Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Serentak 2020 dan Pelajaran dari Donald Trump

9 Desember 2020   03:01 Diperbarui: 9 Desember 2020   03:13 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada. (Kompas/Priyombodo)

Bagi yang lain, mungkin sekadar memilih apa adanya. Mungkin ada yang memilih calon atas dasar ia berparas rupawan, atau mungkin terdorong oleh deretan gelar sarjana. Itu adalah pilihan bebas bagi pemilih.

Kita telah melewati puluhan tahun pemilihan umum. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sudah dihapal.

Serangan fajar, kampanye hitam, teror barangkali telah berganti jubah, telah dimodifikasi supaya tidak terendus sebagai pelanggaran. 

Kecurangan itu bisa beroperasi secara halus, tetapi tujuannya tetap sama: menghasut rakyat untuk memilih calon tertentu dengan cara culas. Para pecundang ini lupa satu hal bahwa suara rakyat tidak dapat dibeli.

Setiap zaman memiliki cerita tersendiri. Pilkada serentak 2020, selain karena berada di masa pandemi, juga menjadi momentum, sebagai thesis untuk mengukur keberlangsungan sistem demokrasi di daerah.

Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ini akan menjadi awal untuk membangun logika politik di daerah masing-masing. Layaknya Pilgub di DKI Jakarta. Bagaimana kelak di daerah Anda?

Pilkada menjadi jaminan bagi rakyat untuk terlibat dalam pembangunan daerah. Lima tahun lamanya. Sebelum memilih, ingat wajah daerah Anda 10 tahun lalu, dan bagaimana nasibnya sekarang?

Lupakan menang atau kalah. Pihak yang kalah tidak puas. Wajar, tidak masalah. Konstitusi menyediakan jalur dan kita memahami jalurnya.

Jika di luar itu tetap kekeuh ribut curang dan memancing kerusuhan, bersiaplah ditertawakan rakyat seperti Donald Trump. Tenaga, pikiran, dan dana habis lebih banyak untuk membayar semua keributan, selama berhari-hari, namun hasilnya tetap nihil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun