiri dekat di warung kopi. Jadi, tiga orang berusaha menangkapku. Intel itu berhasil menjangkau tanganku, tetapi belum sempat mencengkeram kuat sehingga sangat mudah kulepaskan. Rupanya, tangkisanku membuat badannya goyah dan ambruk, seketika itu aku mengambil kesempatan untuk menginjak kepalanya.

"Itu temanku!" kata polisi itu. 

Tindakanku tersebut justru memancing rekan mereka bertambah banyak untuk mengejarku. Aku tidak punya pilihan, di ujung jalan masih ada harapan hidup. 

Nafasku mulai tidak teratur. Dengan kemustahilan yang masih ada, aku memanjat pagar rumah salah satu warga dan mengitari pekarangan. Polisi itu tetap mengejar. 

"Belakang, belakang dia ke belakang," kata satu polisi kepada rekan-rekannya.

"Cuma segini? Balik, nggak sanggup fisik kalian," kataku.

Rumah ini memiliki tembok yang membatasi pekarangan depan dan halaman belakang rumah. Di sana, tumpukan kayu bekas dan seng disejajarkan yang menjadi acuan untuk aku memanjat. Para aparat mencari jalan lain untuk menemukanku.

Tiba di halaman belakang, rupanya tempat ini menyambung ke pemukiman penduduk. Tanpa memikirkan apapun, aku terus berlari mencari tempat aman karena polisi pasti akan menemukanku. Salah seorang warga menyaksikan keletihanku dan membuka pintu untuk menyelamatkanku. 

Orang itu berbaik hati tanpa peduli masalah yang bisa saja membuat dia terganggu. Setelah masuk, aku mengumpulkan udara untuk mengisi paru-paru yang mengempis karena kehabisan asupan. Mataku agak sayup bercampur kucuran keringat di wajah dan badan. 

Langkah polisi itu terdengar di luar sementara aku tersenyum kecil membayangkan kesia-siaan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun