Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

KPK Tangkap Menteri KKP Edhy Prabowo, Hati-hati Toxic Relationship di Sekitar Presiden Jokowi

25 November 2020   15:52 Diperbarui: 26 November 2020   09:51 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri KKP Edhy Prabowo. (Dok. KKP via Kompas.com)

Berita penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo yang dilakukan KPK menambah mimpi buruk negeri ini yang tengah berjuang keluar dari hantaman pandemi Covid-19. 

Sang menteri diamankan bersama pejabat KKP dan anggota keluarganya di Bandara Soekarno Hatta dini hari tadi, menurut laporan Kompas.com, Rabu (25/11/2020).

Kita belum tahu peristiwa apa yang disangkakan kepada sang menteri, apakah kasus itu dilakukan sebelum masa pandemi atau saat masa pandemi ini. Saya adalah manusia biasa, tetapi sewaras-warasnya berpikir, saya menyadari bahwa ada moral yang terdegradasi bila seseorang berlaku korup.

Penangkapan Menteri Edhy secara seremonial dilampiaskan dengan membanjirnya permintaan warganet di Twitter agar Susi Pudjiastuti diangkat sebagai penggantinya. 

Namun, persoalan korupsi sesungguhnya bukan semata timbul dari dorongan individual seseorang. Penangkapan Menteri Edhy memberi petunjuk untuk membaca hawa di kabinet pemerintahan sekarang. 

Ada kemungkinan 'toxic relationship' di antara pejabat yang bekerja secara halus memanfaatkan situasi yang ada. 

Ada kemungkinan dukungan yang tidak sportif dalam menjalankan visi sang Presiden. Apalagi pemerintah kali ini tengah mengupayakan masuknya investasi yang mana korupsi adalah faktor utama pengganggu iklim investasi di Indonesia menurut pengamatan World Economic Forum (WEF).

Saya menyebut toxic relationship sebagai pengganggu visi Presiden, sebab irama yang tergaung selama ini setidaknya dapat disimak dalam beberapa isu setahun ini. 

Salah satunya ketika Presiden Jokowi pernah memberikan teguran kepada menteri kabinetnya saat rapat kabinet Juli 2020 lalu. 

Presiden meminta menteri untuk memiliki sense of crisis yang sama berkaitan dengan penanganan Covid-19. Pesan yang sama disampaikan Presiden pada Oktober lalu yang menyinggung buruknya komunikasi publik pejabatnya dalam menyampaikan UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, dua staf khusus Presiden, Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan mengundurkan diri setelah diterpa isu memanfaatkan jabatan untuk kepentingannya.

Belva adalah CEO Ruang Guru yang tersandera polemik keterlibatan Ruangguru sebagai mitra pelatihan Kartu Prakerja, sedangkan Taufan adalah CEO PT Amartha Mikro Fintek yang menuai kontroversi karena beredarnya surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet yang ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia.

Bagaimanapun, isu tentang penyalahgunaan jabatan dan korupsi akan menjadi pengukur yang menentukan besarnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kejutan KPK

Penangkapan sang Menteri terbilang mengejutkan karena ia adalah orang yang cukup vokal berbicara kebijakannya di hadapan publik. Nadanya optimis seperti kebanyakan menteri bahkan Presiden sekalipun untuk membangun perekonomian negeri ini.

KPK pun sama mengejutkannya, alih-alih diragukan kinerja penangan korupsi yang ditandai dengan mundurnya sejumlah pejabat KPK, kebiasaan mewah sang ketua umum, lembaga antirasuah ini justru datang dengan kabar yang memutarbalikkan anggapan publik belakangan ini.

Presiden Jokowi barangkali telah mengambil siasat untuk mengukur kinerja menteri yang tidak selaras dengan visinya. 

Toxic relationship di antara pejabat negeri harus diputuskan. Sementara partai politik mesti melakukan pengetatan di internal sebab tiada terduga kinerja KPK dalam mengungkap kasus akan menyasar kamar yang terkunci rapat sekalipun.

Gerindra sejauh ini belum memberikan pernyataan resmi apakah akan memecat Edhy dari keanggotaan partai atau tidak. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad seperti dikutip dari Kompas.com mengatakan masih menunggu informasi valid dari KPK.

Poin penting dari kasus yang menjerat Menteri Edhy Prabowo selagi menunggu proses hukum berjalan, kita bisa berlaku sebagaiman telah diterima semasa pandemi Covid-19 bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. 

Di atas itu semua, hubungan yang sehat antar pejabat dan Presiden akan menentukan nasib baik negeri ini untuk ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun