Publik tentu mempunyai suatu kewenangan untuk mencurigai dan mengoreksi wacana RUU Omnibus Law berdasarkan studi dan pengalaman relevan yang ada. Sebab Presiden dan menteri telah mengutarakan beberapa kali klaim yang menjamin terciptanya lapangan kerja baru sebelum RUU Cipta Lapangan Kerja diserahkan ke parlemen.Â
Di sisi lain, keberadaan kalangan pengusaha yang mengisi Tim Satgas Omnibus Law, diketuai Ketua Kadin Rosan P Roeslani, mau tak mau harus menyisakan ruang kepada publik untuk mengkritisi RUU yang kelak mengatur nasib banyak pekerja.Â
Tengoklah dalam rentang satu dekade sejak UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan diterbitkan, kalangan buruh dan pengusaha entah berapa kali bersinggung soal hak dan kepentingan masing-masing.Â
Isu ketenagakerjaan terlihat sensitif, bahkan ketika revisi atas UU tersebut mencuat pada tahun lalu, serikat pekerja mulai mengambil ancang-ancang untuk menghadapinya: menolak usulan revisi, sementara yang lain meminta agar UU tersebut tetap bertahan.Â
Produktivitas buruh menjadi dambaan pengusaha selama ini, sedangkan buruh mendambakan adanya keadilan dalam ketenagakerjaan, meskipun muara yang dimaksud lebih banyak terarah pada persentase kenaikan upah minimum setiap tahunnya.
Di satu sisi, kenaikan upah menjadi beban tambahan bagi ongkos produksi yang jika terus dipaksakan maka mau tak mau keputusan PHK harus diambil.Â
Riset Bank Dunia menyebutkan bahwa perusahaan yang beroperasi di negara berkembang kesulitan membayar upah minimum karena rasionya terlalu tinggi jika dibandingkan dengan median laba yang dibukukannya.Â
Akan tetapi, potret kesejahteraan buruh tetap menjadi pertahanan yang harus terakomodasi, peningkatan nilai nominal UMR tak selalu menjadi peningkatan UMR nilai riilnya, di sisi lain filosofi jaring pengaman dari pengupahan juga dilahirkan untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya.Â
Secara politik, posisi buruh adalah suatu daya tawar yang kuat untuk mendukung atau menentang kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim kondusif di masyarakat.
Presiden Jokowi pada 30 September 2019 ketika menerima Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan realita buruh dalam mempengaruhi kekuasaan.
Beberapa hari sebelumnya memang buruh mengancam menggelar aksi yang menuntut revisi PP 78/2015 bersama dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan penolakan revisi UU 13/2003.Â