Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Post Truth: Dari Hak Angket KPK sampai Fahri Hamzah yang Diunggulkan Menjadi Presiden

9 Juli 2017   20:05 Diperbarui: 10 Juli 2017   06:36 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polling dari @dulatips
Polling dari @dulatips
Sekilas fenomena ini hampir tidak berkorelasi satu sama lain, terlampau jauh dan ngawur. 

Akan tetapi, polling tersebut menjadi cermin. Keadaan semacam ini tentu akan membuat beberapa pegiat KPK dan aktivis anti-korupsi menjadi tergopoh-gopoh, berjalan sendiri dan terasing lagi. Seakan ingin menjelaskan bahwa KPK tidak mempunyai kuasa lebih untuk memperkarakan seseorang atas dugaan korupsi. 

Ada yang mendefiniskan lagi bahwa yang terjadi adalah post-truth.  Mbulet, sebab bergulirnya Hak Angket satu irama dengan wacana pemberantasan korupsi. Jika pihak yang pro dan kontra ditanya, mereka sama-sama ngotot sedang berjuang untuk memberantas korupsi, berpegang pada kebenaran masing-masing yang sayangnya justru saling bertabrakan.

Akan tetapi, jika ditarik ke dalam alam politik, FH termasuk yang menikmati udara segar hari ini. Upaya-upaya yang bertujuan untuk melemahkan FH, justru akan menambah kesan untuk dirinya. Seperti yang pernah dialami KPK, taringnya bertambah tajam menggigit. FH tidak sekalipun tumbang meski sudah menabung banyak kritik dan hujatan berbagai pihak. 

Dalam politik, kita hanya menilai kesan, bukan karena kerja atau tindakan seseorang. 

Persoalan KPK adalah manuver politik. Sialnya, dalam perkara korupsi tidaklah mudah membumikan bahasanya kepada masyarakat. KPK pun tidak dapat menghindari anggapan yang mengesankan dirinya merupakan kaum-kaum yang sangat elitis. Sehingga ada ruang senjang antara KPK dan masyarakat. Imbasnya, FH dan kolega masuk ke dalamnya, lalu bersenandung di atas panggung dengan lagu-lagu rakyat. Enak didengar.

Setidaknya, post-truth menjadi bahan ajar untuk mematangkan wacana politik saat cuaca mudah (di)(ber)ubah-ubah. Tergantung narasi macam apa yang menjadi konteks dalam kebenaran atau wacana. Maka, mau tidak mau kita tidak dapat berhenti untuk mencari lebih dalam dan mengritisinya. Jangan sampai dukungan untuk KPK hanya demi menambal kesan elit untuk keharuman nama baik kita. Jika tidak, dukungan untuk KPK merupakan pekerjaan yang mustahil dan sia-sia, sebab kita memang tidak memahami komposisi mana yang tepat untuk dijadikan lirik dalam lagu rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun