Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inggris "Out from UE", Giliran Sawit yang Tersenyum

1 Februari 2020   14:08 Diperbarui: 2 Februari 2020   05:05 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja memindahkan tandan buah sawit ke truk. (Foto: Kompas.com)

Ancaman imigran yang mengganggu kesempatan bekerja warga Inggris di negaranya sendiri bukan sebuah fenomena baru, namun semakin memuncak tatkala konflik yang mendera sejumlah negara di Timur Tengah.

Kondisi tersebut cukup menguatkan dalil yang dikampanyekan kelompok pro-exit saat itu. Situs voteleavetakecontrol.org memasukkan argumen bahwa hampir 2 juta orang datang ke UK dari UE (di tengah gelombang arus imigran Timur Tengah yang dicap sebagai negara miskin) sehingga ketakutan mereka bahwa masa depan Inggris akan dipengaruhi oleh negara-negara miskin.

Namun, poin utama dari fenomena ini menunjukkan bahwa UE justru kehilangan daya tawar akibat menghiraukan keadaan sosial yang sangat mendasar dari suatu negara yaitu hilangnya lapangan pekerjaan.

UE semakin terjepit untuk bisa meyakinkan kebijakan mereka yang terdengar sangat manusiawi dan menyenangkan banyak orang itu mampu terimplementasi terhadap realita masyarakat. Kenyataan bahwa ide yang sangat utopis namun dengan aturan yang kurang adil bagi sebagian besar orang dapat menurunkan kepercayaan terhadap UE.

Dan pertimbangan itu harus dipikirkan secara matang oleh UE ketika mereka mengusung isu lingkungan dan sustainable yang begitu ideal dan disetujui banyak orang, ternyata justru, dalam perkiraan yang sederhana, berpotensi memukul puluhan juta orang yang telah menggantungkan hidupnya dari pekerjaan yang diklaim 'merusak lingkungan'. Dalam semangat berlainan dari itu, mungkin kita berpikir, "Apa sawit harus ditiadakan saja?"

Meski sebagian masyarakat Indonesia sepakat pada kemungkinan jawaban 'ya' dari pertanyaan itu, beberapa tahun mendatang ketiadaan solusi komprehensif untuk RED II terhadap Indonesia, akan mematuk lebih tajam sentimen masyarakat terhadap UE, terlebih dengan kecurigaan bahwa sesungguhnya ada motif di balik isu sustainable untuk melindungi produk minyak nabati UE.

Maka, ini bisa menjadi sedikit senyuman bagi kelapa sawit Indonesia, berharap UE sedikit melunak dalam mengencangkan kebijakan RED II dengan memperhatikan bahwa Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk menjalankan skema kelapa sawit berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun