Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Ketika Artificial Intelligence Tidak Bisa Berkontemplasi

5 Januari 2025   13:03 Diperbarui: 6 Januari 2025   20:57 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali melintasi perairan Selat Makassar, sudah sekian artikel yang terbit dari hasil kontemplasi perjalanan, mengamati landscape, merasakan denyut kesibukan serta observasi langsung dari episentrumnya.

Artikel dimaksud mulai dari potensi perairan, masa depan maritim, memperkuat konektivitas, pembangunan sarana infrastruktur, keselamatan pelayaran dalam negeri, kerjasama lintas wilayah, hingga urgensi tol laut di Selat Makassar. 

Tentu artikel dengan diperkuat referensi atau literasi yang berkaitan dengan Selat Makassar. Artikel yang dipublish di Kompasiana tersebut murni dari original dari pemikiran sendiri, bukan plagiat.

Karena membuat artikel di Kompasiana, tidak diperkenankan melakukan plagiat. Akan dihapus dengan sendirinya oleh admin Kompasiana. Dengan total artikel mencapai 406, bukti bahwa artikel saya masih dipercaya dipublish di Kompasiana.

Menggunakan referensi berupa data, informasi atau kutipan untuk pendalaman artikel boleh saja. Baik via digital maupun manual. Namun tidak boleh mendominasi dari keseluruhan artikel. Karena apa bedanya dengan plagiat?

Maka inilah beberapa link artikel terkait Selat Makassar yang sudah terbit di Kompasiana. Beberapa di antaranya mendapatkan label Artikel Utama.

https://www.kompasiana.com/efrain/6777bac634777c3d3048a043/trip-perdana-via-transportasi-laut-di-awal-tahun-2025

https://www.kompasiana.com/efrain/63e24e67ba21272e553736c2/menatap-masa-depan-sektor-maritim-di-selat-makasar#goog_rewarded

https://www.kompasiana.com/efrain/6560370a110fce18d01c06d3/perjalanan-menyusuri-selat-makassar-dan-laut-jawa-demi-kompasianival

https://www.kompasiana.com/efrain/66a398eac925c4590161a5f2/memperkuat-konektivitas-maritim-di-sulteng-lewat-km-dharma-kencana-v#goog_rewarded

https://www.kompasiana.com/efrain/66766a1834777c4abe7c4d02/andil-dermaga-bagi-peradaban-dan-perekonomian-daerah#goog_rewarded

https://www.kompasiana.com/efrain/666c425734777c53fc48b9d3/pentingnya-aspek-keselamatan-pada-angkutan-perairan#goog_rewarded

https://www.kompasiana.com/efrain/65f53550c57afb1e024c8492/akselerasi-kerjasama-lintas-provinsi-di-selat-makassar#goog_rewarded

https://www.kompasiana.com/efrain/659f6909c57afb615d556e42/momen-nostalgia-dalam-pelayaran-bersama-km-tidar

https://www.kompasiana.com/efrain/61285d9c06310e69c5687672/mewujudkan-tol-laut-di-sulawesi-tengah#goog_rewarded

Kesibukan aktivitas ekonomi lintas Selat Makassar. Dok Pri
Kesibukan aktivitas ekonomi lintas Selat Makassar. Dok Pri

Terkait artikel di atas saya tidak pernah 'curhat' alias meminta bantuan pada platform Artificial Intelligence (AI) untuk mendapatkan data dan informasi sebagai referensi tulisan.

Juga tidak pernah berinteraksi terkait contoh artikel tentang Selat Makassar. Padahal bisa saja sebagai perbandingan. Penentuan judul artikel, sub judul, lead, isi hingga penutup artikel murni dari hasil original berpikir .

Untuk via digital, saya lebih menggunakan referensi dari Google atau media online, sebagai eferensi penulisan artikel terkini atau populer. Sementara via manual, lebih dominan koleksi buku pribadi.

Maka saya mencoba  menggunakan Meta AI yang ada pada aplikasi WhatsAPP (WA), sekedar mencari informasi tentang  Selat Makassar.

Yakni Informasi yang tentang potensi, masa depan, dan upaya memperkuat  sektor maritim di Selat Makassar.  Juga meminta untuk dibuatkan contoh artikel tentang Selat Makassar.

Maka Meta AI pun menyajikan data dan informasi seputar Selat Makassar berupa garis besar tentang potensi, pengembangan, dampak, perencanaan dan pengelolaan perkembangan terbaru dan informasi lainnya.

Satu hal yang mengejutkan, data dan informasi dari Meta AI tersebut bersumber dari BPS, KKP, Kemenhub, Pemprov Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Tidak ada sumber dari Pemprov Sulawesi Tengah.

Ini mengherankan, apakah tidak ada referensi dari Pemprov Sulteng yang layak menjadi sumber. Atau penggunaan platfrom digital untuk referensi dari Pemprov Sulteng yang minim, sehingga tidak terbaca oleh Meta AI.

Demikian pula untuk contoh artikel, Meta AI menyajikan judul dan garis besar terkait data dan informasi tentang Selat Makassar. Contoh artikel ini bisa jadi panduan, namun belum layak sebagai sebuah artikel.


Karena jangan harap ada unsur kebaruan gagasan (sudut pandang) di dalamnya. Juga kerapian sistematika, kesolidan argumentasi, story telling (bertutur) keruntututan tuturan, dan juga penataan logika kalimat.

Observasi tentang kondisi pelayaran di Selat Makassar. Dok Pri
Observasi tentang kondisi pelayaran di Selat Makassar. Dok Pri

Hal ini hanya bisa didapatkan dari hasil kontemplasi, pendalaman, skill dan knowledge dari hasil proses panjang seorang penulis artikel. Meta AI sebagai kecerdasan buatan, tidak dirancang untuk bisa berkontemplasi, menghasilkan sesuatu yang original.

Sebagai contoh saya bertanya terkait telaah Undang-Undang no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Meta AI pun menyajikan garis besarnya berupa data. Tidak ada ulasan tentang pasal terkait dengan relevansi kondisi terkini, pada armada kapal pelayaran.

Tentu yang bisa mengulas lebih mendalam hanya penulis artikel yang melakukan observasi, dan mengkaji regulasi. Kemudian membuat artikel yang bernas, menyentuh dan menggugah pihak terkait. Untuk mau membenahi sarana dan kebijakan pelayaran yang lebih baik.

Ada dua alasan mengapa manusia tidak bisa menolak  teknologi (digital). Pertama, manusia modern tidak dapat menjamin kebutuhan dasarnya tanpa hadirnya teknologi. Kedua, kemenangan budaya teknologi tidak dapat digagalkan lagi.

Dengan alasan ini, maka keberadaan Meta AI sebagai instrumen teknologi di era digitalisasi saat ini, adalah sebuah keniscayaan. Namun demikian tidak harus menjadi sebuah ketergantungan, sehingga terbiasa berpikir Instan.

Untuk membuat judul artikel saja harus berinteraksi ke AI, enggan untuk berpikir kreatif. Sebagai manusia pasti ingin kualitas hidup kita, ditentukan oleh cara berpikir kita sendiri. 

Bukan cara berpikir AI. Keberadaan teknologi AI sejatinya sebagai pendukung peradaban hidup manusia. Bukan untuk mengendalikan kualitas peradaban manusia. 

Sebagaimana kata filsuf Aristoteles, "kualitas hidup seseorang, tergantung pada kualitas pikirannya." Kualitas pikiran yang bersunber dari pengetahuan, emosi dan pengalaman.

Dengan kualitas pikiran, kita terbiasa berkontemplasi menghadirkan kebaharuan gagasan. Memaknai hakekat sudut pandang serta mengkonversi menjadi karya yang original.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun