Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Please, Jangan Kaget Saat Bulog Musnahkan 20 Ribu Ton Beras

1 Desember 2019   01:39 Diperbarui: 1 Desember 2019   03:11 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita kerap menganggap sepele masalah pangan. Selama perut kenyang, itu artinya masalah selesai. Tinggal bagaimana memikirkan bisnis, pertumbuhan ekonomi atau prospek masa depan.

Tapi ketika Bulog menyampaikan 20 ribu ton beras harus dimusnahkan karena sudah turun kualitas, kita geger. Siapa yang salah? Media Kontan melaporkan kerugian Bulog akibat pemusnahan beras itu mencapai Rp160 Miliar. Wow!

Kala mendengar berita itu, satu pertanyaan sederhana muncul, kok bisa? Dengan lugu beberapa di antara kita berseru, itu seharusnya bisa disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Saya juga berpikir demikian. Bulog seharusnya sudah membuat plan antisipasi agar beras tidak sampai rusak yang berujung pemusnahan. Sebagai catatan, beras bisa rusak atau turun kualitas karena terlalu lama disimpan di gudang Bulog.

Namun, jika dicermati seksama, masalah pangan nasional memang kompleks. Kebutuhan primer umat Indonesia sedang mendapat ujian. Beras belum menjadi nasi sudah terbuang sia-sia! Seketika nasi uduk plus ayam goreng yang baru saja dilahap, lenyap dari dalam perut. 

Bayangan kita langsung menjurus, bagaimana seandainya Indonesia krisis pangan, masihkah pejabat Bulog tidur nyenyak?

Bulog tidak bisa sesuka hatinya melepas beras dari gudang. Itu beras cadangan pemerintah (CBP) yang disediakan untuk bencana, operasi pasar dan program pemerintah berupa raskin.

Dilema memang. Penduduk negeri yang subur dan kaya sumber daya alam ini khawatir terjadi krisis pangan. Aneh tapi nyata.

Kemudian, apakah kita menyalahkan pemerintah? Jawaban saya, apa pentingnya lagi menyalahkan pemerintah. Ini sudah berkali-kali dilakukan. Dengan sendirinya kesalahan itu sudah melekat kepada pemerintah dan pejabat-pejabat negara ini mungkin mengaku itu kesalahannya tanpa harus mengucapkannya ke publik.

Seperti saya kemukakan, masalah pangan Indonesia adalah perkara rumit. Beras CBP mengendap berbulan-bulan bahkan sampai menahun di gudang. Bulog tidak bisa sembarangan mengeluarkan beras tanpa ada penugasan dari pemerintah. Kalau tetap memaksa dikeluarkan di luar penugasan, hati-hati sanksinya pidana. Selain itu, jangan sampai beras Bulog merusak iklim pasar karena harganya yang murah.

Bulog bukan BUMN yang mencari profit. Tugas Bulog yang utama adalah pembelian atau penyerapan beras atau gabah dari petani. Kedua, Bulog dibentuk untuk menjaga stabilisasi dan ketersediaan beras di masyarakat (walau Bulog juga mengurus jagung, daging, dan sebagainya).

Sederhananya, pemerintah bisa saja memerintahkan agar beras CBP diserahkan kepada warga yang membutuhkan. Ini benar dan sudah terlaksana. Ada program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Bulog juga menyalurkan beras ke BPNT.

Tapi penyalurannya tidak bisa maksimal, dugaannya karena ada praktik tidak beres di lapangan sehingga warga penerima manfaat enggan membeli beras Bulog yang disebut berkutu, namun belakangan Buwas membantahnya.

Atau kemungkinan lain bahwa oknum di lapangan sengaja mengisi beras kualitas buruk dengan kemasan bermerek Bulog. Warga yang waras meski lapar tentu berpikir ulang jika harus membeli beras buruk.

Di saat beras CBP belum tersalurkan maksimal, pada saat bersamaan Bulog harus membeli beras/gabah petani. Gudang semakin sesak, padahal kapasitasnya terbatas. Beras makin banyak, tapi yang keluar sedikit. Sementara kualitas beras akan selalu menyusut seiring berjalannya waktu.

Maka, tidak ada jalan lain. Pemerintah harus tegas menugaskan Bulog menyalurkan beras BPNT karena itu peluang agar beras CBP bisa dilepas dan mengenyangkan perut warga.

Di sisi lain, pengawasan harus diperketat, jangan ecek-ecek karena bukan tidak mungkin akan ada oknum yang gerah bersaing harga dengan beras Bulog yang kompetitif. 

Setidaknya kita yang peduli pada masalah pangan ini juga mau berpartisipasi untuk mengawasi tata niaga pangan. Jangan lengah dengan celah sekecil apapun, karena akumulasinya akan membengkak dengan memperkirakan 260 juta penduduk Indonesia yang perlu makan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun