Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat Amerika Serikat pun Menuntut Libur Hari Pribumi

9 Oktober 2018   20:10 Diperbarui: 9 Oktober 2018   20:26 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kolumnis Robin Abcarian memberikan sebuah kutipan ciamik dalam artikel yang ditayangkan media Los Angeles Times pada 1 September 2017 lalu. Kutipan kecil yang nyaris sulit dibantahkan kebenarannya pada saat ini.

"History is written by victors, and promulgated by their descendants." Demikian bunyi petikan tersebut.

Artinya kurang lebih seperti ini, 'sejarah dituliskan oleh pemenang dan diteruskan oleh keturunannya.' Kalimat awal barangkali jamak diketahui masyarakat. Namun, penekanannya adalah bagaimana narasi sejarah diteruskan dari generasi ke generasi agar awet di kepala masing-masing orang.

Namun, masyarakat Amerika Serikat harus berdebat keras untuk bisa menerima kehadiran nenek moyang mereka. Orang-orang barangkali mengingat Christopher Colombus, penjelajah Italia yang mendarat kali pertama di Bahama pada 1492, sebagai penemu Amerika.

Kedatangan Columbus di dataran Amerika dirayakan. Namun, pada akhirnya perayaan Hari Columbus mendapat banyak pertentangan di pelbagai daerah.

Beberapa sumber menuliskan, Columbus dan kawan-kawannya telah melakukan pembantaian terhadap pribumi Amerika yang saat ini dikenal sebagai orang Indian. Tak ayal, kisah semacam ini menjadi pemancing bagi sebagian orang untuk menolak Hari Columbus. Mereka memlih untuk menggantinya sebagai Hari Orang Pribumi (Indigenous People Day).

Hari Pribumi sebenarnya sudah dirayakan sejak 25 tahun di Berkeley, California Utara. Hari Pribumi juga sudah menjadi hari libur di beberapa negara bagian: Hawaii, Florida, South Dakota, dan lain-lain.

Sementara Hari Columbus ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak 1934. Lalu, pada tahun 1971, AS menetapkan Hari Columbus sebagai hari libur pada hari Senin setiap minggu kedua Oktober.

Situasi politik AS di bawah Presiden Trump kian mempertajam sentimen antar bangsa tersebut. Kabar terbaru menyebut Anti-Columbus Daymenyeruak di beberapa daerah.

Sebuah pesan dicoretkan di monumen Christopher Columbus di Philadelphia Selatan, Senin (8/10/2018).

"End Christpher Day," bunyi pesan yang dicoretkan di lantai luar monumen. Dari beberapa pesan liar yang ada, Columbus didentikan menyerupai Trump.

Columbus dan Leif Erikson

Itu baru Christopher Columbus. Sebagian orang meyakini Leif Erikson, seorang penjelajah Viking Norwegia yang lebih dahulu menemukan Amerika, 500 tahun sebelum Columbus.

Masyarakat kemudian mengenang Leif Erikson setiap tanggal 9 Oktober. Leif Erikson dan Columbus adalah dua orang yang berbeda. Kolumnis TIME Olivia B Waxman dalam artikelnya mengutip  'America Not Discovered By Columbus', karya akademisi Skandinavia Universitas Wisconsin, Rasmus Anderson 1874.

"Ekspedisi pertama ke New England pada tahun 1000 dilakukan Leif Erikson," tulis Olivia mengutip Rasmus. Lebih lanjut, Rasmus menggambarkan Leif Erikson sebagai lelaki kulit putih pertama yang mengarahkan kapalnya ke barat untuk menemukan Amerika."

Dan pertanyaan, siapakah nenek moyang Amerika itu? Masyarakat Amerika terus memperdebatkannya keras. Namun, aksi sudah sampai pada pemindahan patung Columbus di Los Angeles.

"Saya mendorong orang-oran untuk mengganti Hari Columbus dengan Hari Pribumi dan melepas semua simbol penindasan dan kebencian yang tentunya akan diterima baik semua kalangan, tidak hanya pribumi," kata Mitch O'Farrell, anggota dewan Los Angeles yang mengupayakan Hari Columbus diganti dengan Hari Pribumi kepada Los Angeles Times.

Indonesia juga perlu Memperdebatkan Sejarahnya

Amerika sendiri toh sama seperti Indonesia dalam hal masyarakat plural. 

Namun, satu hal yang menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia adalah bagaimana sejarah mendapat tempat untuk dibicarakan secara luas. Apakah kita berkenan mendengarkan beberapa pihak yang ternyata menganggap Belanda bukanlah penjajah? 

Kita memang perlu sebuah perdebatan untuk bisa menentukan pilihan. Mengapa demikian? Hampir bisa diapstikan sejarah masa lalu merupakan definisi usang, penakluk dan yang ditaklukan. Selama narasi itu dipupuk, akan muncul banyak pertanyaan. Apalagi generasi millenial saat ini sangat lincah untuk julid dan terus bertanya tanpa henti.  Teringat pada seorang teman yang menyesal Indonesia telah ditinggalkan kaum Belanda. "Pada zaman Belanda, pembangunan tidak murahan," katanya. Itulah pertanyaan dia. Namun, saya belum menemukan alasan yang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun