Hujan deras mengguyur Kota Medan dan sekitarnya selama sebulan terakhir. Kadang siang, sore, tetapi berlangsung dalam waktu panjang di malam hari.
Angin menjadi lembab, hembusannya dingin. Tapi, desir syahdu hujan mendadak berakhir bencana pada Jumat dini hari (4/12/2020).
Pekarangan rumah dimasuki genangan air sewaktu subuh. Lokasi rumah terletak di Pasar V atau Jl Pantai Barat, Kampung Lalang, Medan Helvetia.
Kebetulan wilayah yang kami tempati merupakan daerah cekungan, jadi sudah mewaspadai bahwa genangan setinggi mata kaki bisa naik lebih tinggi akibat kiriman air dari daerah atas.
Setelah mengungsi ke tempat yang aman, beberapa jam kemudian kami dapat laporan kenaikan air sudah setinggi leher orang dewasa.
Media juga mengabarkan Kampung Lalang menjadi daerah terdampak banjir terparah di kota Medan.
Sekilas tentang Kampung Lalang, daerah ini merupakan daerah bagian barat Medan yang menjadi pertemuan lalu lintas menuju Binjai, Kabanjahe, dan Banda Aceh.
Tahun 2003, banjir terparah pernah terjadi di sini bersamaan dengan banjir bandang sungai Bahorok.
Lalu pada 2011, banjir kembali merendam kawasan perumahan di tempat kami, namun tidak separah banjir bandang lalu.
Banjir kali ini memang cukup parah, menurut asumsi kasar saya. Perbaikan kali sudah dilakukan, tetapi tidak membantu banyak karena mungkin dasarnya tempat kami ini adalah daerah cekungan. Sekitar 500 meter dari luar rumah kami, tidak ada banjir.
Syukurlah, banjir perlahan surut dalam sehari semalam, Sabtu (5/12/2020). Sekarang waktunya untuk membereskan rumah dari lumpur bekas genangan banjir. Perabotan sudah pasti tergenang dan rusak.
Saat banjir, satu hal yang cukup mendebarkan sebenarnya keberadaan buaya di penangkaran Sunggal dan sungai Deli. Sewaktu banjir bandang 2003 lalu, konon katanya buaya-buaya sempat berkeliaran di kawasan perumahan.
Semoga saja itu tidak terjadi. Sejauh ini masih aman. Buaya darat pun susah untuk keluar di malam minggu. Selain karena pandemi Covid-19, hujan pun turun lagi sore ini.