Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Catatan Akhir Tahun 2020: Banjir Ibu Kota Jakarta (1)

13 Desember 2020   02:03 Diperbarui: 13 Desember 2020   02:31 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Genangan air di Jalan Jatinegara Barat, Kampung Melayau, jakarta Timur, Kamis 2 Januari 2020. (Foto: @TMCPoldaMetro)


Tahun 2021 segera tiba dalam hitungan hari. Suasana pandemi Covid-19 masih menyerang Indonesia dan negara di belahan dunia lainnya.

Tahun 2020 seperti tidak menyiratkan guratan bahagia kepada siapapun. Inilah waktu untuk merefleksikan apa yang terjadi setahun terakhir, yang menjadi dorongan saya untuk menuliskannya dalam catatan pribadi.

Akan tetapi pandemi bukanlah cerita yang mengisi penuh tahun ini.

Banjir. Ibu Kota negara banjir. Tanggal 1 Januari 2020, hujan jatuh ke kota Jakarta. Jauh beberapa jam sebelumnya, gemuruh telah menyambar langit Jakarta. Hujan sejak sore turun tanpa henti meninggalkan udara lembab sampai tengah malam. 

Rencana untuk mengunjungi pusat kota menyaksikan kembang api bergeser ke tempat lain.

Saya merayakan malam tahun baru dengan cara paling istimewa, sebagai perantau, menikmati kopi sambil menyembul rokok di dalam kamar. Hari itu memang tidak berbeda dari hari-hari biasa. Tetapi itulah sikap yang harus dibangun untuk mengambil kesempatan berbahagia di tahun yang baru.

Kebahagiaan itu lekas menghilang secara pelan-pelan ketika malam semakin suntuk memasuki pagi. 

Jam menunjukkan pukul 3 pagi. Hujan terus turun memberikan bunyi yang lembut, awan semakin menggelapi langit, tetapi suasana itu begitu sedap untuk melepas lelap sambil menunggu datangnya pagi. 

Pikiran memasuki masa-masa peringatan bahwa saya harus mengisi piket peliputan di tanggal 1 Januari. Hari itu menjadi keuntungan karena berita telah dipersiapkan sebelum tinggal mengirimkannya di pagi hari.

Tiga jam setelah memasuki mimpi indah, tiba-tiba telinga secara spontan menangkap nada dering yang bertubi-tubi dari pesan masuk WhatsApp. Grup kantor membahas banyak soal banjir. Jakarta banjir dengan bukti berupa foto-foto dari lokasi masing-masing.

Satu hal melintasi kepala saya ketika bangun, periksa seisi kamar. Tidak ada air. Gang di depan kos hanya ditutupi genangan becek bekas rintik hujan semalaman. Bidara Cina, Kampung Melayu, Jakarta Timur tepatnya di sekitaran McDonald bebas dari genangan banjir. 

Namun, pandangan berubah sekitar setengah kilometer dari sana, melintasi Jalan Otto Iskandardinata (Otista). 

Satu demi satu orang berkumpul dengan menumpuk pakaian dan peralatan rumah yang bisa diselamatkan di pinggir jalan raya. Genangan air banjir perlahan-lahan naik sampai ke Kampung Pulo, kawasan padat penduduk di pinggir kali Ciliwung yang saban musim hujan mesti menerima kiriman air banjir.

Hujan pantang turun ketika matahari telah terbit. Piket di tanggal 1 Januari yang diperkirakan berjalan mulus dan lengang nyatanya harus dilewati dengan kesibukan. 

Berita tentang banjir harus dilaporkan. Busway di depan rumah tidak melintas akibat genangan menutup ruas jalan di Kampung Pulo sampai ke terminal Kampung Melayu, shelter utama/transit busway. 

Perkembangan banjir didapatkan dari laporan akun Twitter TMC Polda Metro Jaya. Gubernur Anies Baswedan pun bergegas memeriksa kondisi di Pintu Air Manggarai sambil melaporkan pantauannya ke media.

Segalanya memang menjadi sangat sibuk di hari itu. Kejadian besar terus bermunculan, landasan pacu Bandara Halim Perdanakusuma dilaporkan tergenang banjir. Di tempat lain, banjir menyergap juga ruas jalan tol dalam kota. Pangkalan taksi Blue Bird Taxi di Kramat Jati, Jakarta Timur, ikut terendam. 

Semuanya mulai saya kerjakan secara cepat dan beriringan mengingat sedikit jumlah wartawan kantor yang aktif, sementara kemungkinan lain atas dampak banjir itu bisa terjadi untuk diberitakan.

Sama sibuknya para narasumber di tempat masing-masing. Panggilan telepon tidak disahut dan pesan WhatsApp yang dikirimkan jarang terbalaskan. 

Syukurlah, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub kala itu, Ibu Polana Pramesti, memberi balasan mengonfirmasi perihal banjir di Bandara Halim Perdanakusuma. Saya bernapas lega karena setidaknya berita besar itu tuntas dilaporkan.

Demikian untuk persoalan perut, di kiri-kanan dan segala penjuru mata angin, warung tutup karena banjir. Tempat yang tersisa sekaligus menjadi pilihan terakhir adalah McDonald. Seumur hidup, baru kali itu saya melewati santap makan seharian di restoran siap saji bersama-sama dengan warga lainnya.

Tetapi itu masih tidak terkirakan dengan kerugian lain yang dialami warga. Banjir benar-benar melumpuhkan Jakarta di hari pertama, di tahun 2020. 

Senyum itu baru mekar seminggu kemudian ketika banjir benar-benar surut. Di hari itu, hanya ada banjir, kabar soal Covid-19 masih berada di China. Virus corona itu belum begitu menyita banyak atensi masyarakat Indonesia. Kita bisa tersenyum saat itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun