Pandemi Covid-19 masih memberikan tekanan ekonomi dan sosial kepada masyarakat dunia pada awal tahun 2021.
Kemarin, saya mengirimkan pesan kepada teman korespondensi dari Prancis, Julie, seorang mahasiswa hukum di Universitas Lyon, Prancis.Â
Setelah lama tidak bersua sejak November tahun lalu, saya mencoba menanyakan kehidupan mahasiswa di sana.
Sebelum ke topik mahasiswa, saya mengawali pesan dengan pertanyaan umum, bagaimana kondisi Prancis sekarang di tengah pandemi Covid-19?
Tidak perlu menunggu lama. Julie menjawab pesan itu pada Kamis, 21 Januari 2021, pukul 19.08 WIB.
Mengenai kondisi Prancis, ia mengatakan, Prancis sekarang tengah memasuki masa kurungan ketiga.
"Saat ini kami memiliki aturan jam malam sampai jam 6 sore. Universitas tutup, orang bekerja dari rumah jika memungkinkan," kata Julie.
Ia menerangkan, bahwa dalam masa kurungan ketiga ini, beberapa sekolah dan toko-toko diizinkan boleh buka dan sebagian harus tutup."
Namun secara umum, keadaan tersebut tidak menyenangkan masyarakat dan para pelajar.
Julie mengatakan, "Banyak orang marah karena tidak bisa lagi bekerja dalam waktu lama dan banyak yang mengalami kebangkrutan. Iklim sosial cukup tegang."
Saya sempat merasa tersentak melihat pernyataan tersebut--karena ekspetasi saya sebenarnya dapat mendengar kabar baik darinya.Â
Apa yang disampaikan Julie ini merupakan berita, tetapi bukan berita bahagia dalam memahami tekanan masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Kecemasan Julie ini memiliki landasan.
Dalam pesan selanjutnya mengenai kehidupan mahasiswa, dia mengatakan, di Prancis, universitas memiliki otonom masing-masing dalam level manajemen internal.
Pemerintah, katanya, meminta universitas untuk secara bertahap melanjutkan perkuliahan tatap muka mulai dari awal tahun ini.
Akan tetapi persoalan mahasiswa itu sendiri diabaikan, tambahnya. Ini yang kemudian menimbulkan dampak terhadap mahasiswa.
"Ada banyak di antara kami yang tidak bisa lagi membayar sewa, kelas-kelas diatur dengan buruk secara online dan tidak semua dosen terlibat."
"Banyak yang berhenti kuliah dan tingkat depresi meningkat tajam," katanya.
Ia mengatakan, beberapa mahasiswa terpaksa tidur di dalam mobil mereka, bahkan sempat terjadi kasus percobaan bunuh diri. Lagi-lagi, pernyataan ini menghentakkan saya.
Apakah mahasiswa tidak menerima bantuan selama pandemi Covid-19?
Julie menjelaskan, di Prancis, beberapa mahasiswa yang memperoleh beasiswa mendapatkan bantuan di luar Covid-19. Tetapi jumlah insentif yang diterima mahasiswa dinilai tidak selalu cukup karena biaya hidup di kota-kota besar cukup mahal.
"Untuk membantu kami dalam Covid-19 ini, kami memiliki insentif kurang lebih 150 Euro (setara Rp2,5 juta) di bulan Desember. Tetapi ini percuma karena biaya hidup cukup mahal terutama di kota-kota besar."
"Saya akan memberikan contoh, saya mahasiswa di Lyon dan untuk apartemen ukuran 10m2, biaya per bulan rata-rata seharga 600 Euro (setara Rp10 juta). [...] Saya tidak tahu apakah insentif tambahan akan diberikan kepada kami," katanya.
Julie mengatakan, Presiden Macron akan bertemu mahasiswa pada hari ini, Kamis, 22 Januari 2021 waktu Prancis. "Kita lihat apa yang akan terjadi."
Setelah percakapan selesai, saya mencoba mencari lebih lanjut mengenai informasi yang disampaikan Julie.
Mengenai kasus percobaan bunuh diri, FranceTV Info melaporkan, pada 10 Januari, di Lyon, seorang mahasiswa mencoba melakukan upaya tersebut dengan melompat dari lantai kamarnya diduga karena keputusasaan akibat tekanan selama pandemi Covid-19.
Ia berhasil diselamatkan berkat upaya dari teman-temannya dan bantuan petugas pemadam kebakaran, namun harus mendapatkan perawatan.
Tekanan terhadap kehidupan mahasiswa tidak saja terjadi di Lyon, tetapi juga di kota lain seperti Toulouse. Sejumlah mahasiswa menggelar aksi untuk mengungkapkan keresahan yang mereka alami dari pelbagai isu tekanan psikologi, kesepian, dan kesenjangan digital.
Ladepeche.fr melaporkan, Kamis, 21 Januari 2021, para mahasiswa di Toulouse menuntu diakhirinya pembelajaran jarak jauh untuk kembali melaksanakan perkuliahan di kelas sebab sejumlah toko di sana diizinkan buka.
Perdana Menteri Jean Castex pernah mengumumkan bahwa mahasiswa pada awal tahun pertama ini dapat melanjutkan perkuliahan tatap muka secara berkelompok mulai tanggal 25 Januari, laporan RFI.
Tetapi untuk kembali kuliah di kelas seperti normal, itu tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat ini.Â
Prancis memiliki deretan universitas terbaik yang menjadi tujuan bagi banyak anak muda dari penjuru dunia dan dalam negeri. Ketika pandemi Covid-19, banyak mahasiswa yang harus mengisolasi diri di asrama mereka tinggal mengikuti peraturan pembatasan selama pandemi Covid-19, terlebih mahasiswa internasional harus berjuang keras karena jauh dari keluarga mereka.Â
Menanggapi persoalan ini, Presiden Macron pun melakukan pertemuan dengan sejumlah mahasiswa di Universitas Paris-Saclay pada Kamis, 21 Januari 2021.
Mengutip Le Monde, Presiden Macron dalam perbincangannya bersama mahasiswa mengatakan dirinya ingin perkuliahan tatap muka satu hari dalam sepekan.
Ia juga menambahkan, kemungkinan pada akhir bulan, semua mahasiswa non-beasiswa dan internasional dapat memiliki akses makan dua kali sehari seharga satu Euro di kantin kampus.
Perkuliahan kelas tatap muka normal diperkirakan dapat dilakukan pada semester kedua tahun akademik dengan mempertimbangkan pandemi Covid-19.
"Kita masih menghadapi masa ketidakpastian," kata Presiden Macron dikutip, dan juga mengakui untuk mengimplementasikan ini mungkin akan menghadapi kerumitan.Â
Ia menambahkan bahwa setiap mahasiswa dapat memiliki "hak yang sama [...] sebagaimana dapat memiliki hak untuk melakukan tatap muka 20 persen dari waktunya -dengan kata lain satu dari lima hari- dengan memastikan menjaga jarak sosial dan menghindari berkumpulnya banyak orang dalam satu ruangan.
Presiden Macron juga membagikan rekaman video pertemuannya terhadap sejumlah mahasiswa di Twitter dengan menuliskan caption, "Kita tidak dapat belajar dengan baik ketika perut kosong. Semua mahasiswa harus dapat mendapat asupan baik," tulis @EmmanuelMacron, Jumat, 22 Januari 2021.Â
Ia juga mengatakan, para pelajar di negaranya dapat memanfaatkan "chque psy" untuk berkonsultasi tanpa membayar biaya muka.
On ne peut pas bien apprendre quand on a le ventre vide. TOUS les tudiants doivent pouvoir bien se nourrir :pic.twitter.com/jK59JPEYyJ--- Emmanuel Macron (@EmmanuelMacron) January 21, 2021
Lorsqu'un mal-tre s'installe, il ne doit y avoir aucun tabou tirer la sonnette d'alarme. partir du 1er fvrier, tous les tudiants qui en ont besoin pourront bnficier d'un chque psy pour consulter sans avoir avancer de frais.--- Emmanuel Macron (@EmmanuelMacron) January 21, 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H