Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lewat Postingan Dewi Perssik, Kebebasan Berpendapat Tidak Lebih Penting dari Hak Hidup Dikontrol selama Pandemi Covid-19

25 Desember 2020   18:04 Diperbarui: 25 Desember 2020   18:06 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyanyi dangdut Dewi Perssik menyapa penggemarnya melalui Instagram setelah absen tampil di layar TV selama hampir sebulan. Tiga foto diunggahnya untuk menjelaskan kondisinya usai sembuh dari Covid-19.

Kondisinya sangat berbeda, kulit putih di wajah dan dadanya tampak tertutup bercak merah menyerupai gejala ruam.

"Aku sakit kena Covid 19. Alhamdulillah Allah masih kasih kesempatan aku untuk sehat aku sekarang sembuh, aku salah satu org yang beruntung untuk sembuh, aku sudah cek dua kali negatif, Alhamdulillah. Dan sekarang sudah sembuh dan recovery. Jadi timbul kemerahan ini adalah salah satu yang timbul dari mereka yang terkena Covid sekitar 20%. Nah ini jadi bahan renungan buat kita semua dan teguran buatku juga untuk menggugurkan dosa-dosaku, dan bahwa Covid itu nyata," tulis Dewi Perssik dalam caption unggahannya di Instagram, Kamis, 24 Desember 2020.


Gejala Covid-19 seperti yang dialami Dewi Perssik tampaknya jarang diketahui publik, namun bukan berarti tidak ada.

Suara.com sebelumnya pernah menganngkat pernyataan dr Danny Gunawan yang menguraikan bahwa Covid-19 dapat menyebabkan bagian tubuh seperti kulit terkena dampak dan menimbulkan gejala klinis.

Gejala klinis Covid-19 pada kulit dapat digambarkan menjadi 2 tipe: gejala yang terpicu spesifik oleh virus dan tipe yang tidak spesifik. Dan diperkuat dengan kutipan dari Moreno dalam Journal of The European Academy of Dermatology and Venereology 2020.

Disebutkan, bahwa dari 88 penderita Covid-19, 18 orang di antaranya atau 20,4 persen berada dengan manifestasi di kulit berbentuk ruam makulopapular (morbiliform atau seperti penyakit campak), ruam dengan bentuk papuloveskular seperti cacar air, juga urtikaria atau biduran (gatal-gatal).

Menanggapi keadaan Dewi Perssik, para selebritis dan penggemarnya menuliskan ungkapan simpati mereka berharap kesembuhan total untuk Dewi Perssik.

Pengalaman Dewi Perssik melewati Covid-19 dapat mebangun kepedulian masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan. Covid-19 itu memang nyata seperti yang ia tulis di keterangan postingan.

Namun, dari belasan ribu komentar yang menanggapi fotonya, terdapat juga akun yang leluasa mengirimkan komentar seolah-olah paling mengetahui masalah kesehatan kulit, menuduh gejala itu bukan bagian Covid-19, alergi skincare, dan sebagainya dan sebagainya.

Bila juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan kekecewaannya dengan kelakuan ceroboh masyarakat di dunia nyata yang menyebabkan kasus aktif Covid-19 berlipat ganda di Desember dalam waktu sebulan, kecerobohan ini juga terlihat di dalam dunia maya.

Komentar salah atau setidaknya 'masih diperdebatkan' bertambah banyak setelah akun Lambe Turah mengunggah kembali cuplikan postingan Dewi Perssik.

"Ini bukan karena Covid-19 yah, guys. Be smart people. Mbak @dewiperssikreal ini mungkin kena AID (auto immune dessease) yaitu penyakit yang menyerang sel-sel sehat. Mungkin mbak @rinanose16 bisa menjelaskannya. Biar orang-orang disini ngga ditipu mentah-mentah oleh cerita yang ngarang sendiri tanpa pembuktian (EBM:evidence based medicine) secara empiris. Komentar ane yang pertama kok di hapus yah? Takut ketahuan ya kalau mbak dewi ngehoax?" tulis pengguna di kolom IG Dewi Perssik.

"Itu mah campak/biduran anjir bukan Covid, ilih semua serba Covid," tulis pengguna di kolom balasan Lambe Turah.

Kebebasan berpendapat yang berlebihan?

Siapapun bebas berpendapat di media sosial tanpa memandang tingkat pendidikan dan status sosialnya. Namun, narasi yang cenderung merugikan kesehatan publik perlu diredam sebelum menimbulkan efek yang lebih merusak.

Instagram telah mengeluarkan kebijakan tambahan untuk menghapus informasi palsu tentang virus Corona dari pihak ketiga pemeriksa fakta. 

Mereka juga akan menghapus klaim palsu atau teori konspirasi yang dilaporkan organisasi kesehatan global dan otoritas kesehatan lokal yang berpotensi membahayakan orang yang mempercayainya.

Kebijakan tambahan Covid-19 diterapkan juga oleh Twitter, Facebook dan YouTube yang membatasi peredaran informasi palsu.

Kebebasan berpendapat tetap ada, tetapi dikontrol secara ketat dengan tujuan menjaga kesehatan masyarakat.

Hak asasi manusia dilindungi. Bahkan opini bodoh sekalipun dilindungi untuk menjami kelestarian kebebasan berpendapat.

Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19 yang telah menekan kehidupan masyarakat, derajat kebebasan berpendapat menjadi tidak lebih penting dari hak untuk hidup dan hak untuk memperoleh informasi (yang benar).

Masalah penolakan Covid-19 merupakan kondisi serius dalam percakapan di media sosial karena sejak awal merebaknya virus Corona di China, masyarakat di Indonesia yang saat itu kosong dari kasus aktif Covid-19 cenderung meremehkan masuknya virus Corona.

Terlebih beberapa pejabat dan pemangku kebijakan di awal pandemi ini pernah menyampaikan pendapat yang terkesan berkelakar soal virus Corona.

Penyangkalan dan sikap meremehkan ini pada akhirnya membawa kasus Covid-19 menjadi meningkat saban hari hingga akhir tahun 2020. 

Dampaknya tidak saja menyangkut Covid-19 itu sendiri, tetapi sudah menyebar ke masalah kesehatan mental, ekonomi yang terkontraksi, PHK, dan masalah sosial lainnya.

Dari pendapat singkat ini, kebijakan tegas dan serius harus diambil. Peredaran informasi palsu dan tidak benar tentang Covid-19 harus dikontrol ketat, selain mengupayakan pembatasan pergerakan fisik di dunia nyata.

Ada dua hak, hak untuk hidup dan hak untuk memperoleh informasi benar yang perlu dipertimbangkan. 

Di sana, ada nyawa orang rentan yang harus diselamatkan, begitu pula ancaman terhadap nyawa tenaga medis yang berjuang dalam risiko tinggi penularan Covid-19.

Semakin gencarnya debat pro-kontra tentang kebenaran Covid-19 dalam waktu belakangan ini telah menguras banyak tenaga dan pikiran dan tidak berdampak banyak pada upaya pemulihan dan penanganan.

Cuitan Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban, 25 Desember 2020, menjadi pengingat yang cemerlang untuk semua supaya ke depannya tidak berpura-pura kaget ketika kasus Covid-19 di Indonesia mencapai satu juta kasus.

"Diketahui, 109 penumpang di Gambir dan Senen positif usai tes antigen. Kita tahu tes antigen tidak 100 persen sensitif, meski tes ini bagus. Amat mungkin satu dua orang lolos dan menginfeksi yang lain. Jadi, menuju satu juta kasus sepertinya keniscayaan. Jangan pura-pura kaget," tulisnya.

Untuk diketahui, kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 692.838 kasus per 24 Desember 2020 berdasarkan data yang dikutip dari situs Satgas Penanganan Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun