Nasibnya sama menimpa media elektronik dan TV menghadapi pergeseran minat masyarakat ke platform audio visual YouTube dan aplikasi audio lain. Semuanya mudah dan murah yang dapat diakses 24 jam dari genggaman gawai.
Tahun demi tahun, tantangan yang timbul semakin kompleks tidak semata urusan teknikal, tetapi juga menyikapi pertukaran informasi dan interaksi terhadap pemirsa yang kian kencang.
Media berhadapan dengan tuntutan besar masyarakat supaya menghadirkan sajian berkualitas.Â
Tetapi, masalah ini sebenaranya pengulangan dari masa lalu dan cenderung mengaburkan masalah utama yang harus dituntaskan: bagaimana menciptakan ekosistem digital yang sehat.
Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke dengan 1.340 suku bangsa.
Apesnya, pers memang rentan menjadi sorotan mengingat hampir semua peran dikerjakan dari penyampai pesan, hiburan, jasa iklan, edukasi, tugas investigasi yang biasa dilakukan penegak hukum, kritik dan koreksi kekuasaan yang seharusnya menjadi fungsi legislatif sampai pembentukan opini publik.
Di sisi lain, sikap reaktif pegiat pers untuk menindak para buzzer sesungguhnya sama biasnya dan dapat menambah runyam polarisasi.Â
Malu dong, satu barisan civil society beradu jegal, sementara luput memperhatikan pihak di seberang sana yang sewaktu-waktu menghasilkan kejutan.
Terpenting, media harus membuktikan kekokohannya dengan langkah kreatif meski diterpa badai pandemi Covid-19.Â
Yuk bertahan, yuk untuk menyajikan berita gratis seperti Google. Ingat dan waspada pada upaya-upaya yang menjerumuskan pada monopoli. Masing-masing daerah memiliki media dengan sudut pandang kelokalan yang harus dirawat. Selamat Hari Pers Nasional!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H