Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menempatkan Ketahanan Literasi di Tengah Kegaduhan Politik

23 Agustus 2024   13:50 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:24 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung parlemen Senayan di Jakarta. (Dokumentasi Pribadi) 

Realitas sudah membuktikan, kegaduhan politik bersifat tentatif alias sewaktu-waktu datangnya. Tergantung situasi dan dinamika politik yang tengah terjadi di tanah air.

Pelajaran dari kegaduhan politik tersebut adalah, pentingnya menempatkan ketahanan literasi, agar tidak terjebak dalam post truth informasi. Yakni menyerap informasi dengan pendekatan  perasaan bukan literasi.

Ketahanan literasi tersebut adalah sejauh mana memiliki referensi yang memadai. Serta intuisi dalam mencermati fenomena politik yang terjadi, sehingga punya pendirian objektif dalam merespon kegaduhan tersebut.

Bukan sebaliknya larut dalam hngar-bingar kegaduhan, sembari membangun narasi yang berangkat dari pikiran yang keliru. Dimana dalam buku logika komunikasi disebutkan sebagai sebuah kesesatan pikir.

Adapun kesesatan pikir terbagi dua, yakni kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan formal terkait dengan kekeliruan bentuk penalaran. Sementara kesesatan material berhubungan dengan isi penalaran.

Dalam berdiallektika di ruang publik terkait kegaduhan politik yang mencuat, saya sering mendapatkan narasi dari lawan dialektika yang berangkat dari ksesesatan pikir. Baik kesesatan secara formil maupun material.

Terbaru terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan pilkada serentak, seorang kawan membangun narasi bahwa, kegaduhan politik yang terjadi bertujuan agar tahapan pelantikan presiden terpilih diundur. Serta masa jabatan presiden Jokowi diperpanjang.

Saya sampaikan bahwa tidak akan terjadi skenario politik tersebut. Karena hal itu inkonstitusional. Tahapan pelantikan presiden terpilih akan tetap sesuai jadwal pada bulan Oktober 2024. Adapun putusan MK soal ambang batas tidak akan bisa direduksi oleh DPR.

Mengingat keputusan MK bersifat final dalam menguji keberadaan Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) sebagaimana kewenangan MK yang diatur dalam UUD 1945 pasal 24C.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun