Nah, ini menjadi kekuatiran para produsen baja. Jika ingin mengajukan aplikasi lagi, harus menunggu dua tahun.
Tentu menunggu dua tahun keadaannya sudah berbeda. Sekarang napas industri baja nasional di ujung tanduk.Â
Imbasnya dapat merembet ke persoalan PHK terhadap seratus ribu pekerja, menurut Presiden KSPI Said Iqbal pada pekan lalu.
Semoga kabar tersebut tidak benar-benar terjadi. Tidak ada yang menginginkan kabar tersebut tersiar, tetapi ini pula kerisauannya yang harus dipikirkan.
Baja dari China memang sangat unggul dari segi harga lantaran pemerintah di sana memberikan pelbagai kebijakan subsidi.
Sedangkan produsen baja nasional harus berusaha keluar dari kutukan inefisiensi dari persoalan harga, lingkungan sampai ke teknologi permesinan.
Bukan hanya Indonesia yang khawatir. Produsen baja Amerika Serikat juga sama was-wasnya akan membanjirnya impor baja dari China pada 2021.
Tantangan lain yang harus mereka cari jalan keluarnya saat ini adalah kelebihan kapasitas baja global.
Karena itulah, industri baja di Amerika sempat menyerukan agar Presiden Joe Biden melanjutkan pengenaan tarif dan kuota impor baja dan aluminium 25 dan 10 persen warisan Donald Trump sejak 2018 lalu.
Soal tarif, ini menjadi satu bagian yang mewarnai perang dagang AS-China. Trump meneken pengenaan tarif tersebut pada 2018 silam di Gedung Putih didampingi para pekerja baja dan aluminium.
"Industri baja dan aluminium yang kuat sangat vital untuk keamanan nasional kita, sangat vital."