Namun, segala hal baik jika dilakukan secara berlebihan akan menimbulkan keburukan. Begitu pun orang yang kelewatan batas meneguk miras. Mabuknya menyusahkan orang-orang di sekitar.
Mabuk itu dikutuk, dianggap menyalahgunakan anugerah Tuhan. Mirasnya sendiri tidak dianggap bersalah. Layaknya makanan, yang pantas disalahkan adalah kerakusan yang merupakan kesalahan individu.
Sejumlah wilayah mulai mengenakan sanksi berupa denda, cambuk, hingga pengasingan kepada pemabuk.
Peredaran dan konsumsi miras juga dikontrol. Ada pembatasan jam buka kedai, pembatasan porsi minuman sampai aturan bahwa pengecer hanya boleh menjual miras untuk konsumsi rumah tangga.
Agar lebih terkontrol, ada aturan wajib bahwa penjual miras ini harus membuat tippling house (semacam pub).Â
Kebanyakan izin penjualan miras ini diberikan kepada orang-orang yang terpandang secara sosial. Cara ini lebih efektif. Kaum berpangkat tinggi dan aristokrat sangat berpegang kuat dengan moral.Â
Mereka mengawasi agar peminum bisa tertib saat mengonsumsi miras demi kenyamanan bersama.
Beberapa wilayah tercatat telah memberlakukan aturan tegas. Misalnya, Pennsylvania pada 1709 melarang penjualan miras kepada penduduk asli Amerika. Di tahun yang sama, New Hampshire melarang penjualan miras kepada pemabuk dan mewajibkan supaya nama para pemabuk itu ditempelkan di tiap kedai minuman. Georgia memutuskan bahwa impor minuman keras adalah tindakan ilegal.
Namun, tidak ada aturan yang tidak dilanggar. Sistem konservatif yang stabil dan teratur perlahan berubah jelang akhir abad ke-17.
Persoalan miras berlanjut setelah AS merdeka pada 1776. Amerika menjadi masyarakat baru, bebas dari hierarki dan kolonialisme.Â
Sebagai negara baru merdeka, tentu ada guncangan batin dalam masa transisi.Â