Di usianya saat itu, Arkadius boleh dikatakan telah menjadi lelaki sempurna, menempuh pendidikan di sekolah beken dan menjadi pemain sepakbola. Ia mengatakan, jika pengalaman hidup adalah sesuatu yang istimewa maka orang harus mensyukurinya. Namun, orang tidak boleh terus mengingat masa lalu.
"Saya orang yang berkarya, mengandalkan bakat saja ternyata tidak cukup. Menjadi pemain sepak bola adalah cita-cita, tapi Indonesia lebih butuh orang-orang berkarya," katanya.
Pembicaraan beralih kembali membahas generasi millenial. Menurutnya, sebenarnya tidak ada perbedaan karakter antara generasi muda dan tua, terutama dalam berpikir kritis. Toh, katanya, anak-anak muda seusianya malahan lebih vokal ketimbang generasi tua.
"Nah, kita juga harus adil, tidak semua anak millenial adalah orang malas, tidak produktif, dan sebagainya," ucap Arkadius seraya membandingkannya dengan perusahaannya saat ini.
Arkadius mengatakan, perlu kehati-hatian untuk mengukur karakter orang tersebut produktif atau tidak. Orang yang keranjingan bermain game, ternyata memanfaatkannya untuk menghasilkan pendapatan. Pola pikir semacam ini, katanya, agak kurang masuk akal bagi generasi tua sebelumnya.
"Orang lain mungkin mengira dia hanya bermain game terus, padahal pasar saat ini juga membutuhkan orang sepertinya," tambahnya.
Masalah produktivitas menjadi isu hangat belakangan ini, apalagi setelah sebagian besar pengusaha menuding tenaga kerja Indonesia tidak mampu bersaing dengan Vietnam. Alasan inilah yang kemudian dianggapa mendorong perusahaan di China lebih memilih Vietnam sebagai tempat relokasi ketimbang Indonesia.
"Keliru jika membandingkan bisnis digital dengan usaha saya. Saya mungkin bisa memprediksi memperoleh pendapatan sekian sekian dalam sebulan, tapi angkanya hanya mentok atau berputar-putar di situ. Coba lihat, pengusaha digital, kalau sampai mereka bisa menciptakan pintu ajaib seperti Doraemon, selesai sudah, usaha saya bakal seret," kata Arkadius sambil tertawa.
Sektor jasa kontruksi memang cukup menjanjikan. Ke depannya pertumbuhan sektor jasa konstruksi ini diproyeksi bakal meningkat, apalagi Presiden Jokowi tetap akan melanjutkan pembangunan infrastruktur di periode keduanya. Namun, mengapa tidak memilih bidang lain yang lebih kekinian dan memanfaatkan digitalisasi?
"Saya menyukai sektor konstruksi, lalu kembali seperti yang saya katakan, selama komputer belum menghasilkan pintu ajaib seperti Doraemon, saya masih yakin untuk sektor ini, orang-orang masih membutuhkan jalan raya untuk berpindah tempat," ucap Arkadius.
Secara garis besar, apapun perbedaan yang membelah bisnis digital dan sektor riil, semuanya tetap perlu membangun jaringan antar sesama, selain tentunya membaca peluang. Lalu apakah Arkadius melihat peluang itu pada wacana wisata halal Danau Toba yang disampaikan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi?