Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajaran Mamak soal Disiplin, Awalnya Pahit tetapi Lega saat Dewasa

15 November 2020   14:00 Diperbarui: 15 November 2020   14:04 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu, sekolah pertama bagi setiap orang. Dari rahimnya, ia melahirkan manusia dalam wujud bayi.

Bayi itu menemukan sosok pelindung di sampingnya ketika pertama kali melihat dunia. Di hari-hari selanjutnya, si bayi merasa terlindung dalam dekapan. 

Ibu pula yang berbicara lebih banyak kepada anaknya. Bahasanya adalah kasih sayang. Karena itu, pengalama pertama yang diperoleh manusia adalah kasih sayang berkat sikap dan ucapan Ibu.

Sampai akhirnya, saya mulai tumbuh dan mengenal apa yang ada di sekitar saya, mengenal juga sifat-sifat manusia. Sebagai orang Medan, saya menyapa Ibu dengan nama Mamak.

Hal sederhana yang menunjukkan kedekatan batin saya dan Mamak adalah tangisan. Saya yang masih kanak-kanak bakal menangis sejadi-jadinya jika ditinggal pergi oleh Mamak. Karena itu, kemanapun Mamak pergi, bahkan ke warung, saya selalu diajak.

Beranjak usia enam tahun, ketika saya mulai masuk ke Sekolah Dasar, tugas baru menanti. Saya diajarkan untuk merapikan barang-barang dan mainan saya. Setiap berangkat sekolah, wajib mencium tangan kedua orang tua. Ketika tiba di rumah setelah pulang sekolah, saya harus makan siang, dilanjutkan tidur siang. Setelah itu, boleh bermain tetapi waktu yang diberikan maksimal satu jam.

Kala itu, tahun 2000an, permainan anak-anak sebatas pada sepak bola, bermain tos-tosan gambar, atau sekadar keluyuran di sekitar kawasan rumah. Sore hari setelah bermain, saya harus kembali untuk menyapu rumah.

Jika waktu bermain sudah kelewat batas, Mamak bakal mencari saya dan adik-adik saya ke lokasi kami bermain. Mamak cukup berdiri menyaksikan kami, itu sudah menjadi tanda bahwa kami harus pulang.

Semua kegiatan harian kami sangat ketat dan disiplin. Saya kadang merasa tidak puas, apalagi ketika melihat teman-teman saya dibebaskan untuk bermain lebih lama oleh orangtuanya.

Jadi, jatah tugas kami di rumah, saya membantu menyapu, adik kedua mencuci piring dan adik ketiga membersihkan jendela.  Tidak ada perbedaan laki-laki atau perempuan, semua mendapat tugas rumah. Malam hari adalah waktu untuk belajar. Sangat disiplin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun