Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kurt, Pesan kepada Fans Karbitan dan Prillvers

29 Juni 2016   14:06 Diperbarui: 29 Juni 2016   14:09 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era sudah berganti, orang tak perlu mendengar penyiar radio. Duduk berjam-jam demi mendengarkan lagu-lagu yang sedang menukik. Sekarang ada media streaming yang menyiapkan keleluasaan orang untuk mendengar dan melihat aksi panggung sang idola. Petualangan yang sangat langka sebelum era teknologi informasi secanggih sekarang.

Dahulu kala di sebuah rumah kecil, agar dapat mendengarkan Smell Like Teen Spirit berkali-kali, sangat dianjurkan untuk menyiapkan sebuah kaset kosong. Kala penyiar radio memutarkan lagu, c’est parti, biarkan kaset tersebut melaksanakan tugasnya. Selesai merekam, bait-bait reffrain bersama suara antah-berantah pita suara menggema ke seisi ruangan rumah. Setiap hari! Bahasa Indonesia tidak, bahasa Batak pun tidak. Ya ampun uda, pasti berisik sekali.

Usut punya usut, lirik lagu didapatkan dari sampul kaset atau dalam halaman majalah musik. Kalau belum juga menemukan keduanya, jalan terakhir yang ditempuh yakni mendengar lalu mencatatnya. Edan! Persiapan TOEFL atau acem da?

Sekarang zaman sudah berbeda. Terakhir saya melihat video Smell Like Teen Spirit di Youtube, pemutaran mencapai 399.436.890 kali. Angka ini masih kalkulasi dari orang-orang iseng yang kaya kuota, belum jumlah unduhan video dan lagu di luar Youtube. Jangan lupa juga para penjual, baik yang bajakan atau resmi di toko musik. Untuk mencari liriknya, perlu saya beritahu?

Apresiasi anak-anak muda masa kini bermunculan. Nirvana masih melangit sampai sekarang. Tak sekadar mendengar baik-baik lalu terlelap, mereka membentuk sebuah komunitas atau band dengan ciri-ciri yang disamakan dengan Nirvana. Jamak ditemukan ‘Tribute to Nirvana.’

“Kami bukan band politik, kami hanya orang-orang yang bermain musik. Tetapi kami bukan band bodoh yang meminta orang-orang melupakan segalanya. Tidak ada lagi pemberontakan di rock ‘n roll. Saya berharap musik underground bisa mempengaruhi arus utama dan menggoyang anak-anak. Mungkin kita dapat mengubah hidup beberapa anak dan menghentikannya menjadi seorang tukang las atau pengacara busuk. Apa yang kita butuhkan mungkin adalah generasi baru.”

Nasihat di atas sarat makna. Penuh kesedihan mengingat Kurt menyimpan sejarah buruk di masa kecil. Dia tumbuh di bawah asuhan ibunya yang bercerai. Tukang las dan pengacara busuk merupakan metafora yang tidak berlebihan dalam melukiskan dunia yang tak pernah lebih baik. Kurt hampir tak pernah menerima keuntungan penjualan album Nevermind tahun 1991. Dolar yang diterimanya hanya sebanyak 29.541 US Dollar, nominal yang sangat kecil untuk musisi dengan penjualan album mencapai 25 juta kopi.

Nevermind. Kurt menyadari bahwa yang lebih penting dari sebuah sikap adalah lagu yang bagus. Harus diakui bahwa banyak lagunya menyihir. Saya bukan orang fasih berbahasa Inggris apalagi mampu memaknai bahasanya lebih dalam waktu pertama kali mendengarkan Smell Like Teen Spirit. Lagi pula, mana mungkin ada orang yang menyukai lagu tersebut hanya karena kebetulan memakai deodoran Teen Spirit. Itu namanya korban iklan rokok!

Ini mengingatkan saya pada forum-forum diskusi yang banyak ditemukan di sosial media atau kanal berita. Frasa liar itu berupa fatwa liar ‘fans karbitan.’ Begini bung, apalah artinya bila hanya memperdebatkan desas-desus kematian Kurt, apa judul lagu Lithium, kapan Leicester City berdiri, berapa nomor sempak Courtney Love, elektro atau fuzz, sebab ini upaya terselubung yang secara tidak sadar telah memecah belah dan mengendurkan semangat persatuan dan kesatuan. Pler!

Seharusnya semua diselesaikan bersama-sama. Buat yang merasa paling benar, ente juga harus tahu sikap. Orang pintar itu ibaratnya padi, makin berisi semakin menunduk. Ente sudah tidak tahu, terus vokalnya paling tinggi lagi.  Kalau mau membandingkan diri dengan gaya Kurt bermain gitar yang tak karuan itu, persoalannya ente dan Kurt sudah beda niat dan tujuan. Tapi saya tetap angkat topi buat orang-orang yang senang memberontak.

Jadi, Kurt membenci ketenarannya. Pihak label seperti tak peduli dengan dirinya, jadwal wawancara, konser yang padat, hampir semua menjadi rutinitas yang dilewatkan sehari-hari. Ini musisi atau buruh? Maka dia memberontak, melawan dengan bermain sejelek-jeleknya. Namun, auranya malah semakin dikagumi banyak orang. Padahal sedari dulu sudah dikatakannya bahwa dia hanya bermain musik, sudah itu saja. Ibarat Maudi Ayunda, disuruh pose muka jelek, malah makin manis. Ah!

Melalui tulisan ini, saya juga ingin menyampaikan pesan kepada Prillvers di tanah air. Kenapa? Sebab Prilly adalah orang biasa dengan ribuan umat di belakang dan sampingnya. Dan keadaan ini ternyata tidak menyenangkannya. Ini serius. Memiliki banyak basis pendukung kadang-kadang bisa menjengkelkan juga. Apalagi bila sebagian besar mereka belum memiliki kesadaran kritis, yang pada akhir episode akan menjadi kaum fanatik.

“Kadang aku ingin seperti pasangan normal lainnya. Gandengan tangan, nonton bareng, makan popcorn berdua.. menikmati masa remaja. Aku merasakan tidak nyamannya bertahan dalam kondisi yang serba terkekang. Aku takut. Takut pada paparazzi, infotainment, fans yang tidak suka, mengganggu,” demikian tulis Prilly, dilansir dari bintang.com (27/4). Prilly yang malang! Seandainya saja kamu menyukai kopi, tak bakal ini terjadi.

Dalam arus globalisasi indutri hiburan tanah air, Prillves setidak-tidaknya harus berani mengambil sikap independen terhadap perjalanan komunitas ke depan. Prilly sudah mengerjakan tugas sebaik-baiknya di panggung hiburan, sekarang biarkan dia bebas menentukan hidupnya. Bagaimanapun juga dia sebentar lagi berpacaran, cepat atau lambat percayalah.

Jadi, Prillvers sedianya mau belajar ikhlas dan lapang dada. Kalau disadari, apa yang Prillvers lakukan, secara tidak langsung turut menyumbangkan sentimen seksisme dari kaum hawa. Sebabnya baik laki maupun perempuan sekarang, ketika melihat yang bening-bening, sedikit saja, maunya langsung main sikat, histeris tidak karuan. Padahal, cantik itu kan harus luar dalam.

Jadilah fans yang baik, mitra kritis yang selalu hadir menunjukkan kepedulian. Bebeda pendapat itu lumrah, apalagi berseberangan dengan Prilly. Mungkin kalian yang tak sependapat itu membuat komunitas baru, namanya Post-Prillvers. Fenomena semacam ini pernah terjadi, contohnya di Jerman sewaktu Herbert Marcuse dan guru Mazhab Frankfurt lainnya ditolak para mahasiswanya. Di Prancis, Partai Komunis Prancis membongkar organisasi pemudanya Union de la Jeunesse Republicaine de France (UJRF) karena mahasiswanya tak sepakat dengan sikap partai dalam Revolusi Polandia dan Hongaria.

Mau lihat Prilly jadi jelek dan sakit-sakitan? Saya khawatir andai Prilly sampai menulis, I was leaving Aliando the planet. Terserah kalian, tapi bila itu sampai terjadi, saya siram kalian pakai air parit.

Tulisan ini pertama kali dimuat di sediksi.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun