Columbus dan Leif Erikson
Itu baru Christopher Columbus. Sebagian orang meyakini Leif Erikson, seorang penjelajah Viking Norwegia yang lebih dahulu menemukan Amerika, 500 tahun sebelum Columbus.
Masyarakat kemudian mengenang Leif Erikson setiap tanggal 9 Oktober. Leif Erikson dan Columbus adalah dua orang yang berbeda. Kolumnis TIME Olivia B Waxman dalam artikelnya mengutip  'America Not Discovered By Columbus', karya akademisi Skandinavia Universitas Wisconsin, Rasmus Anderson 1874.
"Ekspedisi pertama ke New England pada tahun 1000 dilakukan Leif Erikson," tulis Olivia mengutip Rasmus. Lebih lanjut, Rasmus menggambarkan Leif Erikson sebagai lelaki kulit putih pertama yang mengarahkan kapalnya ke barat untuk menemukan Amerika."
Dan pertanyaan, siapakah nenek moyang Amerika itu? Masyarakat Amerika terus memperdebatkannya keras. Namun, aksi sudah sampai pada pemindahan patung Columbus di Los Angeles.
"Saya mendorong orang-oran untuk mengganti Hari Columbus dengan Hari Pribumi dan melepas semua simbol penindasan dan kebencian yang tentunya akan diterima baik semua kalangan, tidak hanya pribumi," kata Mitch O'Farrell, anggota dewan Los Angeles yang mengupayakan Hari Columbus diganti dengan Hari Pribumi kepada Los Angeles Times.
Indonesia juga perlu Memperdebatkan Sejarahnya
Amerika sendiri toh sama seperti Indonesia dalam hal masyarakat plural.Â
Namun, satu hal yang menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia adalah bagaimana sejarah mendapat tempat untuk dibicarakan secara luas. Apakah kita berkenan mendengarkan beberapa pihak yang ternyata menganggap Belanda bukanlah penjajah?Â
Kita memang perlu sebuah perdebatan untuk bisa menentukan pilihan. Mengapa demikian? Hampir bisa diapstikan sejarah masa lalu merupakan definisi usang, penakluk dan yang ditaklukan. Selama narasi itu dipupuk, akan muncul banyak pertanyaan. Apalagi generasi millenial saat ini sangat lincah untuk julid dan terus bertanya tanpa henti. Â Teringat pada seorang teman yang menyesal Indonesia telah ditinggalkan kaum Belanda. "Pada zaman Belanda, pembangunan tidak murahan," katanya. Itulah pertanyaan dia. Namun, saya belum menemukan alasan yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H