Belakangan ini, Partai Demokrat diterpa isu konflik internal yang ditengarai adanya upaya 'kudeta' terhadap kepemimpinan Ketum Partai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sejatinya, konflik di tubuh partai atau organisasi sesuatu yang wajar bila mengukurnya sebagai bagian dari evaluasi dan koreksi.
Namun yang terjadi di Partai Demokrat boleh dikatakan cukup memprihatinkan. Pucuk kepemimpinan digoyang.
Bermula dari pernyataan pers AHY pada 1 Februari, kemudian berlanjut pada pernyataan pers Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 Februari 2021, dugaan upaya 'kudeta' kian terkonfirmasi.
Sederet nama kader, mantan kader dan orang luar partai yang semula disinggung AHY satu per satu mulai ketahuan dan memperlihatkan diri. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko turut masuk sebagai nama yang dituding berada dalam upaya pengambilalihan ini. Moeldoko menyebutnya hanya sebagai pertemuan biasa.
SBY sendiri menyebut langsung nama Moeldoko dalam penjelasannya.
"Secara pribadi, saya sangat yakin bahwa yang dilakukan Moeldoko adalah di luar pengetahuan Presiden Jokowi. Saya juga yakin bahwa Presiden Jokowi memiliki integritas yang jauh berbeda dengan perilaku pembantu dekatnya itu," ujar SBY.
Yang menjadi perhatian selanjutnya, SBY memilih menggunakan term Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) untuk menjelaskan dinamika Partai Demokrat sekarang.
Pernyataannya cukup pedas terdengar. Pemilihan kata 'gerakan' tentunya mengarahkan pandangan bahwa upaya pengambilalihan kepemimpinan telah tersusun rapi dan terorganisir.
"Bagi orang luar yang punya ambisi untuk merebut dan membeli Partai Demokrat, saya katakan dengan tegas dan jelas, Partai Demokrat not for sale, partai kami bukan untuk diperjualbelikan," kata SBY dalam video yang dirilis Rabu 24 Februari 2021, mengutip Kompas.com.
Sebelum SBY menyampaikan keterangan tersebut, isu seputar konflik internal Partai Demokrat selalu mencuat ke tengah publik.
Beberapa tokoh Partai Demokrat enggan mengaitkan konflik tersebut sebagai upaya pengambilalihan. Max Sopacua, misalnya, berniat melakukan KLB yang berarti mekanisme pergantian kepemimpinan secara konstitusional.
Namun, Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan KLB adalah hak pemilik suara.
"Apalagi GPK (gerakan pengambilalihan kepemimpinan) PD ini berencana mengadakan KLB. Lah, KLB itu hak pemilik suara."
"Ini segelintir petualang politik sisa masa lalu dan mantan-mantan kader, mentang-mentang didukung oknum orang dekat Istana, mau mengadakan KLB, memangnya punya hak suara dari mana? Mungkin mau reunian aja kali, nyanyi-nyanyi sambil mengenang masa lalu," kata Herzaky, kepada wartawan, Selasa 23 Februari 2021 mengutip DetikNews.
Suara tokoh luar pun bersahutan dari dalam partai sendiri. Kesetiaan kader Partai Demokrat diuji menghadapi perkara ini.
Herzakymengatakan "Ketum AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) menegaskan, jika ada kader terbukti berkhianat, berdasarkan data dan fakta yang sudah dibahas dan diverifikasi oleh BPOKK, Dewan Kehormatan, dan Mahkamah Partai, maka sanksinya adalah pemecatan, berdasarkan aturan yang berlaku di Partai Demokrat."
Ini yang selama ini terlihat dalam partai politik di Indonesia, kekuatan itu bukan semata terukur dari kekuasaan yang teradministrasi, tetapi juga pengaruh dari orang-orang besar yang pernah membesarkan partai.
Adanya konflik internal Partai Demokrat yang mencuat tiba-tiba ini barangkali bukan sesuatu yang luar biasa untuk publik. Masyarakat nyatanya memiliki masalah tersendiri terutama menghadapi pandemi Covid-19.
Publik dalam masalahnya berharap bahwa keadaan ini dapat tersalurkan secara politik ke Partai Demokrat yang memiliki perwakilan di parlemen.
Demikian juga kader-kader mereka yang sekarang duduk sebagai Kepala Daerah di sejumlah Provinsi, Kabupaten/Kota.
Sebagaimana yang terjadi, sejauh ini belum terlihat isu dan gerakan menggigit dari Partai Demokrat sebagai daya tawar kepada kekuasaan. Semoga saya salah.
Tetapi, politik yang dinamis harus memperlihatkan adanya ruang antara oposisi dan koalisi. Warna abu-abu hanya menimbulkan kebingungan terhadap publik. Ini yang kemudian menjadi pertanyaan, setelah masalah internal usai, akan kemana arah Partai Demokrat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H