Dalam Peraturan MK 09/PMK/2006 tentang pemberlakuan deklarasi kode etik dan perilaku hakim konstitusi, disebutkan juga bahwa hakim MK harus independen dari tekanan masyarakat, media massa, pihak yang bersengketa. Mereka juga harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
Sementara imparsialitas dapat diukur sejak proses pemilihan hakim MK. Tiga lembaga negara, yaitu  kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dilibatkan dalam rekruitmen hakim konstitusi.
Karena itu, Jimly berkeyakinan keterlibatan tiga lembaga negara tersebut dapat menjamin adanya keseimbangan kekuatan antar cabang-cabang kekuasaan negara sekaligus menjamin netralitas dan imparsialitas MK dalam hubungan antar lembaga negara.
Namun, kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sangat memungkinkan saling beririsan dan bersinggungan. MK mempunyai kewenangan mengadili, salah satunya, menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagaimana diketahui, UU Cipta Kerja merupakan produk perundangan-undangan yang lahir lewat proses politik fraksi di parlemen dan pemerintahan. Ada yang menolak UU ini, namun tidak sebanding dengan fraksi yang menyetujui.
Di sinilah irisan itu terjadi. DPR RI dan Presiden telah sama-sama sepakat mendukung UU Cipta Kerja. Penganugerahan Tanda Kehormatan kepada hakim MK yang masih menjabat memperkuat narasi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan.
Di sisi lain, Presiden Jokowi pernah meminta dukungan MK terkait pengajuan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan pada acara Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019, 28 Januari 2020 lalu.
Selain dari pemerintah, hakim MK kemungkinan besar juga terpengaruh tuntutan luas masyarakat terhadap pembatalan UU Cipta Kerja, termasuk tulisan ini dan pandangan skeptis pengamat terhadap hakim MK.
Salah satu upaya untuk mengukur integritas para hakim dapat dilihat dari tanggapan mereka setelah menerima Tanda Kehormatan.
TANGGAPAN HAKIM
Ketua MK Anwar Usman sebagaimana dikutip dari siaran pers MK, mengatakan, "Penghargaan yang kami terima merupakan buah kerja dan dukungan dari Bapak Sekjen MK beserta staf, Bapak Panitera MK beserta staf, para pejabat struktural dan fungsional MK maupun dukungan seluruh keluarga besar Mahkamah Konstitusi. Termasuk juga dukungan para Yang Mulia Hakim Konstitusi. Inilah buah dari kerja sama kita selama ini. Berkah dari kesabaran".