Ketidakberdayaan adalah satu nasib sial dalam hidup. Namun, lebih sial lagi ketika banyak orang keliru memahami makna sebuah ketidakberdayaan.
Terlebih dahulu, kita perlu mengetahui makna sebuah daya yang menjadi akar dari kata tersebut. Merujuk KBBI daring, di sana daya diartikan sebagai, "kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak". Selebihnya, tinggal dinegasikan sehingga ketidakberdayaan adalah ketidakmampuan melakukan sesuatu.
Ada yang absurd. Setiap manusia pada hakikatnya bergerak. Bahkan orang yang terbaring sakit, ada gerakan. Orang yang sedang santai menggeser layar gawainya pun sudah sangat jelas adalah orang yang bergerak.
Inilah isyarat untuk mencapai sebuah tindakan: orang kali pertama bergerak lalu bertindak.
Namun, mengapa kita sering merasa tidak berdaya? Ungkapan ini sering diutarakan manusia yang didera amukan cinta atau disambar patah hati. Namun, ada pula yang mengalami ketidakberdayaan saat seluruh tenaganya mulai kendur.
Pada intinya, ketidakberdayaan muncul dari sebuah kekalahan menghadapi realita. Ngomong-ngomong jangan pernah melawan realita karena tidak akan mengubah apapun yang ada pada realita itu sendiri.
Hal yang sama berlaku pula kepada Anda untuk tidak buru-buru mencari jalan keluar atau penyelesaian atas ketidakberdayaan.
Apa sebab? Ketidakberdayaan bukan sebuah fakta. Ini hanya kiasan, stimulus, atau akal-akalan Anda saja. Saya tidak bermaksud untuk memaksa orang wajib tegar karena ini sama sesatnya.Â
Namun, seperti yang dijelaskan di awak bahwa semua orang berdaya karena ia bergerak. Semua orang pada hakikatnya juga tegar karena ia dicampakan untuk menghadapi realita yang susah ditebak tujuannya. Karena itu, ketidakberdayaan sebenarnya kata absurd. Sesederhana itu.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi saat kita memang sudah di ujung lelah dan kebingungan? Jawabannya karena akal sedang berdansa.Â
Anda sudah menemukan banyak jalan, tinggal memutuskan pilihan, jikalau salah, silakan putar arah untuk kembali bingung. Itulah pentingnya merawat akal.
Pada akhirnya, semua orang perlu menyadari bahwa hanya akal manusia yang memberikan makna pada realita. Akal Anda yang membuat realita menjadi indah, gelap, suram, bahagia dan sebagainya.
Sementara realita hanya berkata, "Manusia ini pada ngapa yak? Lu berakal tapi ngga bakal bisa lebih tinggi dari gue yang begini-gini aja dari dulu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H