"Perayaan Natal sungguh mendorong kita untuk berjalan bersama dalam iman, persaudaraan dan belarasa."
Penggalan kalimat di atas tertuang dalam Pesan Natal bersama antara Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja (KWI) di tahun 2024.
Pesan Natal tersebut bersumber dari terang tema ,"Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem (Lukas 2:15). Tema yang mengisahkan para gembala yang menjumpai bayi Yesus di palungan dan mengalami pembaharuan hidup.
Pesan Natal sangat relevan sebagai momen kontemplasi di akhir tahun politik 2024. Dimana umat Kristiani turut ambil bagian dalam arak-arakan kontestasi politik yang dinamis, menyibukkan dan melelahkan.
Kontestasi yang membuat umat terpolarisasi dan saling mensegregasi, karena beda pilihan politik dan dukungan. Juga karena dampak postruth akibat berita hoaks dan sesat yang berseliweran di ruang publik.
Tahun politik 2024 yang sudah dilewati hingga penghujung bulan Desember diwarnai dengan rivalitas sengit. Bukan saja di tingkat elit, namun terlebih di masyarakat awam.
Dimulai dari awal tahun pelaksanaan Pemilu dan Pilpres serta akhir tahun pelaksanaan Pilkada serentak. Masyarakat di tingkat grassroot harus saling berhadapan dan bersitegang, demi kontestasi politik.
Padahal sejatinya kontestasi politik itu harusnya berlangsung secara riang gembira dalam bingkai persatuan. Bukannya menimbulkan kegaduhan, pertentangan, permusuhan terlebih perpecahan.
Lebih parah lagi menimbulkan rasa dendam yang tak berkesudahan, karena belum move on dari hasil kontestasi yang sudah lama berakhir. Terbukti di medsos, masih dijumpa adanya konten saling menyindir yang tidak edukatif.
Artikel ini sejatinya menjadi klimaks dari artikel saya sebelumnya di Kompasiana berjudul, "Selamat Datang Tahun Politik 2024" yang terbit di tanggal 1 Januari 2024. Serta artikel politik lainnya yang terbit di rubrik Cerita Pemilih.