Isu lingkungan memperhatikan juga persoalan ketenagakerjaan. Jadi, hal-hal seperti ini perlu menjadi atensi bila hendak menembus pasar Amerika.
Menurut Halim, apapun yang diekspor ke Amerika, pemerintah di sana melihat, "apakah produk yang you ekspor termasuk sustainable, bersih lingkungan dengan tenaga kerja yang sesuai kebijakan yang manusiawi intinya begitu," kata Halim.
Di samping itu, Amerika di bawah Biden akan fokus pada kebijakan labour right dan child labour. Sebagai informasi, perusahaan sawit terbesar Malaysia Sime Darby saat ini terkena larang eskpor ke AS karena isu ketenagakerjaan.
Peluang ekspor sawit ke Amerika
Ekpsor CPO Indonesia ke Amerika mulai mengalami peningkatan signifikan sejak tahun 2015. Sebelum tahun 2015 total volume ekspor CPO hanya sebesar 100 ribu ton per tahun. Sedangkan, sampai tahun 2020 total volume ekspor Indonesia mencapai 1,2 juta ton per tahun.
Halim menjelaskan, faktor pengingkatan ekspor CPO ke pasar AS adalah kebijakan baru di bidang kesehatan. FDA USA melarang TransFat Acid (lemak trans) dan GMO (genetical modified organism) yaitu rekayasa genetika yang sangat berbahaya untuk kesehatan.
TransFat Acid ini ditemukan pada minyak olahan dari kedelai dan jagung. Sementara CPO, tidak sehingga menggantikan minyak olahan kedelai dan jagung.
CPO Indonesia bisa aman, akan tetapi menjadi tantangan pada produk biodiesel dari CPO Indonesia. AS memiliki kebijakan Noda EPA yang terbit pada 2012 silam. Halim mengatakan, CPO Indonesia tidak memenuhi standar CPO AS untuk penggunaan biodiesel dalam Noda EPA.
"Memang biodiesel ini berat karena persaingan tanam-tanaman. Produk biodiesel Indonesia terkena bea masuk 300 persen. Jadi CPO di sana digunakan untuk minyak goreng, biochemecial. Tapi kalau biodiesel, penggunaan CPO Indonesia masih terkena larangan," kata Halim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H