Tekanan tidak semata berdampak kepada PT GRP. Sejumlah industri baja lain bisa terimbas dampak impor baja yang terindikasi dari rendahnya tingkat utilisasi industri besi dan baja nasional di bawah 50 persen, jauh dari ideal 80 persen.
The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA)Â mengutip data Badan Pusat Statistik menyebutkan pada semester I 2020, neraca perdagangan baja nasional mengalami defisit USD 884 juta atau turun 63 persen dari periode tahun sebelumnya sebesar USD 2.047 juta.Â
Sedangkan, dari sisi volume, defisit neraca perdagangan mencapai 2.805 ribu ton atau turun 40 persen dibandingkan semester I 2019 yang mencapai 4.745 ribu ton.
Walau terlihat adanya perbaikan defisit neraca perdagangan, IISIA menerangkan industri baja nasional tetap pada kondisi sulit lantaran permintaan baja domestik turun lebih besar dibandingkan dengan pengurangan impor. Alhasil, tingkat utilisasi industri baja nasional berada di kisaran 20-40 persen.
Namun, kita tidak perlu terburu-buru menyalahkan China dalam perkara pelik yang sudah bertahun-tahun mendera industri baja. China berdaulat untuk menerapkan kebijakan yang menguntungkan produsen baja di sana dengan memberikan bermacam jenis subsidi.
IISIAÂ mencatat subisdi yang diberikan tersebut antara lain energy subsidies, loan interest subsidies, direct financial grant, direct cash grants, equity infusion, tax break, tax rebate, dan land acquisition.
Tax rebate, misalnya, potongan pajak ekspor sebesar 13 persen yang diberikan kepada eksportir baja paduan.
Tidak hanya China, negara lain memang selalu ikut campur tangan terhadap industri baja masing-masing mengingat strategisnya industri ini walau kebijakan tarif rentan diperkarakan ke WTO.
Menurut keterangan IISIA, Amerika Serikat, India, Kanada, Italia, Belgia, Inggris dan Turki, memberlakukan bentuk import duty, tax incentives, low interest loan dan bahkan paket dukungan finansial untuk penyelamatan industri besi dan bajanya.
Indonesia sudah memiliki instrumen safeguard, termasuk juga instrumen non-tarif seperti pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Baja untuk mengendalikan produk impor. Penerapan SNI sekaligus mendorong tingkat kualitas baja yang beredar kepada masyarakat dapat semakin baik.
Maka, ketika over supply baja China itu terjadi, sejumlah negara melakukan tindakan pengamanan. Menurut Fedaus, Malaysia menerapkan antidumping barrier untuk produk baja lapis alumunium dari Cina sebesar 2,8-18,8 persen. Di seberang laut sana, Korea Selatan menerapkan tarif 9,98-34,94 persen, dan Vietnam mematok tarif 3,06-37,14 persen sampai Desember 2025.