Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Cebong dan Kampret, Kini Ada Pendatang Baru: Domba

3 Februari 2019   19:08 Diperbarui: 4 Februari 2019   00:01 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara sederhana, Jerinx, menurut penulis, menganggap warganet yang melaporkan (report) postingannya merupakan orang (atau akun) yang takut menghadapi kritik, lalu  memilih jalan pintas untuk melenyapkan sumber kritik tersebut.

Label domba ini agak berbeda dibanding cebong, kampret, dan dungu sebab tiga label terakhir ini mempunyai asosiasi dan latar yang jelas asal-usulnya. Konon, julukan cebong mulai mencuat setelah putra Jokowi mengenakan topi bertuliskan kolektor kecebong, sementara label kampret muncul setelah para cebong menilai orang-orang yang berseberangan terhadap pemerintah adalah orang-orang yang berpikir dengan posisi terbalik?

Sementara domba, tidak memiliki asosiasi atau latar yang jelas. Ini adalah metafora yang dipakai Jerinx untuk melabeli ketidakpahaman para pendukung Anang-Ashanty dalam menyeleksi persoalan RUU Permusikan. Sejak persoalan RUU Permusikan mencuat ke permukaan beberapa waktu belakangan, Jerinx kerap menyerang Anang secara verbal. Anang adalah anggota DPR RI yang juga menginisiasi terbentuknya RUU Permusikan.

Jerinx yang berlatar belakang musisi punk yang menciptakan banyak lagu mengenai masalah sosial meluapkan kritiknya kepada Anang dengan gaya kasar dan bahasa-bahasa yang tidak ingin terkesan sopan. Silakan cek akun IG dan Twitter Jerinx untuk mendapat gambaran yang lebih luas. 

Meski buruk, kabar baiknya bagi demokrasi, ternyata Indonesia tidak kehabisan orang-orang alias pemberontak untuk melawan segala bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. Ini bakal menjadi potret bangsa Indonesia yang mulai lepas dari bayang-bayang suram pembungkaman era Orde Baru.

Ia mempersoalkan keberadaan RUU Permusikan yang disebut menjadi prioritas DPR RI untuk diselesaikan tahun ini. Kritik itu menyasar beberapa pasal, di antaranya pasal 5 dan pasal 32 yang sebenarnya termasuk aneh untuk dimasukan sebagai produk hukum.

Pasal 5 itu berbunyi, ‘Musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum, membuat konten pornografi, memprovokasi pertentangan antar kelompok, menodai agama, membawa pengaruh negatif budaya asing dan merendahkan harkat serta martabat manusia.’ Jika dimaknai secara universal, pasal 5 ini bakal cenderung menyeret para musisi masuk dalam persoalan hukum karena tafsirannya yang sangat terbuka dan tidak menentu untuk memastikan terpenuhinya unsur provokatif, penodaan agama dan sebagainya dari karya musisi.

Kritik senada disampaikan CNNIndonesia.com namun menyoroti pasal lain terkait teknis pertunjukan. Dalam artikelnya pada 31 Januari 2019 lalu, disebutkan draf RUU Permusikan memiliki pasal-pasal ’lucu’, yaitu pasal 18, 19, dan 42 yang mengatur tentang pertunjukan musik dan pelestarian budaya.

Dikutip dari CNNIndonesia.com, disebutkan bahwa pasal 18 berbunyi, ‘Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Artinya, masih dari sumber yang sama, setiap pertunjukan musik yang diselenggarakan di Indonesia harus memiliki lisensi dan izin usaha. Peraturan itu tidak menjadi masalah bagi promotor pertunjukan musik besar, baik yang menampilkan musisi luar atau dalam negeri.

Namun, eksistensi para pelaku pertunjukan yang tidak memiliki lisensi bakal terancam, padahal pergerakan mereka sebenarnya banyak mengakomodir para musisi kecil untuk bisa tampil menunjukkan aksi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun