Yakni Informasi yang tentang potensi, masa depan, dan upaya memperkuat  sektor maritim di Selat Makassar.  Juga meminta untuk dibuatkan contoh artikel tentang Selat Makassar.
Maka Meta AI pun menyajikan data dan informasi seputar Selat Makassar berupa garis besar tentang potensi, pengembangan, dampak, perencanaan dan pengelolaan perkembangan terbaru dan informasi lainnya.
Satu hal yang mengejutkan, data dan informasi dari Meta AI tersebut bersumber dari BPS, KKP, Kemenhub, Pemprov Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Tidak ada sumber dari Pemprov Sulawesi Tengah.
Ini mengherankan, apakah tidak ada referensi dari Pemprov Sulteng yang layak menjadi sumber. Atau penggunaan platfrom digital untuk referensi dari Pemprov Sulteng yang minim, sehingga tidak terbaca oleh Meta AI.
Demikian pula untuk contoh artikel, Meta AI menyajikan judul dan garis besar terkait data dan informasi tentang Selat Makassar. Contoh artikel ini bisa jadi panduan, namun belum layak sebagai sebuah artikel.
Karena jangan harap ada unsur kebaruan gagasan (sudut pandang) di dalamnya. Juga kerapian sistematika, kesolidan argumentasi, story telling (bertutur) keruntututan tuturan, dan juga penataan logika kalimat.
Hal ini hanya bisa didapatkan dari hasil kontemplasi, pendalaman, skill dan knowledge dari hasil proses panjang seorang penulis artikel. Meta AI sebagai kecerdasan buatan, tidak dirancang untuk bisa berkontemplasi, menghasilkan sesuatu yang original.
Sebagai contoh saya bertanya terkait telaah Undang-Undang no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Meta AI pun menyajikan garis besarnya berupa data. Tidak ada ulasan tentang pasal terkait dengan relevansi kondisi terkini, pada armada kapal pelayaran.
Tentu yang bisa mengulas lebih mendalam hanya penulis artikel yang melakukan observasi, dan mengkaji regulasi. Kemudian membuat artikel yang bernas, menyentuh dan menggugah pihak terkait. Untuk mau membenahi sarana dan kebijakan pelayaran yang lebih baik.
Ada dua alasan mengapa manusia tidak bisa menolak  teknologi (digital). Pertama, manusia modern tidak dapat menjamin kebutuhan dasarnya tanpa hadirnya teknologi. Kedua, kemenangan budaya teknologi tidak dapat digagalkan lagi.