Bila juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan kekecewaannya dengan kelakuan ceroboh masyarakat di dunia nyata yang menyebabkan kasus aktif Covid-19 berlipat ganda di Desember dalam waktu sebulan, kecerobohan ini juga terlihat di dalam dunia maya.
Komentar salah atau setidaknya 'masih diperdebatkan' bertambah banyak setelah akun Lambe Turah mengunggah kembali cuplikan postingan Dewi Perssik.
"Ini bukan karena Covid-19 yah, guys. Be smart people. Mbak @dewiperssikreal ini mungkin kena AID (auto immune dessease) yaitu penyakit yang menyerang sel-sel sehat. Mungkin mbak @rinanose16 bisa menjelaskannya. Biar orang-orang disini ngga ditipu mentah-mentah oleh cerita yang ngarang sendiri tanpa pembuktian (EBM:evidence based medicine) secara empiris. Komentar ane yang pertama kok di hapus yah? Takut ketahuan ya kalau mbak dewi ngehoax?" tulis pengguna di kolom IG Dewi Perssik.
"Itu mah campak/biduran anjir bukan Covid, ilih semua serba Covid," tulis pengguna di kolom balasan Lambe Turah.
Kebebasan berpendapat yang berlebihan?
Siapapun bebas berpendapat di media sosial tanpa memandang tingkat pendidikan dan status sosialnya. Namun, narasi yang cenderung merugikan kesehatan publik perlu diredam sebelum menimbulkan efek yang lebih merusak.
Instagram telah mengeluarkan kebijakan tambahan untuk menghapus informasi palsu tentang virus Corona dari pihak ketiga pemeriksa fakta.Â
Mereka juga akan menghapus klaim palsu atau teori konspirasi yang dilaporkan organisasi kesehatan global dan otoritas kesehatan lokal yang berpotensi membahayakan orang yang mempercayainya.
Kebijakan tambahan Covid-19 diterapkan juga oleh Twitter, Facebook dan YouTube yang membatasi peredaran informasi palsu.
Kebebasan berpendapat tetap ada, tetapi dikontrol secara ketat dengan tujuan menjaga kesehatan masyarakat.
Hak asasi manusia dilindungi. Bahkan opini bodoh sekalipun dilindungi untuk menjami kelestarian kebebasan berpendapat.