Fulan sama seperti beberapa orang di antara kita. Mana yang lebih utama? Kesempurnaan ketikan atau penyampaian ide yang mudah dipahami?Â
Ini akan membawa debat tidak berujung. Ada yang dapat memakluminya, ada yang tidak sama sekali.Â
Namun, kesempurnaan adalah harga mati.Â
Kalaupun Anda masih berbaik hati menoleransi saltik, perhatikan bahwa gejala saltik sangat berpotensi besar memberikan ambiguitas makna, bahkan dapat melencengkan makna bahasa, semisal saltik pada kata nabi di mana jari justru menekan tombol 'b'. Ini sangat fatal.
Seseorang yang memiliki kecerdasan dan ketajaman analisis sekalipun belum tentu menjamin dirinya bebas dari jeratan saltik.
Persoalan saltik ini pernah diulas oleh jurnalis Wired, Nick Stockton, dalam artikel yang ditayangkan pada Agustus 2014 silam.
Anda sudah mengoreksi tulisan dan yakin semuanya telah sempurna. Namun, toh, pada kenyataanya, tetap ada saltik di sana.
Atas masalah itu, Stockton pun mengajukan pertanyaan, mengapa kita bisa melewatkan detil kecil yang menjengkelkan ini?
Ia mencoba mencari penjelasan ilmiah dan menemukan argumen yang tepat dari seorang psikolog University of Sheffield di Inggris, Tom Stafford, yang pernah mempelajari masalah saltik.
Alasan saltik, kata Stafford, bukan karena kita bodoh atau ceroboh.
"Ketika Anda menulis, Anda mencoba menyampaikan makna. Ini adalah pekerjaan tingkat tinggi," kata Stafford sebagaimana dikutip dari Wired.com, (12/8/2014).