"Mungkin barang ini bisa membantu," katanya sambil mengangkat sebuah sport car mini yang dibungkus bersama sebuah remote control.
"Mobil? Apa ini mobil terbang? Wow menakjubkan!"
"Bukan, hanya mobil mainan biasa. Anda cukup menggerakkannya dengan konsol, ke kiri, kanan, maju, mundur." Dan seolah menjadi pembaca filsafat yang bijaksana dia berujar, "Anda tak perlu memperlihatkan pesawat untuk menyenangkannya, berikan mobil ini karena aku yakin imajinasi akan terbang lebih tinggi dari pesawat tercanggih manapun," ucap penjual itu.
Bujuk rayu penjual berhasil menenangkan hati si Ayah. Segera mainan itu dibawanya pulang. Dan dalam perjalanan, suara deru mesin mobil kembali mengajak Nadam untuk keluar rumah, menyambut kedatangan ayahnya yang molor setengah dari jam pulang biasanya.
Diberikannya mobil mainan itu kepada Nadam dan dengan girangnya Nadam melompat kegirangan mendapati kado yang diterimanya.
"Terima kasih, Ayah," kata Nadam.
"Ajaklah teman-temanmu untuk bermain bersamamu."
"Nggak!" dengan lantang Nadam menolak.
"Jangan keras kepala, besok kau harus mengajak temanmu ke mari. Jika tidak, Ayah akan menahan mainan ini."
Perintah sang Ayah telah membuat kedua mata Nadam melembab hendak menangis. Agak sulit memenuhi kemauan yang mengecewakan itu. Dia ingin berlari melampiaskan sedihnya kepada sang Ibu.
Hari demi hari berganti, Nadam mulai terbiasa menghabiskan waktu sore bermain dengan teman-temannya, bergilir mengontrol mobil mainan bertipe sedan hitam. Supaya terlihat keren, Nadam menggambarkan logo Toyota di kap mobil karena hanya merk ini yang dia tahu, berharap sang Ayah juga bisa mengganti wujud mobilnya seperti sport car mainan miliknya.